Benarkah Usia Ibu Berpengaruh pada Produksi ASI?

18 Maret 2019 13:53 WIB
clock
Diperbarui 1 Agustus 2019 15:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cawapres nomor urut 01 K.H. Ma'ruf Amin (kiri) dan Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno (kanan) saat mengikuti Debat Capres Putaran Ketiga di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/3). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Cawapres nomor urut 01 K.H. Ma'ruf Amin (kiri) dan Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno (kanan) saat mengikuti Debat Capres Putaran Ketiga di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/3). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Calon Wakil Presiden nomor urut 01, KH Ma'ruf Amin, dan Calon Wakil Presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno telah membeberkan visi misinya di Debat Ketiga Pilpres yang diselenggarakan di Hotel Sultan, Jakarta, kemarin, Minggu (17/3).
ADVERTISEMENT
Tema yang diangkat pada debat Cawapres itu adalah soal pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, serta sosial dan kebudayaan. Pada sebuah sesi tanya jawab, calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin, bertanya kepada calon wakil presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno tentang Sedekah Putih yang dicanangkan dalam visi misi calon presiden dan calon awakil presiden nomor urut 02.
Sandi kemudian menjawab, Sedekah Putih merupakan program Prabowo-Sandi untuk meminimalisir angka stunting di Indonesia dengan cara membagi-bagikan susu (sedekah putih) kepada ibu dan anak-anak.
"Prabowo-Sandi meluncurkan program Indonesia emas, dan salah satu dari pada aspek Indonesia emas itu adalah gerakan untuk memastikan ibu-ibu, emak-emak mendapatkan protein yang cukup baik berupa susu maupun protein yang lain,"kata Sandi menjawab pertanyaan Ma'ruf.
Cawapres nomor urut 01 K.H. Ma'ruf Amin (kiri) dan Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno (kanan) saat mengikuti Debat Capres Putaran Ketiga di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/3). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Meski begitu, menurut Ma'ruf, istilah sedekah putih yang dicanangkan dalam visi misi Prabowo menimbulkan pemahaman yang mengacaukan masyarakat. "Isu sedekah putih itu ditangkap oleh banyak pihak memberikan sedekah susu setelah anak itu selesai disusukan oleh ibunya. Padahal stunting itu adalah 1000 pertama sejak dia mulai hamil sampai disusui anaknya yaitu melalui memberikan asupan yang cukup dan melalui sanitasi dan air bersih serta susu ibu selama 2 tahun," jelas Ma'ruf.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Sandi kembali menanggapi Ma'ruf. Dia bercerita tentang pengalaman istrinya.
"Ini ada Mpok Nur Asia, istri saya tercinta. Beliau melahirkan di usia 42 tahun, anak terakhir kami, si bungsu Sulaiman. Kami, seperti ajaran dari para guru-guru maupun orang tua, memberikan Air Susu Ibu. Tapi mendadak di bulan ke 6 berhenti. Tidak keluar lagi," jelas Sandi.
"Mungkin karena faktor usia, mungkin karena faktor yang lain yang sekali anak-anak seperti Sulaiman dengan ibu-ibu yang lain juga mengalami kasus serupa dan di situlah kami ingin mengajak para kontributor yang bisa menyediakan susu para donatur mengumpulkan uang untuk membantu agar gizi ibu dan gizi anak bisa kita perhatikan dan masalah stunting itu bisa selesai itu baik menurut saya," terang Sandi.
ADVERTISEMENT
Lantas, benarkah faktor usia bisa mempengaruhi produksi ASI seorang ibu?
Ibu menyusui Foto: Shutterstock
Untuk menjawab hal itu, kumparanMOM menghubungi konselor laktasi sekaligus Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), Nia Umar, IBCLC. Menurutnya, faktor yang paling mempengaruhi produksi ASI ibu adalah sering tidaknya menyusui bayi.
"Sebenarnya menyusui itu tidak berpengaruh dari usia ibunya. Karena sebenarnya kalau payudaranya dirangsang dan disusui, jadi maksudnya menyusui bayi sesuai permintaan, posisi menyusuinya benar, itu dia akan tetap bisa menyusui," jelas Nia saat dihubungi kumparanMOM, Senin (18/3).
Selain itu Nia juga menjelaskan, bahwa semua ibu berapapun usianya sebaiknya melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), memberi ASI eksklusif 6 bulan, setelah itu memberikan bayi Makanan Pendamping ASI (MPASI) dengan tetap melanjutkan menyusui hingga anak berusia 2 tahun atau lebih sesuai dengan rekomendasi WHO maupun Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
ADVERTISEMENT
Tapi, bagaimana jika kondisinya seperti yang diceritakan oleh Sandiaga Uno, ASI tiba-tiba tidak keluar. Apa yang harus ibu lakukan? Bolehkah bayi langsung diberikan susu formula?
Menyusui bisa turunkan risiko sang ibu terkena stroke. Foto: Shutterstock
"Sebenarnya gini, ASI enggak pernah tiba-tiba berhenti. Produksinya menurun pelan-pelan. Berarti ada manajemen laktasinya yang menyebabkan ASI-nya perlahan-lahan berkurang," papar Nia.
"Kalau memang harus disuplementasikan formula pun, itu memang ibu seharusnya berkonsultasi dulu, cari tahu dulu kenapa (ASI-nya menurun). Kita di AIMI tidak pernah menghakimi keluarga. Yang kami sayangkan adalah pemasaran formula (untuk bayi) yang tidak etis yang sangat sporadis, yang jadinya bikin orang tua, 'oh yaudah enggak bisa kasih ASI, ya kasih aja susu formula, " tambah Nia.
Ilustrasi ibu menyusui. Foto: Shutterstock
Maka dari itu, Nia menambahkan, jika suatu waktu ibu menyusui merasa produksi ASI-nya mulai berkurang, sebaiknya segera mencari bantuan dengan berkonsultasi ke dokter atau ke konselor laktasi.
ADVERTISEMENT
"ASI enggak cukup itu kan biasanya ditandai dengan apa? Bayinya rewel, kenaikan berat badannya kurang. Nah ini kenapa ya anaknya? Ya bawa ke dokter atau konselor menyusui. Kenapa ya? (Mungkin) Oh selama ini anaknya sudah diberikan dot, jadi bingung puting. Kalau bingung puting gimana nih cara mengatasinya," imbuh Nia.
Untuk merangsang produksi ASI sebenarnya ada beberapa hal yang bisa ibu menyusui lakukan. Misalnya saja, sering menyusui langsung bayinya, menyusui dengan posisi pelekatan yang baik, serta mendapat dukungan dari tenaga kesehatan dan rumah sakit Pro ASI di awal proses menyusui.
"Mungkin ada penurunan kuantitas, tapi bukan berarti tidak mencukupi. Kalaupun ada penurunan kuantitas, jumlahnya itu tidak signifikan. Karena memang kan ASI itu diproduksi sebanyak yang diminta, sesuai dengan kebutuhan bayi," tutup Nia.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, untuk bisa menyusui dengan baik dan lancar, ibu menyusui tidak hanya sehat tapi juga harus bahagia.
"Ya, ibu harus sehat dan bahagia untuk bisa menyusui anaknya. Kalau makanannya sehat tapi tidak bahagia, ASI sulit keluar juga. Sebaliknya kalau bahagia karena makan apa yang dia mau atau suka tapi tapi gizi tidak seimbang ya, tidak baik juga. Gizi seimbang kan penting tidak hanya untuk ibu tapi untuk seluruh keluarga. Jadi menurut saya, siapapun presidennya, harus bisa mengajak perempuan Indonesia untuk bisa memberikan asupan terbaik untuk keluarganya, untuk anak, suami, maupun untuk dirinya sendiri," tutup Nia.