Benarkah Kelahiran Prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah Sebabkan Anak Stunting?

30 Juli 2022 19:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
Ilustrasi bayi prematur. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bayi prematur. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak masih menjadi ancaman kesehatan nasional sampai saat ini. Ya Moms, selain memengaruhi tumbuh kembang anak, stunting berdampak pada kualitas sumber daya manusia di waktu yang akan datang. Kondisi ini dapat dipicu oleh banyak hal, salah satunya disebabkan oleh kurangnya asupan gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil survei status gizi balita Indonesia pada 2021, prevalensi stunting turun menjadi 24,4 persen. Artinya, hampir 1 dari 4 balita di Indonesia mengalami stunting. Meski menunjukkan terjadinya penurunan dari tahun sebelumnya, yakni sekitar 26,9 persen, tetapi angka tersebut masih jauh dari target pemerintah yang mencapai 14 persen pada 2024.
Ilustrasi anak stunting. Foto: Shutter Stock
Dalam acara Media Briefing yang diselenggarakan oleh Fresenius Kabi tentang Peran Bayi Prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah pada Angka Stunting di Indonesia, Senin (25/7), Dokter Spesialis Anak Konsultan Neonatologi, Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A(K), melaporkan sekitar 20 persen kasus stunting terjadi sejak lahir, 20 persen terjadi pada enam bulan pertama, 50 persen terjadi pada usia 6-24 bulan, dan 10 persen lainnya terjadi pada tahun ketiga.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, data terbaru menemukan adanya pengaruh kelahiran prematur dan berat lahir rendah pada kasus stunting. Benarkah demikian?

Kata Ahli soal Kelahiran Prematur dan Berat Lahir Rendah Menyebabkan Stunting

Ya Moms, dr. Rina menambahkan bila bayi berat badan lahir rendah menyumbang 20 persen kasus stunting di Indonesia, dan berdasarkan hasil penelitian di 137 negara berkembang, sekitar 32,5 persen kasus stunting disebabkan oleh kelahiran prematur
“Berdasarkan hasil riskesdas pada 2018, 20 persen kasus stunting di Indonesia disebabkan oleh bayi berat badan lahir rendah, dan berdasarkan hasil penelitian di 137 negara berkembang, sekitar 32,5 persen kasus stunting disebabkan oleh kelahiran prematur,” ungkapnya.
Bayi prematur. Foto: Shutter Stock
Hal itu diperkuat oleh data yang dilaporkan oleh Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes, dr. Erna Mulati, M.Sc., CMFM. Saat ini, kelahiran prematur menyumbang 29,5 persen kasus stunting di Indonesia, dan 6,6 persen dari bayi berat lahir rendah.
ADVERTISEMENT
“Kalau dilihat dua pertama disebabkan oleh kelahiran prematur dan bayi berat lahir rendah,” terang dr. Erna.
Oleh karena itu, skrining perkembangan bayi perlu dilakukan secara rutin oleh orang tua, yaitu pada usia 9, 18, dan 30 bulan, terutama pada bayi yang lahir prematur atau bayi berat lahir rendah. Sebab, kondisi itu dapat mengganggu perkembangan anak.
“Bayi lahir prematur berisiko untuk mengalami development delay, gangguan kognitif, kesulitan belajar, dan gangguan perilaku, sementara bayi berat lahir rendah pun bisa memengaruhi prestasi akademik, masalah atensi dan perilaku, dan memiliki fungsi eksekutif yang buruk,” terang dr. Rina.
Selain kelahiran prematur dan bayi berat lahir rendah, sekitar 19,4 persen kasus stunting di Indonesia juga disebabkan oleh bayi dengan panjang badan kurang dari 48 cm, 9,8 persen dari balita yang alami diare, dan 1,7 persen dari balita dengan pneumonia.
ADVERTISEMENT