Dokter: Campak Sangat Menular dan Bahaya, 1 Pasien Bisa Tularkan ke 17-18 Orang!

11 Maret 2023 11:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Campak. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Campak. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Selain difteri, saat ini sejumlah daerah di Indonesia juga menetapkan Kasus Luar Biasa (KLB) Campak. Menurut ahli infeksi tropik IDAI dr Anggraini Alam Sp.A(K), campak adalah salah satu penyakit paling menular di dunia, bahkan lebih berbahaya dari COVID-19, lho!
ADVERTISEMENT
“Campak itu dari 1 (pasien) bisa menularkan paling banyak 17-18 individu lainnya. Bukan main sangat menular. Yang namanya campak itu adalah virus yang paling menular dari semua bahkan dibandingkan COVID-19 Omicron yang kita kenal sekarang,” ujar dr Anggi, sapaan akrab Anggraini, dalam media briefing bersama IDAI, Jumat (10/3).
Oleh karena itu, ketika muncul 1 kasus campak saja, wilayah tersebut langsung dinyatakan KLB Campak. Apalagi selama pandemi cakupan vaksinasi rendah, sehingga banyak anak yang belum diimunisasi MR/MMR.
“Terkait dengan campak dan difteri sudah diingatkan oleh Pak Tedros WHO (Dirjen WHO Tedros Adanom Ghebreyesus), bahwa begitu kita hentikan vaksinasi walaupun kita bersih terjamin sanitasi air, ekonomi bahkan baik misalnya, ya tetap saja kalau tidak diimunisasi munculnya berbagai penyakit pembuka pintu biasanya adalah campak,” ujar dr Anggi.
ADVERTISEMENT
Ya Moms, menurut dr Anggi, penularan campak bahkan sudah dimulai sejak 4 hari sebelum muncul ruam merah di kulit, sampai ruamnya memudar. “Artinya penularannya sangat panjang dan bukan main, bisa via udara melalui kita bicara, bersin, batuk. Kepada siapa? Kepada yang rentan,” kata dokter yang juga menjabat sebagai Ketua Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI ini.
Saat ini jumlah kasus campak di Papua Tengah sudah mencapai 83 orang dan 15 di antaranya meninggal dunia. Menurut dr Anggi, ini merupakan fenomena gunung es karena jumlah kasus sesungguhnya kemungkinan lebih banyak hanya saja tidak melapor karena mungkin gejalanya ringan. Padahal se-ringan apa pun gejalanya ia tetap menularkan pada yang lain.
ADVERTISEMENT
Selain di Papua, KLB Campak juga terjadi di Pulau Jawa, seperti Banten, Jawa Barat, Bandung Barat, Jawa Timur. Semua wilayah tersebut penyebabnya sama, yakni karena cakupan vaksinasi rendah. Padahal vaksinasi campak idealnya mencapai 95 persen dari target. Semakin mendekat pada 100 persen semakin baik karena tingginya penularan penyakit itu.

Kasus Campak di Jakarta

Ilustrasi anak campak. Foto: Shutter Stock
“Jakarta ini menempati urutan ke-6 dari kasus campak. Dokter spesialis anak juga mendapatkan banyak pasien dari campak ini. Dia ini seperti pembuka pintu dari penyakit-penyakit lain yang bisa dicegah dengan imunisasi gratis dari pemerintah,” kata dokter yang pratik di RS Advent Bandung tersebut.
Campak paling banyak menyerang balita, khususnya anak 1 tahun ke bawah. Meski demikian, bisa juga orang dewasa tertular campak jika belum pernah vaksin MR/MMR dan bahkan bisa menimbulkan komplikasi.
ADVERTISEMENT

Bahaya Campak

Mengutip laman IDAI, komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi telinga yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran, serta diare (1 dari 10 anak). Beberapa dapat mengalami komplikasi berat berupa pneumonia (1 dari 20 anak) yang merupakan penyebab kematian tersering pada campak, dan ensefalitis (1 dari 1.000 anak) yang dapat berakhir dengan kematian. Setiap 1.000 anak yang menderita campak, 1 atau 2 di antaranya meninggal dunia.
Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE) merupakan komplikasi yang sangat jarang, tetapi merupakan penyakit sistem saraf pusat yang fatal akibat infeksi virus campak yang diderita pada saat kanak-kanak. SSPE umumnya terjadi 7-10 tahun setelah seseorang menderita campak, walaupun telah sembuh. Risiko SSPE lebih besar pada anak yang menderita campak pada usia kurang dari 2 tahun. Campak juga dapat menyebabkan ibu hamil melahirkan sebelum waktunya, atau melahirkan bayi dan berat lahir rendah.
Petugas menyuntikkan vaksin campak rubella kepada seorang anak dalam Bulan Imuniasi Anak Nasional (BIAN) di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) III Tanah Abang, Jakarta, Kamis (4/8/2022). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
“SSPE itu dulu dia kena campak, kemudian menetap. Pada saat sekolah yang tadi anaknya belajar biasa mungkin kemampuan mengingatnya turun, kemudian yang tadinya masih bisa pegang bolpoinnya tiba-tiba jatuh, muncul gerakan-gerakan yang tidak bisa ditahan. Kemudian akhirnya badannya juga bergerak karena kesadarannya makin turun. Pada akhirnya bisa tidak sadar bisa bergerak terus tidak bisa apa-apa untuk akhirnya meninggal dan semua tidak ada obatnya,” ujar dr Anggi.
ADVERTISEMENT
Belum lagi, kata dr Anggi, jika tubuh menjadi lupa semua terhadap antibodi. Artinya dia menjadi sangat rentan karena kekebalan tubuhnya terhadap penyakit apa pun jadi menurun drastis bahkan hilang.
“Untuk mengatasi campak maupun difteri apabila sudah KLB, kita harus adakan Outbreak Response Immunization (ORI). Artinya di daerah tersebut seharusnya sekabupaten diberikan imunisasi. Ke siapa saja? tergantung dari usia terkecil yang terkena campak dan atau difteri itu sampai usia terbesar di tempat tersebut untuk yang mengalami campak atau difteri,” urainya.
Oleh karena itu Moms, dr Anggi menekankan pentingnya vaksinasi untuk mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya, terutama campak dan difteri. Semua vaksin untuk penyakit tersebut dapat didapat dengan mudah dan gratis. Sebab tanpa vaksinasi, mustahil mengendalikan KLB Campak, apalagi komplikasi dari penyakit tersebut belum ada obatnya.
ADVERTISEMENT