Dokter: Hamil di Bawah Usia 21 Tahun Bisa Sebabkan Kelahiran Prematur dan Anemia

2 Maret 2023 18:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi bayi prematur. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bayi prematur. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Upaya menurunkan angka kematian ibu dan anak, serta penanggulangan stunting masih menjadi masalah kesehatan nasional yang sampai saat ini belum tuntas. Bahkan, jumlah kematian ibu meningkat sepanjang pandemi virus corona tiga tahun terakhir. Untuk itu, diperlukan penguatan ketahanan pelayanan kesehatan di Indonesia, terutama pelayanan kesehatan maternal neonatal, termasuk pelayanan kesehatan esensial.
ADVERTISEMENT
Bukan pada ibu saja, angka kematian bayi dan balita pun cukup tinggi. Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) mengatakan, angka kematian bayi dan balita di Indonesia masih jauh lebih tinggi dibanding negara-negara lain.
“Menanggapi tadi angka kematian bayi dan balita di kita (Indonesia) masih 2 digit angkanya, negara lain sudah 1 digit,” kata dr. Piprim dalam Pernyataan Sikap Ikatan Dokter Indonesia bersama 7 organisasi di bawahnya, Kamis (02/03).
Pernyataan IDI untuk Penurunan AKI dan Stunting. Foto: Nathasya Elvira/kumparan
Namun jika melihat datanya, sekitar 65 persen hasilnya masuk dalam kategori lain-lain, yang artinya tidak diketahui penyebabnya. Untuk mengetahui faktor yang ada di dalamnya, IDAI kerap melakukan audit kelahiran yang bekerja sama dengan beberapa stakeholder. Dengan begitu, para dokter bisa mengetahui penyebab dan tatalaksana yang perlu dilakukan.
ADVERTISEMENT
“Oleh karena itu, langkah pertama yang dilakukan adalah audit kelahiran, jadi lain-lainnya itu ketahuan apa, karena kalau kita ingin melakukan penanganan ini kenapa, dan lain-lain itu kan tidak jelas, kita sedang audit dengan kerja sama dengan beberapa stakeholder, ketika kita sudah tahu, tatalaksananya juga lebih terarah,” tambah dr. Piprim.

Menikah dan Hamil di Usia Remaja Bisa Sebabkan Prematuritas dan Anemia

com-Ilustrasi Pasangan Menikah Muda. Foto: Shutterstock
Menambahkan dr. Piprim, Ketua Penurunan Angka Kematian Ibu dan Stunting di Perhimpunan Obstetri Ginekolog Indonesia (POGI), Prof. Dr. dr. Dwiana Ocviyanti, SpOG(K), MPH, menjelaskan, usia rata-rata ibu baru di Indonesia adalah 21 tahun, dan hampir 10 persennya menikah di bawah usia 18 tahun. Menurutnya, kehamilan remaja merupakan salah satu penyumbang kasus kelahiran prematur.
ADVERTISEMENT
“Saat ini dari data sensus juga, ternyata ibu di Indonesia usianya 21 tahun, tapi hampir 10 persen yang meningkat di bawah usia 18 tahun, sedangkan kehamilan remaja itu merupakan salah satu penyebab prematuritas,” jelas Prof. Ocvi.
Ya Moms, sekitar 30 hingga 40 persen kehamilan ibu di usia muda berakhir dengan kelahiran prematur. Angka tersebut belum termasuk jika ibu hamil mengalami anemia, sementara persentase remaja mengalami anemia mencapai 20 persen. Itulah kenapa, persentase anemia pada ibu hamil mencapai 48,6 persen.
Ilustrasi ibu hamil anemia. Foto: Shutter Stock
“Belum lagi kalau ibu ini anemia juga, remaja ini di atas 20 persen anemianya, sehingga kalau dia hamil, jadi angka anemia pada ibu hamil kita itu 48,6 persen,” tambahnya.
Perlu dipahami, anemia turut berpengaruh pada pertumbuhan janin di dalam kandungan, salah satunya stunting. Selain itu ibu hamil yang mengalami anemia juga kesulitan kontraksi menjelang persalinan, plasentanya tidak keluar, hingga perdarahan yang bisa mengancam keselamatan ibu.
ADVERTISEMENT
Untuk mencegah hal tersebut, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) akan melakukan segala upaya dalam memperkuat pelayanan kesehatan dan didukung oleh tujuh organisasi lainnya, yaitu Perhimpunan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesi Indonesia (PERDATIN), Perhimpunan Kardiolog Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Gizi Klinik Indonesia (PDGKI), dan Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI).
“Untuk tercapainya optimalisasi pelayanan kesehatan serta penguatan pelayanan KIA diperlukan peran dan tanggung jawab bersama dalam kolaborasi antar profesi, kolaborasi antar fasilitas kesehatan, dan kolaborasi antar institusi,” tutup dr. Mochammad Hud Suhargono, Sp.OG, mewakili IDI.