Anak GTM saat Diberi MPASI, Orang Tua Harus Bagaimana?

15 Juni 2022 15:35 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menghadapi anak yang GTM. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Menghadapi anak yang GTM. Foto: Shutterstock
Setelah anak menginjak usia 6 bulan, momen memberikan MPASI bisa jadi sangat menggembirakan sekaligus mendebarkan. Ya Moms, di momen ini, orang tua tidak boleh sembarangan memberikan makanan kepada anak. Makanan pendamping ASI harus dapat memenuhi kebutuhan nutrisi si kecil yang semakin beragam, serta harus bersih, higienis, dan aman.
Dilansir laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), tekstur, jenis, hingga porsi juga harus diperhatikan sesuai usianya. Di awal proses MPASI, ibu bisa memberikan makanan berbentuk puree (saring) atau mashed (lumat) untuk memperkenalkan tekstur baru. Usia 9-12 bulan bisa dilanjutkan dengan yang dicincang halus dan finger food, dan si kecil bisa dikenalkan dengan menu keluarga ketika memasuki usia 12 bulan.
Meski sudah mempersiapkan menu MPASI semaksimal mungkin, orang tua kerap menemui berbagai kendala lainnya. Salah satu yang sering terjadi adalah aksi gerakan tutup mulut (GTM) yang membuat anak tidak mau makan.
Jangan langsung panik, Moms. Bila anak menunjukkan aksi GTM, temukan penyebabnya terlebih dahulu.

Alasan anak GTM saat diberi MPASI

Menolak makan adalah hal yang umum terjadi pada anak. Namun, orang tua tetap harus mencari cara untuk menangani GTM pada anak untuk memenuhi kebutuhan nutrisi hariannya.
Orang tua harus terlebih dahulu mencari penyebab si kecil menolak menyantap makanannya. Misalnya saja, rasa bosan dengan makanan yang itu-itu saja.
Meski begitu, orang tua jangan lelah menawarkan berbagai jenis makanan baru. Masih dari laman IDAI, butuh waktu 10-15 kali menawarkan jenis makanan baru untuk dapat diterima dan dimakan dengan baik oleh anak. Untuk memperkenalkan makanan baru, Anda juga dapat mengombinasikan bahan-bahan makanan baru ke dalam menu favoritnya.
Alasan kedua adalah distraksi gadget. Memberikan tontonan favorit anak di gadget kerap menjadi pilihan agar ia lebih tenang dan tidak rewel. Padahal di sisi lain, memberikan gadget apalagi di waktu makan membuat si kecil tidak fokus terhadap hidangan di depannya.
Memberikan gadget di waktu makan membuat anak tidak fokus terhadap hidangan di depannya. Foto: Shutterstock
Ya, dibandingkan orang dewasa, fokus anak lebih mudah teralihkan oleh hal-hal baru di sekitarnya, termasuk ponsel atau laptop. Aktivitas makan sambil menonton juga membuat durasi makan jadi lebih panjang. Akhirnya, anak pun akan bosan menyantap makanannya dan lebih memilih menyelesaikan tontonan yang ada di gadget.
Ketiga adalah rasa takut yang diakibatkan paksaan saat waktu makan. Bukannya semakin lahap, memaksa anak menghabiskan makanannya justru memberikan memori yang traumatis, sehingga waktu makan menjadi saat-saat menakutkan bagi anak.
Alasan keempat yaitu terdapat masalah kesehatan yang memengaruhi nafsu makan si kecil. Misalnya saat ia demam, sembelit, hingga tumbuh gigi. Jadi, bila GTM pada anak terjadi dalam kurun waktu lama dan diikuti perubahan perilaku serta penurunan berat badan, sebaiknya orang tua harus segera berkonsultasi ke dokter anak.
Nah, setelah mengetahui alasan anak melakukan GTM, ini saatnya membuat strategi untuk mengembalikan nafsu makan dan antusiasme anak saat makan. Bagaimana caranya?

Mengatasi anak yang GTM saat diberi MPASI

Kerap tidak diperhatikan, nyatanya jam makan yang ideal bisa membantu anak mengenali waktu makannya. Moms, salah satu upaya membangun kebiasaan makan yang baik adalah mengatur jadwal makan yang sesuai. Dalam sehari anak perlu makan berat 3 kali, 1-2 kali makanan ringan, dan ASI atau susu 2-3 kali sehari.
Terapkan feeding rules dengan jam makan yang sama setiap hari dan durasi tidak lebih dari 30 menit dalam satu sesinya. Selain itu, orang tua bisa membuat lingkungan makan yang menyenangkan sambil membiasakan untuk mindful eating.
Misalnya, makan bersama keluarga di meja makan. Anda bisa menggunakan baby chair agar aktivitas makan anak lebih aman dan leluasa. Jangan takut kotor, Moms! Biarkan anak mengeksplorasi sendiri makanan di hadapannya, baik menyentuh, meremas, dan mengunyah berbagai makanan yang ia santap.
Membiasakan mindful eating akan membuat anak lebih mengenali makanan, bahkan merangsang saraf motorik halus dan fokusnya. Foto: Shutterstock
Hindari distraksi atau gangguan dari apa pun, misalnya penggunaan gadget, mainan, dan televisi. Membiasakan mindful eating akan membuat anak lebih mengenali makanan beserta teksturnya, bahkan merangsang saraf motorik halus dan fokusnya.
Lalu seperti yang sudah dijelaskan di awal, jangan memaksa anak untuk menghabiskan makanannya. Selain anak jadi takut saat makan, kebiasaan memaksa anak juga dapat mengganggu kemampuan alaminya untuk mengetahui tanda-tanda saat ia lapar atau kenyang, Moms.
Bukan itu saja, dilansir Psychology Today, dalam sebuah penelitian yang diikuti 100 anak, ditemukan bahwa anak yang sering dipaksa makan hingga habis justru kerap mengalami efek samping seperti mual dan muntah-muntah, serta menangis saat makan.
Jadi Moms, meski kerap menguji kesabaran orang tua, mengatasi aksi GTM ini harus dilakukan secara konsisten dan sabar. Bila anak benar-benar tidak mau membuka mulutnya, jangan lantas memaksa karena bisa jadi ia masih merasa kenyang.
Tapi yang perlu orang tua lakukan adalah memastikan kebutuhan nutrisi harian anak tercukupi dan kesehatan pencernaan tetap terjaga. Salah satunya dengan asupan kaya probiotik dan prebiotik untuk menjaga kesehatan pencernaan anak.
Bila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup, bakteri baik ini akan memberikan manfaat bagi inangnya, dalam artian orang yang mengonsumsinya. Sedangkan, prebiotik adalah “makanan” yang berperan membantu probiotik tumbuh dalam saluran cerna. Ketika bakteri baik dapat mendominasi saluran cerna, maka akan terjadi stimulasi sistem imun yang lebih baik, sehingga penyerapan nutrisi anak juga akan semakin baik.
Probiotik secara alami bisa didapatkan melalui makanan-makanan fermentasi, seperti yogurt, keju, tempe, dan lain-lain. Sedangkan, prebiotik bisa didapatkan dari sayur dan buah. Meski begitu, pada kondisi GTM yang menyebabkan asupan nutrisi anak tidak optimal, orang tua dapat mengatasinya dengan memberikan suplemen sinbiotik, atau suplemen yang mengandung probiotik dan prebiotik, seperti Liprolac.
Liprolac adalah suplemen sinbiotik yang menghadirkan manfaat dari lima spesies bakteri baik. Foto: Dok. Liprolac
Liprolac adalah suplemen sinbiotik yang menghadirkan manfaat dari lima spesies bakteri baik seperti Streptococcus thermophilus, Lactobacillus rhamnosus, Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium longum, dan Bifidobacterium bifidum. Suplemen serbuk ini juga dilengkapi prebiotik FOS dan vitamin A,E,B1,B2,B6.
Lima probiotik di dalamnya dapat menjaga keseimbangan jumlah probiotik usus anak untuk menghasilkan amino butirat agar tidak sembelit, bakteriosin yang berfungsi sebagai anti bakteri jahat, juga antibodi IgA dan limfosit B agar daya tahan tubuh anak tetap optimal, sehingga terhindar dari paparan virus atau kuman.
Formula "Dual Coating" dalam Liprolac juga membuat suplemen ini tidak akan rusak di asam lambung dan tidak perlu disimpan dalam kulkas. Tersedia dalam rasa vanilla yang enak, suplemen ini juga mudah larut dalam air.
Selain itu, ada juga varian Liprolac Baby, suplemen berbentuk oral drops atau bentuk tetes yang cocok untuk bayi berusia 0-2 tahun. Mengandung 1 miliar Bifidobacterium animalis subsp. lactis yang sesuai kebutuhan usus bayi di awal kehidupannya, Liprolac Baby telah teruji klinis dapat membantu mengatasi berbagai masalah pencernaan yang rentan menyerang si kecil. Mulai dari kolik, menurunkan risiko alergi seperti alergi susu, dan dermatitis atopik atau eksim yang kerap muncul akibat alergi.
Liprolac Baby, suplemen berbentuk oral drops yang cocok untuk bayi berusia 0-2 tahun dengan kandungan 1 miliar Bifidobacterium animalis subsp. lactis yang sesuai kebutuhan usus bayi di awal kehidupannya. Foto: Dok. Liprolac
Selain itu, Liprolac Baby juga dilengkapi high oleic sunflower oil serta telah mendapat sertifikasi keamanan dari BPOM, FDA (Amerika), dan EFSA (Eropa). Dengan kandungan alami tanpa pengawet, pewarna, dan tidak mengandung gluten, suplemen khusus bayi ini dijamin lebih aman dikonsumsi.
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan Liprolac