Cerita Ibu: 2 Kali Keguguran karena Autoimun Mengganggu Mentalku

20 Oktober 2023 14:05 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Opi, ibu dengan autoimun. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Opi, ibu dengan autoimun. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Memiliki anak merupakan salah satu dambaan terbesar Opi dan suami, tetapi Opi selalu melalui kehamilan dengan perjuangan yang tidak mudah. Dua kehamilan pertamanya berakhir dengan keguguran.
ADVERTISEMENT
Pemilik nama lengkap Fidya Dwi Putriani ini bercerita, keguguran pertama terjadi saat usia kandungan dua bulan. Saat itu semuanya masih terasa baik-baik saja, dan ia kembali hamil setelah tiga bulan keguguran. Di kehamilan kedua itu Opi menjalani tes darah untuk mengetahui agregasi trombositnya apakah ada pengentalan darah–yang merupakan gejala umum autoimun–atau tidak.
Dugaan dokter benar, ia ternyata memiliki autoimun. Kondisi itu membuat tubuh Opi selalu keguguran setiap kali hamil.
“Dokternya itu bilang, setiap aku hamil, tubuh aku itu tidak menerima adanya janin. Jadi menurut dia janin itu adalah benda asing yang harus dikeluarkan. Cara mengeluarkannya itu adalah dengan pengentalan darah itu,” tutur Opi dalam program Cerita Ibu kumparanMOM.
Untuk mencegah keguguran ini terulang, dokter memberikan obat pengencer darah. Namun pada kehamilan kedua di usia kehamilan enam bulan, tiba-tiba detak jantung janin sudah tak terdeteksi. Ia kembali keguguran.
ADVERTISEMENT

Lima Hari Bersama Janin yang Tak Bernyawa

Meski sudah dipastikan janin tak bernyawa, kandungan Opi tak bisa digugurkan saat itu juga, sebab ia mengonsumsi obat pengencer darah yang bisa membuatnya pendarahan dan berisiko kematian jika mengeluarkan janin saat itu juga.
“Ya udah ditunggulah sampai lima hari. Jadi selama lima hari itu aku di kosan berdua sama suamiku, di dalam perutku ada baby yang udah meninggal,” katanya.
Setelah dilakukan berbagai macam induksi, akhirnya Opi berhasil mengeluarkan bayinya yang sudah tak bernyawa itu secara pervaginam. Setelah sang anak lahir, ia ditinggal di rumah sakit seorang diri karena seluruh anggota keluarga fokus mengurus pemakaman.
“Aku cuman bilang, Ali (nama anak), Ibu sama Abi ikhlas. Mungkin Ali pengen jemput Ibu sama Abi nanti di surga. Baik-baik ya, doain kita selalu. Udah aku gitu doang, aku cuma cium tangannya, tapi aku udah nggak nangis sama sekali,” urainya.
ADVERTISEMENT

Hamil Ketiga dan Mulai Rasakan Gangguan Mental

Opi tak merasa ada trauma khusus setelah dua kali keguguran tersebut. Namun ternyata, ia kerap merasakan gejala yang mengarah pada gangguan mental. Setiap memejamkan mata, Opi merasa sesak dan kesulitan bernapas, sehingga selalu bangun dini hari untuk keluar rumah.
“Setiap di kamar sendirian, aku ngerasa kayak ada di tempat yang kecil banget. Terus aku bisa tiba-tiba nangis, tiba-tiba ketawa, ngerasa hampa banget, kosong banget,” tutur Opi.
Ia sempat konsultasi ke psikolog, dan didiagnosa mengalami trauma pasca-keguguran. Beruntungnya kondisi mental itu tak mempengaruhi kehamilan dan janin yang ia kandung. Sang anak, Zehan, lahir dengan sehat dan selamat, dan kini usianya menginjak tiga tahun.

Perjuangan Mengasuh Anak dalam Kondisi Mental Terganggu

Kondisi mental Opi belum sepenuhnya pulih hingga saat ini. Hal itu kerap membuatnya mudah panik saat anak sakit.
ADVERTISEMENT
“Jadi kalau misalnya dia sakit, aku lebay dan nggak bisa ngurusin dia sendiri. Harus apa-apa langsung ke mamaku. ‘Mama, ini kenapa ya?’ Padahal anakku cuma flu-batuk aja, tapi aku setakut itu, nggak tahu kenapa,” ujarnya.
Meski demikian, ia selalu berusaha agar kondisinya itu tak mempengaruhi pengasuhan terhadap Zehan. Setiap kali merasa kondisinya tak baik-baik saja, ia selalu menjauh dari sang anak.
“Biasanya sih aku keluar dari tempat di mana ada Zehan. Kalau Zehan ada di kamar, aku keluar dari situ. Jadi jangan sampai Zehan melihat,” katanya.
Biasanya ia pergi ke teras, berdiam diri hingga merasa tenang. Setelah merasa emosinya lebih stabil, ia kembali lagi ke dalam rumah dan bermain dengan Zehan.
ADVERTISEMENT
Untuk mempererat bonding dengan sang anak, Opi kerap menghabiskan waktu berdua di akhir pekan, sebab pada hari kerja ia jarang bertemu anak. Setiap ia berangkat, Zehan belum bangun, dan saat pulang kerja, Zehan sudah tidur.
Biasanya ia mengajak sang anak ke taman bermain, kebun binatang, bermain bola, atau berenang. Tak jarang mereka juga bernyanyi dan menari bersama.
“Momen favorit aku sama Zehan, kalau kita lagi nyanyi-nyanyi bareng, karena Zehan suka banget nyanyi, suka banget dancing,” kata Opi. “Aku melihat dia happy banget main sama ibunya, dia kayak meluapkan apa yang dia suka, dia happy banget ketika dancing sama nyanyi,” imbuh ibu yang tinggal di Depok ini.

Kondisi Mental Tak Pengaruhi Kasih Sayang pada Anak

Opi menyebut, kondisi mentalnya yang terganggu itu tak mempengaruhi pengasuhan terhadap anak. Kasih sayangnya pada Zehan tak berkurang sedikit pun meski ia memiliki masalah dalam dirinya.
ADVERTISEMENT
“Dua kali keguguran itu enggak berdampak pada Zehan, ya. Jadi kasih sayang aku ke Zehan sama, cinta aku, sayang aku sama Zehan juga ada, enggak terbayang-bayang dengan masa lalu aku,” ujarnya.
Bagi Opi, memiliki Zehan adalah kebahagiaan yang tak tertandingi. Apalagi ia melalui proses panjang yang tak mudah hingga putranya itu lahir. Ia berharap, sang anak selalu sehat dan bahagia.
“Aku cuma pengin Zehan sehat, happy, tumbuh jadi anak yang saleh, jadi laki-laki yang bertanggung jawab, berakhlak,” kata Opi sambil terisak.
Tak lupa, ia mengucapkan terima kasih pada sang ibu dan suami yang selalu mendukungnya dalam kondisi seterpuruk apa pun. Mereka lah yang membantu Opi untuk selalu bangkit mengatasi masalah mentalnya itu.
ADVERTISEMENT
Opi juga berterima kasih pada dirinya sendiri yang telah mampu melalui semua perjuangan selama ini. “Makasih sudah jadi Opi yang hebat. Semua akan baik-baik saja, semua akan indah pada waktunya,” kata Opi.
Ia berharap, para ibu lain di luar sana yang sedang berjuang dengan hal serupa untuk tetap semangat. “Kalian ibu yang hebat. Jangan khawatir, semuanya pasti bisa dilalui karena semua ibu-ibu di dunia itu hebat,” tutup Opi.