Cerita Ibu: Jadi Single Mom, Saya Takut Tak Bisa Bersamai Anak hingga Dewasa

26 Februari 2025 18:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sagita Ajeng. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sagita Ajeng. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Ajeng mengaku, menjadi ibu tunggal atau single mom bukanlah hal yang mudah. Apalagi saat bercerai dengan mantan suami, anaknya saat itu baru berumur 5 tahun.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, ibu satu anak ini tak pernah menyesali keputusan tersebut, karena ia yakin itulah yang terbaik untuk semua pihak, termasuk bagi anaknya.
“Ini adalah masa di mana saya harus beradaptasi dari segi emosional, finansial dan juga secara lingkungan,” kata Ajeng dalam program Cerita Ibu kumparanMOM beberapa waktu lalu.
Namun dengan dukungan dari keluarga terdekat dan sahabat-sahabatnya, Ajeng mampu melalui semua itu dalam 7 tahun terakhir ini. Bahkan menurutnya, ia dan putri tunggalnya, Gadis, justru punya bonding atau ikatan emosional yang lebih kuat. Beruntung lingkungan kerjanya juga mendukung, sehingga ia bisa tetap ‘hadir’ untuk Gadis sambil juga bekerja demi memenuhi kebutuhan finansial mereka.
Tak heran, saat Ajeng merasa stres, Gadis pun bisa memahaminya dan memberi ruang Ajeng untuk sendiri tanpa diganggu. Bahkan sering kali sebelum ia memberi tahu, Gadis sudah memeluknya terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
“Sampai sekarang berasa, sih, kalau misalnya saya sudah mulai emosi, ‘Mam, do you need a hug?’ Saya langsung dipeluk,” kata Ajeng sambil meneteskan air mata.
Salah satu momen terberat yang Ajeng alami adalah saat ia harus dirawat di rumah sakit karena gangguan kesehatan di perut. Ajeng harus opname selama 8 hari setelah operasi, dan itu adalah momen pertama kali Gadis tidak tidur dengan ibunya. Sebab sebelumnya jika harus bertugas ke luar kota sekalipun, ia selalu membawa Gadis untuk turut serta.
“Itu adalah momen paling struggling. Tapi di situ saya menenangkan diri, menenangkan anak saya. Setiap hari kita video call, ‘Mamam harus recovery dulu ya, nanti setelah Mamam sehat kita bisa bareng lagi’,” tutur Ajeng.
ADVERTISEMENT
Momen itu mengingatkan Ajeng pada kekhawatiran terbesarnya sebagai ibu tunggal dari anak semata wayangnya. Ia khawatir tidak bisa menemani anaknya hingga dewasa.
"Doa saya sama Allah itu adalah selalu, 'Ya Allah, tolong jaga anak saya, ketika mereka menjadi perempuan dewasa, di manapun mereka berada, dengan siapapun mereka berada, mereka menjadi perempuan yang cerdas," imbuh perempuan lulusan Universitas Indonesia ini.

Nilai-nilai yang Ditanamkan pada Anak

Ajeng percaya, attitude adalah hal yang paling penting dan selalu ia tanamkan pada anak. Apalagi anaknya perempuan, menurutnya attitude adalah nomor satu dan harus diprioritaskan ketimbang hal-hal yang bersifat akademik.
Tak hanya di rumah, di sekolah pun ia selalu menanyakan tentang attitude anaknya itu pada guru.
ADVERTISEMENT
“Saya juga selalu rutin mengajak ngobrol guru-guru di sekolah anak saya, buat tolong utamakan attitude itu. Apakah sopan, apakah bisa teamwork, apakah empati sama teman-temannya, gitu,” kata perempuan yang tinggal di Depok, Jawa Barat, ini.
Selain itu, ia juga selalu menanamkan pada anaknya bahwa perempuan bisa menjadi apa saja sesuai kemampuan dan minatnya. Semangat itu jugalah yang ia sebarkan pada para ibu lain yang juga menjadi ibu tunggal atau single mom, sehingga ia bergabung di komunitas Single Moms Indonesia.
Ajeng mengaku, awalnya ia bergabung di komunitas tersebut hanya coba-coba saja.Saat itu proses perceraiannya belum inkrah. Lama-kelamaan ia tertarik dengan program-program komunitas tersebut sehingga memutuskan menjadi anggota.
“Saya melihat programnya seru, empowering, mendukung ibu tunggal, tidak cuma arisan sosialita gosip-gosip gitu,” katanya.
ADVERTISEMENT
Kini tak hanya menjadi anggota, Ajeng menjadi bagian dari pengurus inti di komunitas tersebut. Mereka tak hanya memberikan dukungan bagi para ibu tunggal, tapi juga membuat program, proyek, hingga workshop, dan anggotanya sudah mencapai 11.000 orang.