Ironi Fatherless di Indonesia: Lekatnya Budaya Patriarki dan Dampak pada Anak

8 Juli 2023 11:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ayah dan anak perempuan. Foto: TimeImage Production/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ayah dan anak perempuan. Foto: TimeImage Production/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Fitri (27) sewaktu kecil cukup dekat dengan ayahnya. Namun, saat ia duduk di kelas enam SD, ayahnya tiba-tiba berubah sikap. Tiba-tiba, ayah Fitri jarang sekali menemaninya bermain atau bahkan sekadar mengajak ngobrol. Sebagai anak yang masih kecil, Fitri pun belum mengerti kenapa sang ayah begitu.
ADVERTISEMENT
"Baru sadar kalau aku fatherless sewaktu aku umur 24 tahun. Karena ayahku enggak pernah ajak aku ngomong, bahkan sekadar nanya tentang sehari-hari aja enggak pernah. Disitu lah aku merasa aku kehilangan figur seorang ayah. Karena dari komunikasi sudah tidak baik sejak aku kelas 6 SD," cerita Fitri kepada kumparanMOM.
Kesibukan ayahnya bekerja yang berangkat jam 07.00 dan baru pulang sekitar pukul 20.00 semakin membuat Fitri tidak bisa bertemu.
Cerita Fitri ini mungkin jadi satu dari sekian banyak orang yang kehilangan sosok ayah, dan tidak ikut terlibat dalam pengasuhan. Maka tidak heran, Indonesia dianggap sebagai salah satu negara yang tingkat fatherless-nya tinggi.
Salah satu yang membuat fenomena fatherless di Indonesia banyak terjadi adalah karena budaya patriarki. Di mana ibu yang dominan dalam pengasuhan anak, sementara pria atau ayah merasa cukup untuk mencari nafkah saja bagi keluarga tanpa harus hadir untuk mendukung tumbuh kembang anak.
ADVERTISEMENT
“Ayah merasa dengan mencari nafkah saja sudah mencukupi perannya di dalam kehidupan anak. Padahal kalau dilihat sebetulnya ayah yang kurang dekat dengan anak juga akan kehilangan momen untuk menjalin bonding dengan anak yang nanti akan dibutuhkan ayah di masa tuanya,” jelas Psikolog Anak dan Remaja, Vera Itabiliana, S.Psi., Psikolog, pada kumparanMOM (7/7).
Mengutip laman resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, ada tiga peran ideal seorang ayah di dalam keluarga, yaitu menyambung keturunan, mencari nafkah, mencintai, melatih, dan menjadi contoh untuk anak. Semua peran tersebut sangat penting dan saling berhubungan untuk mendukung tumbuh kembang anak.

Dampak Fatherless untuk Tumbuh Kembang Anak

Ayah dan anak perempuan. Foto: Nattakorn_Maneerat/Shutterstock
Pengalaman masa kecil Fitri yang kurang mengenakkan membuatnya ingin mencari sosok figur ayah pada pasangannya kelak.
ADVERTISEMENT
"Karena aku jadi kesulitan dalam memilih pasangan, tidak tahu bagaimana seharusnya diperlakukan dengan baik oleh laki-laki, karena aku pun tidak ada contohnya," ujar Fitri.
Ya Moms, ketidakhadiran ayah secara aktif dalam pengasuhan bisa memberikan dampak negatif untuk anak-anak di masa depan. Menurut Vera, beberapa hal ini bisa terjadi pada si kecil:
1. Merasa kurang lengkap
Anak merasa ada sesuatu yang kurang lengkap pada dirinya karena tidak mendapatkan cinta yang cukup dari ayah. Ia juga akan merasa kehadirannya sebagai anak juga diinginkan oleh ayahnya.
2. Kasih sayang tidak seimbang
Anak tidak mendapatkan luapan kasih sayang yang berimbang dari kedua orang tuanya. Apalagi, stimulasi dari ayah bisa berbeda dengan ibu, sehingga mendapatkan keduanya dapat memperkaya kemampuan anak.
Ilustrasi ayah dan anak. Foto: Shutterstock
3. Anak laki-laki
ADVERTISEMENT
Anak, khususnya laki-laki kurang dapat mendapatkan kesempatan untuk melakukan identifikasi peran dengan ayah. Padahal, identifikasi peran ini bisa berjalan dengan baik jika terjalin kedekatan yang intens antara ayah dan anak.
Melihat ada begitu banyak dampak negatif dari fenomena fatherless, sehingga sangat dibutuhkan peran ibu untuk lebih proaktif dalam mengajak ayah agar terlibat dalam pengasuhan anak-anak.
Belajar dari pengalamannya, Fitri pun memiliki harapan agar anak-anaknya kelak bisa mendapatkan kasih sayang yang seimbang dari ibu dan ayahnya. Ia pun kini menjadi lebih selektif dalam memilih pasangan. Dan sebagai pelajaran bersama calon suaminya, ia pun juga akan menjelaskan luka masa kecilnya, sehingga anak-anak mereka kelak tidak harus mengalami pengalaman yang sama.
"Tapi sebelum masuk ke pengasuhan dengan pasangan, mungkin yang paling penting adalah aku akan memastikan ada beberapa sifat ayah tidak ada di pasanganku yang mungkin bisa menjadi bibit efek domino tersebut. Lalu aku akan terbuka ke pasangan aku tentang luka dan ekspektasiku terhadap pasanganku disaat dia menjadi sosok ayah kelak," tutur Fitri.
ADVERTISEMENT

Tips Mengajak Ayah untuk Terlibat dalam Pengasuhan

Ilustrasi keluarga bahagia dengan satu anak saja. Foto: Shutter Stock
Laki-laki dan perempuan memiliki sifat dan karakter yang berbeda. Oleh karena itu, ibu mungkin membutuhkan berbagai strategi untuk bicara dari hati ke hati soal melakukan pengasuhan anak bersama. Vera mengatakan, membagi peran dengan memberi arahan jelas akan lebih mudah bagi para suami.
“Bagi suami biasanya akan lebih mudah jika ada pembagian peran, sehingga mereka lebih mudah untuk mengantisipasi dan juga mencari ide tantang apa yang harus dilakukan,” kata Vera.
Ayah menemani anak main saat akhir pekan, sementara ibu membereskan rumah.
Ibu menyuapi makan anak, kemudian ayah yang menemani tidur siang.
Moms, sebaiknya berikan kepercayaan penuh ke ayah untuk mengasuh anak dan kurangi mengkritik. Dengan begitu, ayah akan lebih percaya diri saat mendampingi si kecil.
ADVERTISEMENT