IDAI: Imunisasi Bukan soal Medis, tapi Sinergikan Ilmu-Iman Menjaga Amanah Allah

10 April 2025 12:22 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K), Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K), Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K), mengungkapkan tantangan pelaksanaan imunisasi anak yang sampai saat ini masih berlangsung. Salah satu yang disorotinya adalah penolakan imunisasi anak terjadi karena alasan keagamaan hingga hoaks yang bermunculan, terutama di era media sosial saat ini.
ADVERTISEMENT
dr. Piprim menjelaskan, berbagai pesan yang beredar di aplikasi pesan singkat hingga media sosial --yang bahkan bukan informasi yang valid, termasuk soal imunisasi-- telanjur beredar dan bahkan lebih dipercaya oleh masyarakat.
Ia turut menyayangkan ada sejumlah tenaga kesehatan yang tidak memberikan penjelasan lengkap, atau memberikan respons yang kurang tepat atau langsung menghakimi ketika ada yang langsung menolak imunisasi pada anaknya.
Selain itu, dr. Piprim menyebut munculnya jargon bahwa semakin religius sebuah daerah, maka semakin tinggi penolakan terhadap vaksin yang dikarenakan berbagai keresahan. Antara lain, apakah vaksin untuk anaknya mengandung babi, kemudian prosesnya suci atau najis, hingga hukum imunisasi dalam Islam.
"Nah, ini sebetulnya tantangan komunikasi yang efektif bagi tenaga kesehatan. Jadi, masyarakat yang galau itu jangan dimusuhi, dihakimi, tapi dijelaskan dengan penuh kasih sayang dan penuh empati," ujar dr. Piprim dalam webinar bertajuk 'Imunisasi dalam Perspektif Islam untuk Kesejahteraan Masyarakat' di YouTube Kemenkes RI, Rabu (9/4).
Ilustrasi anak imunisasi. Foto: Shutter Stock
Tantangan lainnya, menurut dr. Piprim, adalah tenaga kesehatan yang pro-imunisasi kerap dianggap sebagai agen asing, yang membuat beberapa kalangan masyarakat tidak mendapat kepercayaan.
ADVERTISEMENT
"Tenaga kesehatan yang pro-imunisasi sering dianggap agen dari farmasi, agen asing. [Orang] lebih dipercaya pada hoaks daripada tenaga ahli. Tidak ada atau kurangnya jembatan antara ilmu medis dan ilmu agama atau ilmu fikih. Sehingga, perlu pendekatan yang lebih mengedepankan adab dan keadilan," ungkap dia.
"Imunisasi bukan hanya soal medis, tapi juga soal iman, nilai, dan kemaslahatan. Maka itulah, kita sebagai umat beragama apalagi yang muslim sebagai mayoritas di Indonesia kita perlu sinergikan ilmu dan iman untuk menjaga amanah Allah," lanjut dr. Piprim.

Menjawab Keraguan Imunisasi, Vaksin Haram Boleh Diberikan?

Menurut dr. Piprim, umumnya penolakan imunisasi dengan alasan keagamaan bukan karena orang tua tidak peduli, tetapi karena takut melanggar syariat. Ketakutannya terhadap syariat membuat beberapa orang tua jadi menolak pemberian imunisasi pada anak-anaknya.
Ilustrasi ayah menemani anak imunisasi. Foto: tigercat_lpg/Shutterstock
"Kemudian tidak semua daerah punya akses ulama yang paham medis. Ulama banyak, tapi ulama yang paham medis enggak banyak. Dokter yang paham fikih enggak banyak. Makanya harus disinkronisasi," tuturnya.
ADVERTISEMENT
dr. Piprim pun menekankan, Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia, bukanlah agama yang menolak ilmu. Tetapi, juga mendukung ikhtiar kesehatan, dan imunisasi adalah salah satu bentuk perlindungan terhadap nyawa.
Apalagi, Islam mendukung ikhtiar kesehatan, seperti menjaga jiwa (hifz al-nafs) yang salah satu tujuan utama syariat. Imunisasi juga dianggap sebagai upaya menjaga kehidupan, terutama anak-anak.
"Ini ada fatwa MUI, kalau dalam keadaan darurat membolehkan yang terlarang. Jadi, jika tidak ada vaksin halal atau kondisi darurat, maka boleh gunakan vaksin dengan unsur haram. Banyak vaksin kini telah dimurnikan, unsur haramnya tidak tersisa dalam bentuk akhir," kata dr. Piprim.
"Kesalahan umumnya, menganggap unsur haram otomatis haram tanpa melihat konteksnya itu sebuah kesalahan. Padahal, Islam fleksibel dan realistis dan selalu mempertimbangkan maslahat umat," tutup dia.
ADVERTISEMENT