Cerita Ibu: yang Berat dari Memiliki Anak Down Syndrome adalah Omongan Orang

3 Juli 2024 20:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cerita Ibu - Syadza Nabilah Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Cerita Ibu - Syadza Nabilah Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tak ada yang aneh dari kehamilan kedua Syadza Nabilah. Semuanya berjalan lancar, ibu dan bayi di dalam kandungan sama-sama sehat. Syadza juga rutin kontrol ke dokter setiap bulan.
ADVERTISEMENT
Tapi saat Zavier, anak keduanya itu lahir, Syadza merasa ada yang aneh. Meski dokter menyebut anak laki-lakinya itu sehat dan memiliki organ fisik yang lengkap, Syadza merasa ada yang mengganjal di hatinya. Ia merasa familiar dengan wajah Zavier, seperti wajah anak dengan down syndrome.
Ya, ibu 2 anak ini mengaku familiar dengan tipe wajah down syndrome karena entah kenapa saat trimester akhir kehamilan, FYP di TikToknya selalu terkait anak-anak down syndrome. Sehingga tipikal wajah mereka sangat menempel di kepala Syadza.
“Ternyata benar, setelah dicek lagi sama dokter, Zavier didiagnosis down syndrome,” kata Syadza dalam program Cerita Ibu kumparanMOM beberapa waktu lalu.
Awalnya, perempuan yang akrab disapa Syabil ini mengaku tegar, karena justru dialah yang pertama kali menyadari bahwa putranya memiliki down syndrome. Tapi sayangnya, di momen-momen krusial saat itu, ucapan dokter justru membuatnya kecewa, hingga membuat mentalnya down.
ADVERTISEMENT
“Ketika aku tanya, ‘Di mana ya dok, tempat terapi yang bagus untuk anak down syndrome?’ Dokternya justru jawabnya ‘Mau diterapi kayak apa pun juga, anak down syndrome akan tetap down syndrome gitu aja, Bu’. Nah itu yang bikin saya nangis,” ujarnya.
Di momen yang tidak mudah itu, Syabil berusaha menguatkan diri sendiri Ia merasa orang lain tak akan bisa merasakan apa yang ia alami. Kondisi ini membuat ASI-nya tidak keluar hingga Zavier kuning dan harus dirawat di NICU.
Setelah 3 hari dirawat di NICU, Zavier akhirnya diperbolehkan pulang. Namun belum lama dirawat di rumah, ia harus kembali masuk NICU karena sesak. Ternyata setelah diperiksa, Zavier mengalami kebocoran jantung yang jenisnya PFO atau ringan.
ADVERTISEMENT
“Kata dokter, asal nutrisinya tercukupi, kebocoran jantungnya bisa nutup sendiri,” ujar ibu asal Jakarta Timur ini.

Beratnya Momen Perceraian

Cerita Ibu - Syadza Nabilah Foto: Dok. Pribadi
Di tengah perjuangan merawat Zavier, ia harus menghadapi masalah rumah tangga yang membuatnya memutuskan bercerai dengan suami. Menurut Syadza, konflik antara ia dan suami yang terjadi sejak kehamilan sudah tak bisa diperbaiki lagi.
“Mulai pisah rumah November, resmi pisah Januari 2024,” katanya.
Syabil mengaku, menjadi single mom bukanlah perjuangan yang mudah. Sebab kini tanggung jawab soal pengasuhan maupun finansial, sepenuhnya ada di tangannya. Meski di sisi lain ia merasa lebih lega dan ‘pergerakannya’ juga jadi lebih leluasa.
“Nggak ada (co-parenting), semua aku sendiri sekarang,” katanya.
Cerita Ibu - Syadza Nabilah Foto: Dok. Pribadi
Tak pelak, situasi ini membuat mentalnya terganggu. Ia jadi mudah marah dan imbasnya ke orang terdekat, termasuk anak. Syabil yang sebelumnya tidak pernah melakukan kekerasan fisik pada anak, belakangan jadi kelepasan mencubit saat kesal. Beruntung ia menyadari ada yang salah dengan dirinya sehingga ia memutuskan untuk konsultasi dengan psikiater.
ADVERTISEMENT
“Aku didiagnosis anxiety dan harus rutin minum obat selama 4 bulan,” ujar Syabil.
Cerita Ibu - Syadza Nabilah Foto: Dok. Pribadi
Kini ia mengaku sudah lepas dari obat dan emosinya pun lebih terkendali. Jika si sulung, Zahira, rewel, ia bisa menghadapinya dengan lebih tenang. Dengan begitu, anaknya pun jadi lebih mudah diberi pengertian.

Anak Down Syndrome Punya Hak yang Sama

Syabil mengaku sering menerima hujatan dari postingannya di sosial media terkait kondisi sang anak. Ada saja orang yang mempertanyakan, bahkan menyalahkan ibunya karena anaknya terlahir down syndrome.
Kondisi ini justru membuatnya semakin bertekad kuat untuk terus membagikan aktivitasnya mengasuh anak down syndrome di media sosial. Sehingga semakin banyak orang yang paham bahwa anak yang terlahir down syndrome bukan karena kesalahan orang tuanya. Selain itu, anak down syndrome juga punya hak yang sama dalam hal apa pun, seperti anak lain pada umumnya.
ADVERTISEMENT