DBD di RI Capai 10 Ribu Kasus di Awal 2025, Waspadai Puncaknya hingga Maret

21 Februari 2025 12:48 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Ilustrasi nyamuk Aedes aegypti, vektor demam berdarah dengue. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi nyamuk Aedes aegypti, vektor demam berdarah dengue. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi salah satu penyakit yang cenderung mengalami peningkatan kasus di pertengahan musim hujan. Sebab, meningkatnya curah hujan berarti bisa memperbanyak tempat-tempat nyamuk untuk berkembang biak.
ADVERTISEMENT
Di awal tahun 2025 saja, data Kemenkes per 15 Februari 2025, tercatat sudah ada 10.752 kasus DBD dengan 48 kematian.
"Tahun 2025 sampai 16 Februari sudah sampai 10.752 [kasus] dengan Incidence Rate 3,79/100.000 orang. Kematiannya di angka 48," ucap Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, dr. Ina Agustina Isturini, MKM, dalam webinar 'Sosialisasi SE Kewaspadaan Peningkatan Kasus dan KLB Demam Berdarah Dengue & Chikungunya Tahun 2025' seperti dilihat dari YouTube Kemenkes, Kamis (20/2).⁠
dr. Ina juga membeberkan kasus DBD sepanjang tahun 2024 yang hampir mencapai 250 ribu kasus. Dari jumlah tersebut, dilaporkan ada sekitar 11 ribu kasus kematian, dari 488 kabupaten/kota di 36 provinsi di Indonesia.

Waspadai Puncak Kasus Demam Berdarah Dengue!

Masyarakat diminta berhati-hati karena biasanya kasus DBD akan mengalami kenaikan yang cukup signifikan hingga akhir tahun. Sementara itu, puncak kasusnya biasanya masih akan berlangsung di awal tahun, seperti Januari, Februari, hingga Maret.
ADVERTISEMENT
"Keliatan dengue pada trennya tahun ke tahun, bertahun-tahun yang lalu, dari 2016 itu biasanya pada akhir tahun akan mengalami kenaikan sampai Maret. Akhir tahun turun, Oktober hingga Desember, naik lagi dan puncaknya biasanya Januari hingga Maret. Makanya kita harus siap siaga," tegas dr. Ina.
dr. Ina juga mengingatkan agar tidak menyepelekan gejala demam, dan patut mencurigai demam yang dialami bisa mengarah kepada dengue.
Sebab, berdasarkan hasil epidemiologi dalam memetakan kasus DBD, kasus kematian terjadi karena pasien yang sakit terlambat dibawa ke fasilitas kesehatan. Karena dikira, demam yang dialami biasa aja dan tidak mendapat penanganan yang tepat.
Ada juga yang masih menganggap demam turun berarti kondisi sudah membaik. Padahal, pasien bisa jadi sedang berada pada fase kritis (critical phase), yang seakan mengira sudah sembuh, padahal pasien sedang memasuki masa paling berbahaya karena komplikasi dapat mengancam nyawa.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, tenaga kesehatan pun diminta lebih waspada dengan gejala demam, sekalipun badannya terlihat masih sehat.
"Semua kasus demam harus curiga ke arah dengue juga, diperiksa oleh tenaga medis. Kalau ke arah dengue, kemudian diharapkan kelompok rentan jadi bisa dirujuk, jadi perlu berhati-hati. Untuk pasien yang sehat juga harus dipantau," tutupnya