Cegah Baby Blues, Ibu Perlu Siapkan Aktivitas Agar Pikiran Tetap Positif

1 Juni 2024 17:15 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ibu menggendong bayi di sisi kiri. Foto: zEdward_Indy/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu menggendong bayi di sisi kiri. Foto: zEdward_Indy/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Fenomena baby blues masih banyak ditemukan di Indonesia. Tidak sedikit kita mendengar kasus ibu yang melakukan tindakan berbahaya pada bayinya, karena sedang mengalami gejala baby blues.
ADVERTISEMENT
Baby blues merupakan kondisi yang bisa dialami oleh ibu yang baru saja melahirkan. Penyebab umum terjadinya baby blues, antara lain karena perubahan hormon pascamelahirkan, kelelahan mengurus bayi, hingga kurangnya dukungan dari orang-orang di sekitarnya.
Menurut psikolog Samanta Elsener, selama masa maternity blues, para ibu umumnya mengalami perubahan hormonal (estrogen dan progesteron) atau bahkan stres berkepanjangan. Ini menyebabkan munculnya gejala seperti mood swings, mudah cemas dan sedih, sering menangis tanpa alasan, sulit konsentrasi, menurunnya rasa percaya diri, gangguan tidur, hingga perubahan selera makan.
“Dalam periode maternity blues, ibu bisa terjadi fenomena puerperium atau periode wanita sangat sensitif sekali pada tingkat yang paling tinggi. Makanya rentan terjadi perubahan fisik dan emosional yang sangat intens,” kata Samanta dalam acara Share The Care bersama Philips Avent di InterContinental Pondok Indah, Jakarta Selatan, Sabtu (1/6).
ADVERTISEMENT
Puerperium berlangsung pada 0-3 minggu dari hari pertama anak lahir normalnya. Tapi kalau sudah lebih dari tiga minggu, maka ibu dalam kondisi yang perlu waspada banget. Enggak bisa hanya disupport dari ibu dan suami saja,” lanjut dia.

Cari Tahu Aktivitas yang Bisa Bantu Ibu Terhindar dari Baby Blues

Philips Avent menggelar #ShareTheCare di InterContinenal Pondok Indah, Sabtu (1/6/2024). Foto: Nabilla Fatiara/kumparan
Diakui Samanta, baby blues masih bisa terjadi pada kelahiran kedua, ketiga, dan seterusnya. Dan bila ibu tidak memahami apa yang harus dilakukan, maka bisa berujung pada kondisi depresi.
Maka dari itu, ibu diharapkan bisa mencari tahu apa yang sebenarnya sedang dibutuhkan untuk mengatasi atau mencegah mengalami baby blues. Karena setiap ibu memiliki treatment yang berbeda-beda.
“Kita perlu tahu kondisi kita untuk self care. Cara rechargenya gimana? Perlu komunikasikan dengan pasangan kita secara langsung, bukan dikodein,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
“Makanya, penting banget sepakat sama pasangan. Kalau misalnya inggal sama mertua, dan sepakat pasangannya, pasti akan terlewati. Kita team work untuk memaksimalkan peran kita untuk anak-anak,” lanjut Samanta.
Gimana kalau kita bingung tentang apa yang dibutuhkan diri sendiri dalam mengatasi baby blues? Samanta pun menyarankan untuk memulai aktivitas-aktivitas sederhana, yang bisa dilakukan sambil mengasuh si kecil.
“Diaktivasi sensori-sensori kita untuk praktik mindfullness. Misalnya, menikmati momen mandi itu relaxing banget. Dan momen menyusui anaknya, pada saat menyusui pastikan kontak dengan bayi kita. Intinya kita bisa enjoy the moment,” tutup Samanta.