Cara Ajari Anak Kendalikan Diri saat Marah

15 April 2023 9:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak marah. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak marah. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Marah adalah emosi normal yang bisa dialami oleh semua orang, termasuk anak-anak. Namun anak-anak kerap kesulitan membedakan antara perasaan marah dan perilaku agresif. Sehingga saat anak marah, tak jarang berujung pada pembangkangan, amukan, dan emosi yang meledak-ledak.
ADVERTISEMENT
Moms, kondisi tersebut akan merugikan diri anak sendiri dan orang lain jika terus dibiarkan. Seperti memicu perdebatan dan pertengkaran, sehingga membuat anak mendapat penolakan dari teman sebaya, mengganggu kesehatan mental, hingga memicu masalah akademis.
Nah untuk lebih jelasnya bagaimana cara mengajari anak mengendalikan emosi, yuk simak penjelasan dari psikoterapis Amy Morin, LCSW, berikut ini, dikutip dari Verywell Family.

Bedakan Antara Perasaan dan Perilaku Agresif

Ilustrasi anak suka memukul. Foto: Thinkstock
Hal terpenting yang perlu dilakukan adalah mengajari anak meregulasi perasaan mereka, Moms. Cobalah bantu anak untuk memahami bahwa mereka bisa mengendalikan perasaan meskipun sedang marah. Cobalah katakan: "Boleh marah, tetapi tidak boleh memukul, Nak."
Terkadang, perilaku agresif berasal dari berbagai perasaan tidak nyaman, seperti sedih atau malu. Jadi, bantulah anak untuk mencari tahu mengapa mereka merasa marah, ya. Mungkin mereka merasa sedih karena rencana berlibur dibatalkan, tetapi mereka menanggapinya dengan marah karena itu lebih mudah atau menutupi rasa sakit hati yang mereka rasakan.
ADVERTISEMENT

Jadi Contoh yang Baik Bagi Anak

Cara terbaik untuk mengajari anak menghadapi amarah adalah dengan menunjukkan kepada mereka bagaimana Anda menghadapi emosi saat marah. Jika anak melihat orang tuanya meledak-ledak saat marah, kemungkinan besar mereka akan menirunya. Sebaliknya, jika anak melihat orang tuanya mengelola amarah dengan lebih tenang, mereka juga akan menyadarinya.
Tidak apa-apa untuk mengatakan, “Mama marah karena mobil di depan kita tidak berhenti untuk membiarkan anak-anak menyeberang jalan. Tapi Mama akan berhenti agar mereka bisa menyeberang dengan aman.” Mengungkapkan perasaan Anda akan mengajarkan anak-anak untuk berbicara tentang emosi mereka.
Jika Anda sempat kesulitan mengendalikan emosi, jangan ragu untuk meminta maaf pada anak. Jelaskan padanya apa yang terjadi dan mengapa Anda jadi kesulitan mengendalikan diri.
ADVERTISEMENT
Katakan, “Mama minta maaf karena kamu harus melihat mama berteriak saat marah. Mama seharusnya berjalan-jalan untuk menenangkan diri ketika sedang marah bukannya berteriak kencang.”

Tetapkan Aturan saat Marah

Ilustrasi anak marah. Foto: Shutter Stock
Masing-masing keluarga memiliki aturan tentang bagaimana bersikap sehari-hari. Ada keluarga yang tidak masalah jika anggota keluarga membanting pintu saat marah. Namun ada juga keluarga yang tidak mentolerir sikap tersebut, termasuk meninggikan suara.
Buatlah aturan yang jelas di dalam keluarga Anda, Moms. Namun pastikan saat marah anak tidak merusak perabotan rumah atau benda apa pun di sekitarnya, tidak melukai diri sendiri maupun orang lain, dan tidak mengucapkan hinaan.

Ajarkan Cara Kelola Emosi yang Sehat

Anak-anak perlu mengetahui cara yang tepat untuk mengatasi kemarahan mereka. Alih-alih melarangnya memukul adik, misalnya, Anda bisa meminta si kakak untuk mengingatkan adik agar gantian menggunakan mainan.
ADVERTISEMENT
Jika solusi itu tidak membuahkan hasil, Anda bisa memintanya untuk menjauh sebentar dari sumber masalah. Morin menyebut, langkah ini bisa membuat anak lebih tenang dan lebih mampu mengelola amarah.
Selain itu, penting juga untuk mengajarkan anak memecahkan masalah tanpa amarah atau kekerasan. Jelaskan padanya bagaimana mendiskusikan masalah dengan tenang agar bisa memutuskan sikap tanpa amarah.

Tawarkan Konsekuensi Bila Diperlukan

Ilustrasi ibu dan anak. Foto: Shutterstock
Moms, tak ada salahnya memberi anak konsekuensi positif saat mereka mampu mengelola emosi dengan baik, dan konsekuensi negatif saat melanggar aturan. Konsekuensi positif, seperti sistem penghargaan, dapat memotivasi anak untuk kembali mengelola emosi saat marah.
Sebaliknya saat mereka melanggar, berikan konsekuensi negatif saat itu juga. Misalnya anak diberi tugas tambahan membersihkan rumah, kehilangan waktu screen time, tidak mendapat uang jajan, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
***
Dapatkan informasi terupdate seputar dunia parenting dan motherhood setiap hari hanya di Moms Update! Cari tahu informasi lengkapnya di media sosial kumparanMOM! Klik di sini.