Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Dokter: Rokok Elektrik Juga Bisa Bikin Paru-paru Bocor
10 Januari 2024 14:34 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Statista Consumer Insights merilis riset yang menyebut bahwa Indonesia adalah pengguna rokok elektrik tertinggi di dunia. Sejalan dengan riset tersebut, para peneliti dalam negeri juga menemukan banyak perokok tembakau yang beralih ke rokok elektrik .
ADVERTISEMENT
Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Prof Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), FAPSR, FISR, para perokok tembakau itu menganggap kandungan nikotin pada rokok elektrik lebih kecil. Sebagian lainnya beralih dari rokok tembakau ke rokok elektrik karena berusaha berhenti merokok secara bertahap. Temuan tersebut merupakan hasil riset yang dilakukan rekan-rekannya di Perhimpunan Dokter Paru Indonesia pada 2021.
"Dokter Samoedro dan tim menemukan bahwa mereka (masyarakat) berpikir bahwa kadar nikotinnya lebih rendah dan bisa dipakai untuk terapi berhenti merokok nikotin. Itu 76,7 persen (719 dari 937) itu alasan pertama," kata Prof Agus dalam media briefing Paparan hasil kajian dan studi klinis rokok elektronik di Indonesia, secara daring, Selasa (9/1).
Kemudian alasan kedua, para responden mengaku memilih rokok elektrik karena memiliki beragam pilihan rasa. Angkanya sebesar 17,2 persen atau 161 dari 937 responden. Perokok juga dapat menggunakan trik asap (3,4 persen). Terakhir, hanya sebagian kecil perokok elektrik yang beralasan mengikuti tren (1,7 persen).
ADVERTISEMENT
"Tapi yang paling tinggi berpindahnya karena alasan bisa dipakai untuk berhenti dari rokok konvensional. Sebanyak 76,7 persen," ujar Direktur Utama RSUP Persahabatan.
Rokok Elektrik Sama Bahayanya dengan Rokok Tembakau
Prof Agus menegaskan, rokok elektrik sebetulnya juga menyimpan banyak bahaya, mulai membuat kecanduan hingga menyebabkan kanker. Bahkan rokok elektrik juga memperbesar kemungkinan paru-paru bocor.
Paru bocor atau pneumotoraks ini pernah dialami seorang laki-laki berusia 23 tahun dengan keluhan sesak napas selama tiga hari, disertai batuk namun tidak mengalami demam, tidak berkeringat malam, serta tidak memiliki riwayat asma dan TB.
Prof Agus mengungkap, pasien ini adalah perokok konvensional selama 10 tahun lalu beralih ke rokok elektronik selama 1 tahun.
"Selama 10 tahun itu dia tidak pernah bocor parunya, kemudian pindah satu tahun pakai rokok elektronik, tiba-tiba sesak, kemudian di-rontgen, paru-parunya bocor, ada airnya," tutupnya.
ADVERTISEMENT