Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Cerita Ibu: Kisah Raden Prisya Mengalami Depresi hingga Anak Speech Delay
15 Juni 2024 17:48 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Tak pernah terbayangkan dalam hidup Raden Prisya sebelumnya bahwa ia akan menjadi seorang mindfulness practitioner setelah menjadi ibu . Apalagi latar belakang pendidikan Prisya sebelumnya di bidang desain interior.
ADVERTISEMENT
Prisya bercerita, semua ini tak mungkin terjadi jika motivasinya bukan anak. Hal itu bermula saat ia mengalami depresi postpartum yang awalnya tidak dia sadari. Saat itu Prisya baru memiliki 2 anak yang lahir berdekatan, yakni tahun 2012 dan 2014.
"Depresi ini tidak berarti saya hanya diam aja di kamar dan nggak ngapa ngapain, tapi saya masih bisa berfungsi. Saya masih bisa melakukan kegiatan-kegiatan, tapi ada waktunya di mana emosi saya sangat tidak terkendali," tutur Raden Prisya dalam program Cerita Ibu kumparanMOM beberapa waktu lalu.
Belakangan Prisya menyadari, depresi postpartum yang ia alami terjadi karena ia kesulitan menghadapi perasaannya sendiri. Saat itu ia selalu memendam perasaan tanpa mengolahnya sehingga justru berdampak pada anak. Ya Moms, anak sulung Prisya yang kala itu berusia 3 tahun didiagnosis mengalami speech delay dan masalah sensori.
ADVERTISEMENT
Kondisi itu membuatnya syok. Prisya lantas meninggalkan usaha konveksi yang sudah ia bangun demi bisa fokus mengasuh anak.
"Waktu itu saya sadar bahwa apa pun yang terjadi, yang perlu saya hadapi pertama adalah anak saya dulu. Karena dulu saya takut sama anak," katanya.
Bahkan, jika ia sedang bepergian bersama suami, ia meminta sang suami menelepon ke rumah untuk mengobrol dengan anak. Sebab ia khawatir saat berinteraksi dengan anak, emosinya akan meledak lagi dan ia melakukan kesalahan lagi.
"Saat saya belajar menghadapi anak saya, saya menghadapi diri saya sendiri, dan di situlah saya mulai belajar mindfulness," katanya.
Prisya menyebut, dulu ia sangat ambisius dan terbiasa dengan kesempurnaan. Saat awal jadi ibu pun, ia selalu berusaha 'sempurna' sehingga saat ada kesalahan sedikit saja, ia tak bisa terima.
ADVERTISEMENT
"Saat anak saya itu membuat saya sadar bahwa saya adalah manusia biasa dan tidak bisa selamanya menjadi super woman, di situlah akhirnya saya takut dan takut ini juga saya hindari bertahun-tahun," kata perempuan pemilik restoran Hiraku Sushi ini.
Awal Mula Menyadari Punya Masalah Mental
Prisya mengaku mulai menyadari bahwa ada yang tidak beres dengan dirinya sendiri pada 2016 setelah selesai menyusui. Kala itu ia diajak ibunya berlibur selama 9 hari tanpa anak, karena ibunya merasa ada yang tidak beres dengan Prisya sejak memiliki anak. Itu adalah pertama kalinya ia berpisah lama dengan kedua anak laki-lakinya tersebut.
"Di situ akhirnya saya sadar bahwa kalau ternyata memang ada sesuatu yang saya baru lihat sekarang, yang baru saya sadari dari diri saya. Ini ternyata tuh nggak beres," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Sejak menyadari ada yang salah dengan dirinya, Prisya mulai mendalami seputar pendidikan anak usia dini. Tak tanggung-tanggung, ia langsung nyemplung jadi asisten guru TK di sekolah anaknya. Dengan menjadi guru TK di sekolah anaknya, ia jadi bisa lebih memantau perkembangan mereka.
"Tapi akhirnya pada saat saya mempelajari ini, saya sadar bahwa enggak mungkin ibu ini bisa sadar menjadi ibu atau ayah bisa sadar menjadi ayah kalau mereka masih sibuk sama dirinya sendiri,"
Itulah yang membuatnya memutuskan mempelajari mindfulness. Ia kemudian mencari tahu apa yang membuatnya tidak bisa mengaplikasikan ilmu parenting yang ia pelajari.
Prisya kemudian dipertemukan dengan para praktisi mindfulness yang membuat ilmunya semakin kaya. Ia lantas mengambil sertifikasi di Amerika secara online dari rumah. Karena mulai kewalahan mengurus anak sambil belajar, akhirnya suami Prisya memutuskan resign dari kantor.
ADVERTISEMENT
Ternyata kondisi itu justru jadi pembuka jalan baru bagi Prisya dan suami. Mereka akhirnya mendirikan Mind Revive, konsultan pendidikan, individu, komunitas, hingga corporate, hingga saat ini.