Anak Generasi Alfa, Apa Sih Maksudnya?

26 September 2022 11:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
13
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak generasi alfa. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak generasi alfa. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Moms, pernahkah Anda mendengar istilah anak Generasi Alfa? Ya, anak Generasi Alfa atau Gen Alfa sebagian besar memiliki orang tua yang berasal dari Generasi Milenial.
ADVERTISEMENT
Psikolog Klinis Anak, Samanta Elsener, M. Psi, Psikolog, mengatakan bahwa anak Generasi Alfa adalah golongan anak yang lahir mulai tahun 2010 hingga saat ini. Oleh karena itu, terdapat perbedaan yang cukup signifikan dengan anak-anak yang lahir di bawah tahun 2010 dengan generasi-generasi sebelumnya. Salah satunya pada sikap, perilaku, ataupun karakter.
“Generasi Alfa itu kan hitungannya dari tahun 2010 sampai sekarang. Sebenarnya tuh ada gambaran ciri khas anak Generasi Alfa, akan terlihat berbeda sekali dengan kita-kita yang milenial,” kata Samanta, dalam acara Peluncuran Susu Biostime, Selasa (20/9).
Lantas, seperti apa karakter anak Generasi Alfa dalam kehidupan sehari-hari?

Karakter Anak Generasi Alfa

1. Terlalu dekat dengan teknologi
anak main gadget Foto: Shutterstock
Ya Moms, ciri utama anak Generasi Alfa adalah terlalu dekat dengan teknologi, misalnya saja gadget. Menurut Samanta, sejak bayi, mereka sudah mulai dibiasakan hidup berdampingan dengan gadget, menonton tv, atau bahkan bermain games.
ADVERTISEMENT
“Dulu, zaman dia waktu masih baby, kita udah sering nih deketin mereka dengan gadget, kasih nonton tv, dan berbagai turunannya,” tutur Samanta.
Meski begitu, Samanta menjelaskan bahwa sebenarnya hal ini memang disarankan oleh para ahli, asalkan tetap dalam pengawasan atau pendampingan orang tua, serta dalam kadar yang tepat.
“Waktu dulu masih banyak penelitian-penelitian yang bilang anak enggak boleh terpapar gadget karena nanti akan ini dan itu, nah tapi ini kan udah 10 tahunan berlalu nih dari 2010, ada banyak penelitian-penelitian baru nih, jadi justru disarankan, tapi enggak boleh kebanyakan dan tetap dalam pengawasan orang tua,” jelasnya.
Ya Moms, apabila anak sering terpapar gadget sejak dini, maka tantangan orang tua pun akan semakin besar. Pasalnya, terlalu sering bermain gadget dapat menghambat kemampuan berbicara dan bahasa anak, memicu gangguan sensorik, dan interaksi sosialnya terbatas. Sehingga, orang tua perlu paham betul tentang karakter anak Generasi Alfa ini sendiri. Sebab, nantinya mereka akan menjadi generasi advance yang terlahir melek teknologi.
ADVERTISEMENT
“Tantangan untuk orang tua akan semakin besar, dia jadi susah ngomong, speech delay, ada gangguan sensoriknya, interaksi sosialnya, terus kalau terpapar gadget sendiri kan lihat terus satu arah ya, stimulasinya jadi enggak ada,” tutur Samanta.
2. Punya tingkat kecerdasan lebih tinggi
Ilustrasi anak belajar mengenal warna. Foto: pikselstock/Shutterstock
Anak Generasi Alfa juga dipercaya akan memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Hal itu diyakini karena memang sudah memiliki kedekatan dengan teknologi sejak dini, Moms.
Samanta mengungkap bahwa sebagian besar anak-anak Generasi Alfa yang datang konsultasi kepadanya memiliki intelligence quotient (IQ) di atas rata-rata usianya. Itulah sebabnya semakin banyak orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya pada usia 5 tahun.
“Ini studi kasus ya, jadi aku cek IQ anak-anak yang datang konsultasi, kok beda ya dengan generasi sebelumnya ya, kok yang datang udah di atas rata-rata IQ-nya. Makanya kenapa makin banyak orang tua pengen masukin anaknya sekolah lebih cepat, umur 5 tahun dimasukin SD karena memang lebih cerdas,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
3. Bisa menyelesaikan masalah sendiri
Ilustrasi anak bermain pasir. Foto: Shutterstock
Selain itu, anak Generasi Alfa juga kerap menyelesaikan masalahnya sendiri dengan cepat. Hal ini juga yang mempengaruhi tingkat kreativitas mereka ke depannya, Moms. Pasalnya, anak Generasi Alfa cenderung lebih suka menyendiri dengan gadgetnya, dan lebih suka aktivitas pasif atau bukan menjadi anak-anak yang aktif. Oleh sebab itu, peran orang tua dalam mendorong anak untuk bergerak sangat diperlukan. Selain untuk mengembangkan kemampuan di bidang lain, hal ini juga dilakukan untuk mencegah anak terinfeksi berbagai penyakit, seperti diabetes dan hipertensi.
“Ketika mereka bisa menyelesaikan masalah, mereka jadi punya kemampuan berpikir yang kreatif, tapi mereka jadi lebih punya kecenderungan lebih suka sendiri karena asyik dengan gadgetnya, mereka lebih suka aktivitas yang pasif bukan menjadi anak-anak yang aktif, jadi kitanya mesti dorong yuk olahraga yuk, yuk main bareng yuk,” tutup Samanta.
ADVERTISEMENT