IDI Dukung Susu Ikan: Sustainable, Praktis, Bergizi

13 September 2024 15:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pilih susu untuk anak. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pilih susu untuk anak. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Susu ikan ramai diperbincangkan karena disebut akan jadi produk yang masuk dalam program Makan Siang Bergizi dan Susu Gratis dari presiden terpilih Prabowo Subianto. Tapi banyak yang mempertanyakan gagasan tersebut.
ADVERTISEMENT
Mulai dari penggunaan kata susu yang dirasa kurang tepat, meragukan kesiapan industri, hingga mempertanyakan kenapa ikan harus diolah menjadi susu. Dokter yang juga ahli gizi masyarakat, dr. Tan Shot Yen, menilai ikan lebih baik dikonsumsi langsung ketimbang diolah sebagai susu. Apalagi, susu tergolong sebagai makanan ultraproses.
Tapi, apa kata Ikatan Dokter Indonesia (IDI) soal susu ikan ini?

Kata IDI soal Susu Ikan

Ilustrasi anak minum susu. Foto: Shutterstock
Ketua Komite Advokasi Percepatan Penurunan Stunting, Kesehatan Ibu-Anak dan SDG’s PB IDI, Prof dr. Agussalim Bukhari, M.Clin.Med., Ph.D, Sp.GK, Subsp.KM, menilai positif gagasan susu ikan. Menurutnya, susu atau minuman sari ikan ini cocok sebagai alternatif untuk meningkatkan gizi anak di Indonesia.
Agus mengatakan, untuk menyelesaikan masalah stunting dan kekurangan gizi anak Indonesia, perlu disediakan makanan yang sustainable dan prosesnya melibatkan pemberdayaan masyarakat. Nah salah satu caranya adalah dengan membuat makanan dalam bentuk susu atau bubuk.
ADVERTISEMENT
"Kenapa harus jadi produk susu? Memang paling gampang (praktis) yang diberikan adalah bentuk cair," kata Agus dalam webinar yang diselenggarakan IDI, Jumat (13/9).
Agus menilai tak masalah ikan dijadikan sebagai bahan baku dari susu atau minuman bergizi untuk produksi massal. Sebagai ahli gizi dan kesehatan masyarakat, ia justru menilai makanan yang segar atau fresh belum tentu yang terbaik.
"Tidak semua yang segar lebih bagus. Tentu kandungan vitamin dan mineralnya masih utuh, tapi kalau berkurang (zat gizinya) karena proses pengolahan, kan bisa ditambahkan," kata Agus.
Dokter yang juga Ketua Kolegium Ilmu Gizi Klinik Indonesia ini mencontohkan, di wilayah tempat tinggalnya di Makassar, banyak anak-anak yang tidak suka ikan karena amis. Padahal Makassar adalah daerah penghasil ikan. Oleh karena itu, baginya tak masalah ikan dibuat konsentrat --seperti susu atau minuman bergizi-- untuk menghilangkan rasa amisnya dan memudahkan pemberiannya pada anak dan ibu hamil yang jadi target pemberian Makan Bergizi Gratis ini.
ADVERTISEMENT
"Kalau dari segi protein, dengan pengolahan itu bisa dibikin konsentrat, artinya lebih tinggi daripada yang natural, karena dengan pengolahan, kan bisa ditambahkan. Sekarang teknologi farmasi sudah canggih," katanya.
Ilustrasi anak minum susu. Foto: Shutter Stock
Agus mengatakan, jika dibandingkan dengan susu sapi, nilai gizi pada susu ikan, sama baiknya. Apalagi ikan mengandung Omega 3 yang tidak dimiliki sapi. Meski, saat ini banyak produk susu sapi yang telah menambahkan kandungan Omega 3 melalui teknologi fortifikasi.
Di sisi lain, menurut Agus, proses pembuatan susu sapi tidaklah mudah. Untuk bisa diolah menjadi susu yang layak, sapi perlu perawatan dan peternakan khusus dengan biaya tinggi yang belum bisa terakomodir seluruhnya di Indonesia, sehingga harus impor.
Sementara dengan bahan baku ikan prosesnya lebih mudah dan murah. "Ikan lebih mudah, tinggal kita tangkap di perairan kita yang sangat besar karena kita negara maritim," kata pria yang juga Guru Besar Gizi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, ini.
ADVERTISEMENT