Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Ilmuwan Sebut Temukan Penyembuhan Mual dan Muntah Parah Selama Hamil, Apa Itu?
16 Desember 2023 11:30 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Tidak semua wanita menjalani kehamilan dengan begitu mudah. Ada yang harus menghadapi mual dan muntah di pagi hari, atau dikenal juga sebagai morning sickness.
ADVERTISEMENT
Namun, beberapa ibu hamil ada yang mengalami mual dan muntah ekstrem. Kondisi ini bisa disebut juga hiperemesis gravidarum. Pada ibu yang mengalaminya, mereka akan mengalami mual yang tidak kunjung hilang dan muntah parah yang menyebabkan dehidrasi berat. Sehingga, ibu hamil jadi tidak bisa menyimpan makanan dan minuman di tubuhnya.
Mengutip Healthline, gejala hiperemesis gravidarum biasanya dimulai dalam usia kehamilan enam minggu. Anda akan merasakan mual yang tak hilang-hilang, kemudian akan merasa lemas dan lelah yang berlangsung selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Dan bahkan mungkin Anda tidak dapat bekerja atau beraktivitas normal sehari-hari.
Bahkan, dalam kondisi yang parah, beberapa wanita mungkin memerlukan rawat inap, Moms.
Sekitar 1-3 dari 100 kehamilan diperkirakan mengalami hiperemesis gravidarum. Bahkan, beberapa ibu melaporkan mereka bisa mengalami sakit hingga 50 kali sehari selama kehamilan berlangsung.
ADVERTISEMENT
Inovasi untuk Mengatasi Hiperemesis Gravidarum pada Ibu Hamil
Dikutip dari BBC, baru-baru ini para ilmuwan telah menemukan mengapa beberapa wanita bisa menjadi sangat sakit selama kehamilan. Mereka pun kini sudah selangkah lebih dekat untuk mencari metode pengobatan yang mungkin bisa berhasil diterapkan.
Menurut sebuah penelitian, bayi yang sedang tumbuh berkembang menghasilkan hormon yang menyebabkan sakit parah pada beberapa ibu, yang disebut sebagai hiperemesis gravidarum.
"Semakin sensitif seorang ibu terhadap hormon itu, maka ia akan semakin sakit," kata Prof Sir Stephen O'Rahilly dari Cambridge University.
Maka dari itu, O'Rahilly dan rekan-rekannya mempelajari paparan hormon GDF15 menjelang kehamilan bisa menjadi metode pengobatan baru dalam mencegah terjadinya hiperemesis gravidarum.
"Mengetahui penyebabnya memberi kita petunjuk tentang bagaimana kita dapat mencegah hal ini terjadi," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Ya Moms, ini merupakan penelitian lanjutan oleh Cambridge University, setelah sebelumnya mereka sempat meneliti penyakit kehamilan yang mungkin berhubungan dengan hormon GDF15. Namun, pada waktu itu, para peneliti menilai hasil penelitiannya masih kurang.
Dan pada penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal Nature, mereka menemukan bahwa tingkat penyakit selama kehamilan ternyata berhubungan dengan jumlah hormon yang diproduksi di dalam rahim, maupun paparan yang didapatkan sebelum hamil.
Penelitian ini sendiri dilakukan ilmuwan Cambridge University dibantu oleh sejumlah peneliti di Skotlandia, Amerika Serikat, dan Sri Lanka. Mereka mempelajari wanita-wanita di Rosie Maternity Hospital, Cambridge, menemukan bahwa wanita dengan kadar hormon tubuh yang lebih rendah berisiko lebih besar terkena hiperemesis gravidarum. Rendahnya kadar hormon tersebut ternyata bisa dipengaruhi oleh varian genetik yang dimilikinya.
ADVERTISEMENT
Sementara wanita dengan thalasemia beta (kelainan darah genetik karena rantai beta pada hemoglobin rusak) justru bisa menghasilkan kadar hormon GDF15 yang sangat tinggi sebelum kehamilan. Sehingga, ia lebih berisiko kecil mengalami mual dan muntah.
"Mencegah hormon mengakses reseptor yang sangat spesifik di otak ibu diperkirakan dapat menjadi dasar bagi cara yang efektif dan aman untuk mengobati gangguan tersebut," jelas Prof Stephen yang juga Direktur Penyakit Metabolik Dewan Penelitian Medis di Cambridge University.
Temuan ini mendapat apresiasi dari Kepala Eksekutif Pregnancy Sickness Support, Charlotte Howden. Howden, --yang selama ini lembaganya mendukung wanita dengan hiperemesis gravidarum-- menilai masalah kesehatan ini masih kurang mendapat perhatian.
"Saya sangat berterima kasih atas dedikasi para peneliti, karena ini bukan bidang penelitian yang benar-benar diminati orang. Karena banyak yang berpikir, itu hanya mual di pagi hari, kenapa kita harus peduli?" tutup Howden.
ADVERTISEMENT
Ini tentunya menjadi kabar baik bagi para ibu yang memiliki riwayat mengalami hiperemesis gravidarum. Semoga hasil penelitiannya bisa segera diterapkan, ya!