Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Cerita Ibu: Lulusan S2 UCL London yang Sempat Jadi Guru SD Negeri
22 Februari 2025 17:41 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Galih Sulistyaningra sempat viral beberapa waktu lalu sebagai perempuan lulusan University College (UCL) London – kampus nomor 9 terbaik dunia–, yang memilih mengabdikan diri sebagai guru SD negeri. Dedikasinya sebagai guru begitu besar. Ia tak hanya mengajar materi pelajaran, tapi juga nilai-nilai sosial-emosional.
ADVERTISEMENT
Dalam video yang viral, Galih mengenalkan pada murid-muridnya di SDN Petojo Utara, Jakarta Pusat, tentang jenis-jenis kekerasan dan mempraktikkan contohnya. Kekerasan yang dimaksud meliputi kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan kekerasan verbal. Selain itu, Galih juga kerap mengajar dengan menggunakan berbagai media yang menarik sehingga tidak membosankan dan meningkatkan keterlibatan anak di kelas.
Alasan Mengabdi di SD Negeri
Sebelum melanjutkan S2 di London, Galih yang merupakan lulusan Pendidikan Guru SD (PGSD) ini sempat mengajar di sekolah elit. Namun setelah lulus S2 ia justru mendaftarkan diri sebagai PNS untuk mengajar di sekolah negeri, karena melihat tingginya ketimpangan pendidikan di Indonesia.
“Pengalaman ngajar sekolah-sekolah elit itu ternyata menyadarkanku bahwa ketimpangan pendidikan tuh sebegitu besar, dan kayaknya kalau mau berkarya jadi apa pun itu baik misalnya pembuat kebijakan atau inisiator-inisiator lainnya dalam pendidikan, perlu punya pengalaman lapangan dulu sih,” kata Galih dalam program Cerita Ibu kumparanMOM.
ADVERTISEMENT
Galih juga merasa, pengalaman lapangan yang paling kredibel adalah ketika terjun langsung ke sekolah negeri. Sebab menurutnya sekolah negeri lah yang mencerminkan anak-anak Indonesia dari berbagai latar belakang seperti terutama sosial dan ekonomi. Selain itu, Galih juga berharap dapat menghapus stigma guru SD yang dicitrakan kurang berkualitas jadi lebih berkualitas.
“Aku selalu percaya kualitas pendidikan bangsa itu mulainya sebenarnya dari guru dulu,” katanya.
Harus Resign Setelah 4 Tahun Jadi Guru SD Negeri
November 2024 Galih resmi mengundurkan diri sebagai PNS dan guru SD negeri. Alasan utamanya adalah agar ia bisa lebih fleksibel mengasuh anaknya yang masih balita. Sebab menjadi guru SD negeri memang sangat menyita waktu. Ia harus berangkat sekitar pukul 05.30 WIB setiap pagi, saat anaknya belum bangun. Belum lagi ada banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum mengajar di kelas, dan banyak laporan yang harus dikerjakan sebagai guru PNS.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, anaknya, Aruna, butuh perhatian khusus karena sempat mengalami malnutrisi. Galih bercerita, saat masih ASI eksklusif, ada periode Aruna hanya mau minum susu jika langsung dari payudara ibunya. Ia menolak minum ASI yang rutin diperah Galihmeski diberikan dengan berbagai cara. Dampaknya, Aruna sempat mengalami malnutrisi dan harus dipasang selang NGT.
Sejak saat itu, perjalanan tumbuh kembang Aruna menghadapi banyak tantangan. Galih dan suami telah melakukan berbagai upaya agar pekerjaan tetap berjalan dengan baik dan pendampingan pada Aruna tetap optimal. Namun 2 tahun berselang situasinya tak kunjung membaik.
“Jadi ya akhirnya memang harus ada hal-hal yang kemudian direlakan sih,” tuturnya.
Beberapa bulan setelah resign, Galih merasakan perubahan cukup signifikan yang terjadi pada Aruna. Kini putri semata wayangnya itu sudah makan lebih lahap, meski masih harus suntik hormon pertumbuhan hingga umur 7 tahun.
ADVERTISEMENT
Membuat Paltform Edukasi Smartick
Punya waktu yang lebih fleksibel membuat Galih juga semakin punya kesempatan untuk mengembangkan passionnya di bidang pendidikan. Kini ia dan beberapa temannya mengembangkan platform edukasi berbasis literasi-numerasi bernama Smartick.
Galih menyebut, alih-alih menggunakan kata ‘matematika’ ia dan teman-temannya lebih memilih kata literasi dan numerasi, agar masyarakat lebih paham bahwa matematika itu tak melulu tentang angka. Seperti mencocokkan benda, bentuk, mengklasifikasikan pola, itu termasuk dalam dasar-dasar matematika.
“Kami merasa matematika itu bisa jadi kunci untuk anak-anak lebih mampu atau lebih menguasai kemampuan-kemampuan lain yang berhubungan sama kehidupannya dia,” tuturnya.
Seperti ketika anak bisa lebih disiplin, ada hubungannya dengan matematika. Ketika anak lebih bijaksana dalam mengatur keuangan, lebih bisa menghargai waktu, semua itu berkaitan dengan matematika.
ADVERTISEMENT
Di akhir Februari nanti, platform Smartick ini rencananya sudah mulai bisa diakses secara umum. Wah, menarik ya, Moms!