Catat Moms! Pemerintah Resmi Hapus Praktik Sunat Perempuan Lewat PP Kesehatan

1 Agustus 2024 11:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Catat Moms! Pemerintah Resmi Hapus Praktik Sunat Perempuan Lewat PP Kesehatan. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Catat Moms! Pemerintah Resmi Hapus Praktik Sunat Perempuan Lewat PP Kesehatan. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Praktik sunat perempuan telah resmi dihapus oleh pemerintah. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diteken oleh Presiden Jokowi.
ADVERTISEMENT
Aturan penghapusan ini tertuang dalam pasal 102, yang ditetapkan sebagai upaya mendukung kesehatan sistem reproduksi bayi, balita, dan anak prasekolah.
"Menghapus praktik sunat perempuan," bunyi Pasal 102 huruf a, seperti dikutip dari PP tersebut.
Selain itu, pemerintah mengatur adanya edukasi kepada balita dan anak prasekolah untuk mengetahui organ reproduksinya, serta edukasi mengenai perbedaan reproduksi laki-laki dan perempuan. Kemudian juga mengedukasi si kecil untuk menolak sentuhan terhadap organ reproduksi dan bagian tubuh yang dilarang untuk disentuh.
Dan juga diatur tentangnya anak-anak dan orang tua menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat pada organ reproduksi, serta memberikan pelayanan klinis medis pada kondisi tertentu.

Perjalanan Sampai Akhirnya Sunat Perempuan Dihapus

Tindakan sunat selama ini umum dilakukan pada anak laki-laki. Namun, ada sebagian kelompok masyarakat yang masih meyakini perlunya tindakan sunat pada bayi perempuan. Sunat perempuan atau female genital mutilation (FGM) biasanya dilakukan pada perempuan, mulai dari umur bayi hingga remaja di kisaran usia 15 tahun.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari laman Ikatan Dokter Anak Indonesia, tindakan sunat bayi perempuan biasanya dilakukan dengan memotong atau melukai sedikit kulit penutup (prepusium) klitoris. Secara anatomis, tidak semua anak perempuan mempunyai prepusium yang menutupi klitoris maupun saluran kemih sehingga sunat dinilai tidak perlu dilakukan pada setiap perempuan.
Ilustrasi sunat pada bayi Foto: Shutterstock
Namun, dari segi medis, tidak ada rekomendasi rutin untuk melakukan sunat pada bayi perempuan.
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan pada 2010 pernah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1636/Menkes/PER/XI/2010 mengenai Sunat Perempuan. Permenkes tersebut memberikan panduan mengenai prosedur pelaksanaan sunat perempuan dalam dunia medis.
Seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran dan banyak yang menganggap aturan tersebut telah memberikan opsi sunat perempuan diperbolehkan, akhirnya pada 2014, Permenkes tersebut dicabut karena sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika perkembangan kebijakan global. Pencabutan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 6 Tahun 2014.
ADVERTISEMENT
Dalam Permenkes tersebut, dinyatakan: 'Sunat perempuan hingga saat ini tidak merupakan tindakan kedokteran karena pelaksanaannya tidak berdasarkan indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan'.
Masih dalam Permenkes yang sama, pada Pasal 2 diatur pemberian mandat kepada Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’k untuk menerbitkan pedoman penyelenggaraan sunat perempuan yang menjamin keselamatan dan kesehatan perempuan yang disunat serta tidak melakukan mutilasi alat kelamin perempuan. Meski begitu, tidak ada lanjutan dari pasal tersebut dalam melaksanakan mandat yang telah diberikan. Begitu juga tidak menyinggung lagi soal penghapusan praktik sunat perempuan.
Padahal, di berbagai negara di dunia, praktik sunat perempuan telah dianggap tidak bermanfaat bagi kesehatan perempuan, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Hal yang sama juga ditegaskan oleh UNICEF (United Nations Children’s Fund). Menurut UNICEF, sunat perempuan bisa menyebabkan komplikasi kesehatan jangka panjang, gangguan psikis, hingga kematian.
ADVERTISEMENT
Dari sisi medis, belum ada penelitian berbasis bukti untuk mendukung tindakan rutin sunat pada perempuan. Risiko perdarahan yang besar dan kemungkinan menyebabkan kerusakan pada daerah genital perempuan menyebabkan prosedur ini tidak rutin dilakukan oleh banyak organisasi kesehatan dunia.
UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kesehatan juga tidak menyinggung soal sunat perempuan. Dan barulah pada PP 28/2024, praktik sunat perempuan di Indonesia resmi dihapus.