IDAI Dorong Pemerintah Atur Takaran Gula pada Makanan, Cegah Diabetes pada Anak

28 November 2024 15:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kebanyakan makan gula. Foto: vchal/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kebanyakan makan gula. Foto: vchal/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyarankan pemerintah kini mulai mengatur takaran gula dalam makanan dan minuman anak. Hal ini diharapkan bisa mencegah bertambahnya anak-anak yang mengalami penyakit tidak menular, salah satunya diabetes.
ADVERTISEMENT
Ya Moms, data IDAI sebelumnya mencatat terjadi peningkatan kasus diabetes sebanyak 70 kali lipat pada 2022, jika dibandingkan tahun 2010. IDAI mencatat dua kasus diabetes per 100 ribu anak.
Tren peningkatan kasus diabetes juga disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat, termasuk tingginya konsumsi gula pada pangan olahan maupun cepat saji.
Maka dari itu, Ketua Umum PP IDAI, dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) mendorong pemerintah untuk secara tegas membatasi peredaran makanan dan minuman tinggi gula. Termasuk mengatur pencantuman takaran gula pada setiap kemasan yang dapat dikonsumsi anak-anak.
"Saya kira sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian, sebagaimana pada bahaya rokok, terhadap bahaya gula ini," kata dr. Piprim dalam diskusi daring yang digelar IDAI, beberapa waktu lalu, seperti dikutip dari Antara.
ADVERTISEMENT
"Misalnya, memberi setiap minuman manis (kadar gulanya) setara dengan berapa sendok gula pasir," lanjut dia.
Menurut dr. Piprim, dengan mencantumkan takaran gula pada makanan dan minuman tersebut, maka bisa membantu meningkatkan perhatian orang tua terhadap kadar gula pada produk yang sehari-hari dikonsumsi si kecil. Sekaligus mencegah terjadinya diabetes pada anak yang mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.

Peredaran Gula Dianggap 'Tidak Berbahaya', Tidak Seperti Rokok

Biasakan membaca dengan teliti label pada kemasan jus buah yang hendak dibeli Foto: Shutterstock
Selain itu, dr. Piprim beranggapan bahwa selama ini peredaran makanan dan minuman tinggi gula relatif tidak dianggap berbahaya. Berbeda dengan cara pemerintah dalam membangun kesadaran tentang bahaya merokok.
"Kenapa gula ini begitu berbahaya? Karena gula tidak dianggap berbahaya. Berbeda dengan rokok, misalkan, rokok itu dianggap berbahaya karena ada tulisan 'rokok dapat membunuhmu'," kata Piprim.
ADVERTISEMENT
"Tapi kalau gula? Sampai saat ini kita belum melihat peringatan terhadap minuman atau makanan yang mengandung gula tinggi," imbuhnya.
dr. Piprim menjelaskan, makanan dan minuman yang dijual di pasaran saat ini sebagian besar mengandung gula atau pemanis buatan. Yang jika dikonsumsi terus-menerus bisa membahayakan kesehatan.
Kondisinya, bila anak-anak mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula atau karbohidrat cepat serap, maka kadar gula darah anak pun akan cepat melonjak dan menurun secara cepat juga.
"Inilah yang memicu anak menjadi cranky, lapar, mengamuk, dan akan reda bila diberikan gula lagi. Begitu terus, sehingga terjadi lingkaran setan, dan akhirnya anak menjadi adiksi, over-nutrisi, over-kalori, dan akhirnya terjadilah PTM seperti diabetes melitus, hipertensi, ginjal, dan lain sebagainya," tutup dia.
ADVERTISEMENT