Benarkah Baby Blues Bisa Mendorong Ibu Bunuh Anak Kandungnya?

28 Februari 2020 19:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ilustrasi wanita cemas, stres atau depresi Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi wanita cemas, stres atau depresi Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seorang ibu di Sulawesi Tenggara yang diduga mengalami baby blues diberitakan menganiaya dua anaknya, AF (2) dan AR (3 bulan) pada Selasa (25/2) lalu.
ADVERTISEMENT
Akibat dari penganiayaan itu, AF selamat meski sempat kritis sementara AR meninggal dunia.
"Menurut informasi, ibu ini mengidap baby blues syndrome. Dugaan sementara dia melakukan hal ini karena dorongan dari sindrom itu," kata Kepala Polsek Sangia Wambulu, Sulawesi Tenggara, IPTU Trionugroho, seperti dikutip dari Kendarinesia.id.
Kendarinesia.id, menulis, sang ibu menganiaya AF diduga dengan cara menyayat leher, sementara AR diduga direndam di bak mandi sampai meninggal.
Kepolisian Resor Baubau pun tetap melakukan proses penyelidikan atas kasus tersebut. Pelaku juga saat ini sudah diamankan di Mapolres untuk penyelidikan lebih lanjut.
Lalu, apakah benar baby blues bisa mengakibatkan seorang ibu terdorong untuk membunuh anak-anaknya? kumparanMOM menanyakan hal ini kepada Psikolog Perkawinan dan Keluarga Dr. Adriana S. Ginanjar, M.S., Psikolog, yang juga dosen dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.
Ilustrasi pembunuhan Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan
"Ibu yang mengalami baby blues maupun depresi postpartum, biasanya lebih kepada kelelahan mengurus bayi. Kemungkinan ibu yang mengalami hal tersebut (baby blues maupun depresi postpartum) cenderung tidak mempedulikan bayi, misalnya tidak menyusui. Tapi tidak sampai membunuh. Karena sudah lelah, jadi tidak punya tenaga (untuk membunuh)," katanya lewat sambungan telepon pada Jumat (28/2) pada kumparanMOM.
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui baby blues dan depresi postpartum adalah dua hal yang berbeda, Moms. Baby blues ditandai dengan mood swing, perasaan sedih, mudah tersinggung, gelisah, cemas, hingga menangis. Penyebabnya bisa akibat perubahan hormon pascabersalin hingga faktor kelelahan mengurus bayi untuk pertama kali.
Baby blues biasanya berlangsung selama 2 minggu pascabersalin dan tanda-tandanya dapat terlihat sejak sebelum melahirkan. Memang, baby blues berdurasi singkat, namun bila tak diatasi dengan baik, maka dapat semakin parah dan 'naik tingkat' jadi depresi postpartum (postpartum depression).
Ilustrasi depresi. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Jangka waktu depresi postpartum lebih panjang hingga menahun, ciri-cirinya punya rasa bersalah yang berlebihan, merasa cemas, susah tidur, hingga ada juga pikiran sampai ingin bunuh diri.
Menurut Adriana, ibu yang mengalami kecenderungan depresi postpartum dan berpikiran ingin bunuh diri pun, tidak lantas otomatis ingin membunuh anaknya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, baby blues dan depresi postpartum bisa diobati. Dengan kata lain, ibu yang mengalaminya bukan berarti harus dijauhi dari anak, demi keselamatan si kecil.
"Nah terkait kasus ini, kenapa dia sampai tega membunuh anaknya? Ini kemungkinan ada penyebab-penyebab lain yang mesti dicari tahu," tambahnya.
Ilustrasi ibu dengan anak Foto: Shutterstock
Adriana menambahkan, psikolog juga perlu sangat berhati-hati dalam membuat penilaian. Jangan sampai ada informasi penting lain yang tidak diperoleh atau diabaikan. Misalnya bila ada masalah pada perkawinannya seperti belum siap punya anak, kondisi ekonomi yang sulit yang sudah dialaminya sejak lama, dan sebagainya. Menurutnya, hal-hal ini juga dapat membuat kalap seseorang sampai berani membunuh.
"(Terkait ibu di Sulawesi Tenggara yang membunuh anaknya) Saya belum bisa bilang apakah si ibu depresi pospartum. Karena kalau seperti itu, konsekuensinya misal depresi postpartumnya bisa diatasi dengan obat, berarti boleh dong, si ibu mengurus anaknya lagi? Itu kalau dilihat sebagai satu gangguan yang bisa ditangani. Tapi kalau kita lihat riwayatnya, maka bisa saja jadi ada pertimbangan: apakah setelah ini ia masih bisa dipercaya mengurus anak sendirian? Karena bisa saja saat anaknya rewel, lalu dia tetap kalap (membunuh). Jadi kita nggak bisa fokus di depresi postpartumnya saja. Walaupun dari ciri-cirinya menunjukan (depresi postpartum), jadi kalau kita mau bikin diagnosis, harus dilakukan secara mendalam," sambungnya.
ilustrasi wanita cemas, stres atau depresi Foto: Shutterstock
Selanjutnya, Adriana menuturkan cara-cara agar hal serupa tidak perlu terjadi. Sebab, hal ini bukan tak mungkin bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja.
ADVERTISEMENT
"Karena kalau depresi, ia merasa nggak kompeten dalam mengurus anak, maka dari itu ia harus dikuatkan. Jadi benar-benar dibantuin ibunya. Misalnya suaminya nggak cuma ke kantor lalu sampai rumah mengurung diri melainkan ada keterlibatan sejak ibu hamil dan mengurus anak, lalu menggunakan jasa babysitter untuk membantu ibu, dan dukungan dari keluarga sangat penting sekali. Bila begitu biasanya baby blues tidak berlangsung lama atau kalau ibu sudah sampai depresi, maka ibu biasanya nggak sampai membunuh anak," tutupnya.