Aturan Cuti Hamil dan Melahirkan Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan

14 Januari 2020 15:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hak cuti hamil dan melahirkan diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Hak cuti hamil dan melahirkan diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Moms, apakah Anda seorang perempuan bekerja yang saat ini tengah hamil? Bila ya, jangan lupa untuk membaca peraturan terkait cuti hamil dan melahirkan sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan.
ADVERTISEMENT
Hal ini akan sangat membantu dalam perencanaan persalinan maupun diskusi Anda dengan atasan serta rekan kerja. Membacanya dengan seksama juga penting untuk memastikan peraturan perusahaan tempat Anda bekerja sudah sesuai dengan undang-undang.
Pengaturan mengenai cuti hamil dan melahirkan ini diatur dalam ayat pertama pasal 82 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Ibu Hamil Bekerja di Depan Laptop Foto: Shutter Stock
Dalam butir tersebut tertulis: pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
Undang-undang pun mengatur bahwa perusahaan tetap wajib memberi gaji pada pekerja/buruh perempuan selama mereka sedang menjalani cuti hamil/melahirkan selama 3 bulan tersebut.
Ilustrasi Keguguran. Foto: Shutter Stock
Tak hanya itu Moms, ada juga peraturan hak istirahat setelah mengalami keguguran dan hak untuk menyusui.
ADVERTISEMENT
Hak istirahat hak istirahat setelah mengalami keguguran diatur dengan ayat kedua pasal 82 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Yang isinya: pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Perlu dicatat, Undang-Undang juga mengatur bahwa lamanya istirahat dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter mengenai kondisi pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran tersebut.
Ilustrasi suami menemani istri bersalin. Foto: Shutterstock
Terkiat hal ini, Undang-undang juga mengatur bahwa pekerja yang istrinya melahirkan atau pun mengalami keguguran juga berhak atas cuti kerja selama 2 hari dengan upah penuh dari perusahaan tempatnya bekerja.
Sementara hak menyusui ada pada pasal 83 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di mana tertulis pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut mengenai hak menyusui dan dukungan semua pihak bagi pekerja perempuan untuk dapat menyusui bayinya, dapat Anda baca di artikel ini.