Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual oleh Orang Terdekat, Mungkinkah Lawan Pelaku?
10 Februari 2023 9:32 WIB
ยท
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Beberapa waktu terakhir, kasus kekerasan seksual anak masih marak terjadi. Mirisnya, ada yang korban dan pelakunya sama-sama masih anak di bawah umur. Jumlah kasusnya dalam beberapa tahun terakhir, terutama saat pandemi COVID-19, juga mengalami peningkatan. Serta lokasi kejadiannya 53 persen berada di lingkungan rumah dan sebagian lainnya terjadi di sekolah.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, kadang orang tua juga suka kebingungan dengan apakah anaknya sedang mengalami kesulitan karena mendapat kekerasan atau pelecehan seksual. Karena seringkali, anak tidak berani langsung melapor. Si kecil juga cemas dan bahkan takut akan dihakimi oleh orang-orang di sekitarnya bila melaporkannya.
"Bagaimana kenali anak menjadi korban kekerasan seksual? Sebab, tidak semua anak ekspresif atau mau mengungkapkannya. Semestinya orang tua bisa mengenali tanda dan gejala awal anak mengalami kekerasan seksual," kata Ketua Satgas Perlindungan Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Eva Devita, SpA(K), dalam media briefing yang digelar IDAI, Kamis (9/2).
Nah Moms, seperti apa tanda atau gejala kecurigaan anak menjadi korban kekerasan seksual?
1. Perubahan Perilaku
- Ansietas, depresi, takut bertemu/menghindar dari perilaku, agresif, menarik diri, usaha bunuh diri pada anak remaja, hingga performa di sekolah menurun
ADVERTISEMENT
- Keluhan-keluhan yang tidak jelas, seperti nyeri perut atau kepala
2. Gangguan Makan dan Tidur
- Anoreksia
- Bulimia
- Mimpi buruk dan sulit tidur
3. Keluhan BAB dan BAK
- Enkopresis (kecipirit), nyeri saat BAB
- Enuresis (mengompol), nyeri BAK
- Gatal atau cairan di vagina
- Luka di kemaluan atau anus
Kenapa penting orang tua peka dan menyadari dengan cepat saat anak terindikasi menjadi korban kekerasan seksual? Menurut dr. Eva, anak yang menjadi korban kekerasan seksual akan rentan mengalami gangguan perkembangan sosial, emosional, hingga kognitif.
"Yang kemudian berdampak diadopsinya perilaku-perilaku berisiko ketika mencapai usia remaja atau dewasa muda. Perilaku berisiko ini tidak hanya untuk orang lain, tetapi juga kesehatan diri sendiri. Sehingga, anak yang menjadi korban kekerasan berisiko mengalami kematian lebih awal dibandingkan anak-anak yang tidak mengalami kekerasan," jelas dr. Eva.
ADVERTISEMENT
Mungkinkan Korban Melawan Pelaku Kekerasan Seksual?
Akhir-akhir ini, kasus kekerasan seksual banyak yang terjadi dari lingkungan terdekat, dan bahkan keluarga sendiri. Padahal, keluarga semestinya bisa menjadi orang-orang yang melindungi. Nah Moms, mungkin enggak sih anak yang jadi korban kekerasan dari orang terdekat bisa melawan?
"Jadi namanya kekerasan memang pasti pelaku lebih superior dibandingkan korban. Yang perlu ditanamkan, ketika orang berniat tidak baik, sudah mulai ada sentuhan-sentuhan yang tidak biasa, sentuh bagian privasi, atau diajak ke tempat sepi harus diajarkan untuk katakan tidak, lari, teriak. Itu yang kita ajarkan ketika dapat percobaan kekerasan," ungkap dr. Eva.
Meski begitu, bila anak sedang berada dalam ancaman kekerasan seksual tentunya bisa merasa sulit. Dalam kondisi tersebut, orang tua bisa mengajari anak untuk segera melapor ke orang dewasa terdekat di mana pun.
dr. Eva juga menegaskan, edukasi soal pendidikan seks maupun ancaman kekerasan seksual juga tidak hanya ditujukan kepada anak, tetapi juga seluruh keluarga.
ADVERTISEMENT
"Kita mesti edukasi di dalam rumah, tidak hanya si pelaku, tapi juga ibu korban, nenek korban. Jadi orang-orang yang ada di dalam rumah mesti punya keberanian untuk bisa menjaga dan mencegah terulangnya kasus kekerasan seksual. Terutama yang tinggal sama anak," tegasnya.
Dan bagaimana bila anak merasa sudah tidak nyaman tinggal di rumahnya sendiri, karena pelaku kekerasan seksual adalah anggota keluarganya?
Ditegaskan dr. Eva, korban bisa didampingi oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) dari Kementerian PPPA di masing-masing daerah, setelah korban melapor ke pihak kepolisian. Nantinya, anak yang jadi korban akan diberi pendampingan, dan juga ditempatkan di rumah aman (safe house) yang bekerja sama dengan Dinas Sosial. Korban juga akan didampingi untuk pemeriksaan kesehatan dan luka-lukanya di rumah sakit.
ADVERTISEMENT
"Pada kasus kekerasan seksual pada anak, kita prinsip tidak melakukan pemeriksaan perulangan. Pemeriksaan dilakukan tim anamnesis, laporan orang tua anak yang jadi korban akan hubungi tim kekerasan pada anak, namanya pusat krisis terpadu di RS. Dan nanti bersama-sama diperiksa dengan obgyn, dokter forensik, agar pemeriksaan tidak dilakukan berulang-ulang dan anak tidak jadi trauma. Baru melaporkannya ke pihak berwenang. Termasuk tim ada psikolog dan psikiater, mereka ikut anamnesis dan pendampingan," tutup dr. Eva.