Belajar dari Pengalaman Sahil Mulachela, Utamakan Pencegahan DBD pada Anak
19 September 2025 17:48 WIB
·
waktu baca 5 menit
Belajar dari Pengalaman Sahil Mulachela, Utamakan Pencegahan DBD pada Anak
Meski bisa ditangani dengan perawatan medis, hingga saat ini belum ada obat khusus yang dapat menyembuhkan DBD secara langsungkumparanMOM

Keluarga influencer Sahil Mulachela belum lama ini harus melalui masa penuh kekhawatiran. Putri kecilnya yang biasanya ceria mendadak jatuh sakit yang ditandai demam tinggi, tubuh pegal-pegal dan wajah tampak letih.
Sahil dan istrinya pun segera membawa sang anak ke dokter. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sang buah hati positif terinfeksi demam berdarah dengue (DBD).
“Awalnya, saya kira demam biasa. Enggak tahunya anak terkena DBD. Trombositnya makin turun dan harus dirawat lima hari,” ujar Sahil mengenang masa-masa penuh kecemasan itu.
Bagi Sahil, momen tersebut bukan pengalaman pertama ia dan istrinya berhadapan dengan DBD. Keduanya juga pernah mengalami infeksi dengue beberapa tahun silam, jauh sebelum pandemi Covid-19 melanda.
Namun, bedanya kali ini penyakit itu menimpa anaknya, yang membuat Sahil merasakan ketakutan yang muncul terasa berkali lipat.
“Rasanya beda banget ketika yang sakit anak sendiri. Dulu waktu kami sakit, memang lemas dan sakit, tetapi tidak setegang ini. Waktu anak kami dirawat, rasanya pekerjaan pun tidak lagi penting. Fokus kami hanya satu, ia harus sembuh,” ujar Sahil.
Selama beberapa hari, sang anak harus dirawat inap di rumah sakit. Setiap pagi dan malam, Sahil dan istrinya memantau perkembangan trombosit anak mereka yang sempat anjlok drastis.
Mereka juga mencari segala upaya untuk mendukung pemulihan, mulai dari memberikan jus jambu biji, madu, hingga madu angkak yang dipercaya bisa membantu menaikkan jumlah trombosit agar putrinya segera pulih.
Pascainsiden tersebut, keluarga Sahil semakin serius dalam menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumah. Mereka rutin melakukan 3M Plus, yaitu menguras penampungan air, menutup rapat wadah air, mendaur ulang barang bekas, dan menaburkan larvasida jika perlu.
Tidak berhenti di situ, Sahil juga mulai mencari informasi tentang pencegahan dengue yang lebih menyeluruh. Salah satu upaya yang perlindungan tambahan yang bisa dilakukan adalah vaksinasi DBD.
“Dokter bilang DBD itu belum ada obatnya. Jadi, pencegahannya 3M Plus dan bisa dilengkapi vaksinasi,” katanya.
DBD Bukan Penyakit Musiman
Pengalaman Sahil ini bukanlah satu-satunya. Masih banyak keluarga lain dari berbagai daerah di Indonesia yang mengalaminya. Hal ini menjadikan dengue sebagai ancaman yang terus membayangi banyak keluarga.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pada 2024, jumlah kasus DBD mencapai 257.455 dengan 1.461 kematian yang terjadi di 514 kabupaten/kota di seluruh provinsi Indonesia. Bahkan, hingga Juni 2025, data Kemenkes menunjukkan jumlah kasus DBD telah menembus 79.843 kasus dengan 359 kematian.
Namun demikian, masih banyak masyarakat yang menganggap DBD sebagai “penyakit musim hujan”. Nyatanya, tren infeksi dengue bisa terjadi sepanjang tahun, dengan peningkatan kasus secara signifikan pada saat musim hujan.
Siklus peningkatan kasus DBD di Indonesia juga terpantau meningkat signifikan setiap tiga tahun. Salah satu penyebabnya adalah perubahan iklim yang kian ekstrem.
Suhu bumi yang semakin panas membuat nyamuk lebih sering menggigit manusia. Kondisi ini juga diperparah dengan musim kemarau yang diselingi dengan hujan sehingga nyamuk Aedes aegypti penyebab DBD semakin mudah berkembang biak.
Pengobatan DBD dan Potensi Keparahan Pascainfeksi Berulang
Meskipun penyakit ini dapat ditangani dengan perawatan medis, tetapi hingga saat ini, belum ditemukan obat khusus yang dapat menyembuhkan DBD secara langsung.
Dokter spesialis penyakit dalam Dirga Sakti Rambe menjelaskan, perawatan DBD di rumah sakit hanya memberikan terapi suportif, seperti pemberian cairan, antimual, dan penurun demam.
Hal itu dilakukan agar tidak terjadi perburukan kondisi pada pasien. Sebab, perburukan DBD bisa menyebabkan dengue shock syndrome dan penurunan drastis jumlah trombosit yang berisiko memicu perdarahan otak.
“Naik turunnya trombosit tidak bisa diprediksi. Oleh karena itu, lebih baik melakukan pencegahan," tutur dr Dirga.
Selain itu, yang perlu dipahami masyarakat adalah infeksi DBD bisa terjadi lebih dari satu kali. Penyebabnya adalah virus dengue memiliki empat serotipe, yakni DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4.
Karenanya, seseorang yang sudah pernah terinfeksi salah satu jenis serotipe masih berisiko terinfeksi tiga serotipe lain di kemudian hari. Bahkan pada infeksi kedua, reaksi tubuh bisa lebih parah karena kekebalan dari virus sebelumnya belum menciptakan antibodi secara utuh.
Lengkapi 3M Plus dengan Perlindungan Tambahan
Untuk itu, adanya potensi infeksi berulang membuat pencegahan DBD menjadi satu-satunya langkah yang perlu dilakukan. Terlebih, tanpa adanya obat khusus, setiap keluarga perlu mengambil peran aktif untuk mencegah terinfeksi DBD dengan melakukan 3M Plus dan vaksinasi.
3M Plus bisa dilakukan dengan menguras penampungan air, menutup rapat wadah air, mendaur ulang barang bekas, dan menaburkan larvasida jika perlu. Sedangkan, vaksin DBD merupakan salah satu bentuk pencegahan inovatif untuk melengkapi upaya pencegahan 3M Plus.
Vaksin tersebut dirancang untuk membantu sistem imun tubuh mengenali dan melawan virus dengue sehingga dapat menurunkan risiko terkena DBD parah, terutama pada infeksi berulang.
Vaksin DBD memiliki izin edar di Indonesia dan disetujui oleh BPOM, Selain itu, vaksin ini juga terdaftar di Jadwal Imunisasi Anak rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Jadwal Imunisasi Dewasa rekomendasi Satgas Imunisasi Dewasa (PAPDI).
Pemberian vaksin dengue sebaiknya tetap dikonsultasikan terlebih dahulu dengan tenaga kesehatan.
Namun, perlu diingat bahwa vaksinasi bukanlah pengganti 3M Plus, melainkan pelengkap perlindungan agar lebih menyeluruh, terutama di daerah endemik, seperti Indonesia.
Untuk mengetahui informasi lebih lanjut seputar dengue atau DBD, serta langkah-langkah pencegahan lebih mendalam, termasuk konsultasi dengan tenaga kesehatan, dapat dipelajari melalui CegahDBD.com.
C-ANPROM/ID/QDE/0981 | Sep 2025
