Bayi ASI Tidak BAB dalam Beberapa Hari, Normal Enggak Sih?

17 Mei 2022 10:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ibu menyusui bayi. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu menyusui bayi. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Kondisi tinja atau pup bayi sering kali menjadi salah satu cara untuk memantau seperti apa kesehatan si kecil. Oleh sebab itu, orang tua perlu memperhatikan tekstur, warna, konsistensi, hingga frekuensi buang air besar pada bayi.
ADVERTISEMENT
Beberapa bayi yang masih ASI ekslusif lebih sering BAB daripada saat mereka sudah mulai mengonsumsi makanan padat. Ya Moms, si kecil mungkin bisa BAB 1-5 kali bahkan lebih dalam sehari. Tetapi, ada beberapa bayi ASI yang justru tidak BAB sama sekali bahkan dalam beberapa hari.
Lantas, apakah kondisi ini normal?

Penjelasan soal Bayi ASI yang Tidak BAB Beberapa Hari

Bayi BAB. Foto: Shutterstock
Mengutip laman resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), pada bayi baru lahir sampai usia 2 bulan (terutama yang disusui ibunya), buang air besar sering terjadi, bahkan bisa sampai 10 kali dalam sehari. Ini karena refleks gastrokolika pada bayi masih kuat.
Refleks gastrokolika merupakan refleks alami tubuh yang meningkatkan pergerakan usus besar yang timbul akibat makan dan minum sehingga bayi buang air besar segera setelah makan.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, frekuensi BAB bayi ASI memang akan berubah saat memasuki usia 2 bulan. Jika sebelumnya bayi sering BAB, perlahan ia justru akan lebih jarang. Bahkan si kecil bisa saja tidak BAB sampai 5-7 hari dan ini dianggap normal, Moms.
Senada dengan itu, menurut American Academy of Pediatrics, merupakan hal normal bagi bayi yang masih diberi ASI untuk buang air besar dengan lebih lambat atau buang air besar hanya sekali dalam beberapa hari. Mengapa demikian?
Ilustrasi bayi tidak BAB. Foto: Shutterstock
Sistem pencernaan bayi akan berkembang seiring pertumbuhan si kecil. Saat saluran cerna bayi berfungsi lebih baik, refleks gastrokolika juga mulai mengendur. Sehingga, bayi pun bisa menyimpan makanannya lebih lama di dalam perut sebelum akhirnya BAB.
ADVERTISEMENT
Kemudian, ketersedian enzim laktase yang berfungsi untuk mencerna gula susu (laktosa) juga mulai mencukupi, sehingga laktosa mulai bisa dicerna dengan baik.
Para ahli menyatakan, alih-alih berfokus pada frekuensi BAB bayi, orang tua lebih baik memperhatikan kondisi tinja. Misalnya saja jika pup bayi keras, mengandung darah, atau berwarna putih. Sebab, hal tersebut bisa menjadi tanda adanya masalah pada kesehatan si kecil.
*******
Saksikan keseruan program kumparanMOM Mom’s Meet Up dengan topik Uang Istri vs Uang Suami di LINK INI.