BPOM Pastikan Obat Sirop Penyebab Kematian 14 Anak di India Tak Beredar di RI
8 Oktober 2025 11:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
BPOM Pastikan Obat Sirop Penyebab Kematian 14 Anak di India Tak Beredar di RI
Ramai kasus belasan anak meninggal setelah mengonsumsi obat batuk sirop di India, BPOM RI memastikan obat tersebut tidak beredar di Indonesia.kumparanMOM

ADVERTISEMENT
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan obat batuk sirop yang menjadi penyebab kematian belasan anak di India tidak beredar di Indonesia. Dikutip dari India Today, data terbaru per Selasa (7/10), mengungkap jumlah anak yang meninggal setelah mengonsumsi obat batuk Coldrif Syrup telah menembus 19 orang.
ADVERTISEMENT
"Kita bisa memastikan obat itu tidak beredar di Indonesia," jelas Deputi Bidang Pengawasan Obar, Narkotika, Prekursor, dan Zar Adiktif BPOM RI, William Adi Teja, dikutip dari Antara, Selasa (7/10).
Meski obatnya tidak beredar di Indonesia, William memastikan pihaknya tetap melakukan berbagai tindakan preventif. Mulai dari mengimbau industri farmasi agar memperketat cara produksi, pemilihan bahan baku yang terstandar, hingga memperketat proses produksi, pengemasan, dan distribusi.
Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, juga sebelumnya menegaskan pihaknya telah mengedepankan kehati-hatian dalam menyikapi kasus obat sirop yang menyebabkan kematian di India.
Sebab, ia tidak ingin kejadian kasus gagal ginjal akut yang terjadi pada 2022 silam terulang kembali. Ratusan anak menjadi korban jiwa setelah mengonsumsi obat sirop yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
ADVERTISEMENT
"Kita betul hati-hati karena kita punya pengalaman tiga tahun lalu, tahun 2022, dengan [kasus] gagal ginjal akut. Dan kita tidak mau itu terulang lagi," tutur Taruna kepada wartawan, Senin (6/7).
BPOM memastikan pihaknya akan bekerja dengan profesional dalam memastikan setiap produk obat-obatan yang beredar di masyarakat aman, serta punya efikasi dan kualitas yang bagus. Taruna menyebut pihaknya akan mengawasi obat-obatan yang diimpor dari India.
"Kita buat atensi khususnya yang impor dari India, kita sangat berhati-hati. Kita tidak mau keluarkan sertifikat impornya kalau itu belum clear. Itu kita sangat hati-hati," tegas dia.
Kasus Obat Batuk Sirop Beracun yang Menyebabkan Belasan Anak Meninggal
Dikutip dari Reuters, belasan anak meninggal akibat gagal ginjal dalam sebulan terakhir setelah mengonsumsi obat batuk bermerek Coldrif Syrup. Sebagian besar korban masih berusia di bawah lima tahun.
ADVERTISEMENT
Hasil laporan kepolisian menunjukkan, sirop tersebut mengandung toksin dietilen glikol (DEG) dalam jumlah hampir 500 kali lipat dari batas yang diizinkan.
Direktur Pengawasan Obat, Tamil Nadu, dalam laporan laboratoriumnya tertanggal 2 Oktober 2025 mengkonfirmasi Coldrif Syrup (Nomor batch SR-13, produksi Mei 2025, kedaluwarsa April 2027) yang diproduksi Sresan Pharmaceuticals mengandung 48,6 persen dietilen glikol. Lalu uji terpisah oleh Laboratorium Pengujian Obat Chopal juga menemukan 46,28 persen senyawa beracun yang sama.
Padahal, WHO dan otoritas India menetapkan ambang batas aman cemaran DEG dan EG pada bahan baku tidak boleh lebih dari 0,1 persen.
"Semua anak menunjukkan gejala awal pilek, flu, atau demam. Sebagian besar berusia di bawah lima tahun. Sebagian besar dari mereka diberi obat sirop Coldrif, yang kemudian menyebabkan retensi urine dan gangguan ginjal akut," berikut bunyi laporan kepolisian negara bagian Madhya Pradesh, India bagian tengah.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari setelah mengonsumsi obat tersebut, mereka dilaporkan mengalami penurunan produksi urine dan peningkatan kadar kreatinin dan urea, gejala yang menandakan cedera ginjal akut.
Pihak yang meresepkan obat batuk sirop beracun adalah seorang dokter anak yang praktik di CHC Parasia, Dr. Praveen Soni. Dokter ini telah diamankan oleh pihak kepolisian karena dianggap telah menyebabkan jatuhnya korban jiwa setelah diresepkan obat tersebut.
Dan dalam kasus ini, polisi juga telah menetapkan produsen obat Coldrif, Sresan Pharma, sebagai salah satu tersangka utama. Otoritas federal merekomendasikan pembatalan izin produksi Sresan Pharma. Perusahaan tersebut menghadapi dakwaan berat, termasuk pembunuhan yang dapat dipertanggungjawabkan namun tidak termasuk pembunuhan berencana, pemalsuan obat, hingga pelanggaran UU Obat-obatan dan Kosmetika.
ADVERTISEMENT
