Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Jangan Lepas Anak Cari Mainan Sendiri via YouTube
17 Mei 2017 10:46 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Media sosial macam YouTube makin mengambil peran dalam dunia anak. Dari berbagai video yang bertebaran di dalamnya, anak-anak mengambil informasi soal permainan yang saat ini sedang tren. Salah satunya slime, yang ragam tutorialnya tersedia di YouTube.
ADVERTISEMENT
Artinya, peran orang tua amat penting untuk memantau video di YouTube yang ditonton anak-anak mereka.
Sebelumnya, kita harus tahu apa yang menyebabkan anak-anak tertarik bermain slime dan lainnya. Kepada kumparan (kumparan.com), seorang psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., Psi, mengatakan di tiap tingkatan umur ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menginginkan mainan yang saat ini sedang digandrungi.
“Kita perhatikan dulu apa yang menyebabkan anak minta permainan itu. Untuk anak usia SD, bisa jadi karena teman-temannya memainkan permainan itu, si anak kemudian ingin mengikutinya juga. Sedangkan untuk anak usia SMP dan SMA, mereka lebih karena ingin mengikuti tren, sehingga ketika misalnya slime begitu marak, si anak pun ingin mengikuti tren tersebut,” kata Anna, Selasa (16/5).
ADVERTISEMENT
Sebagai pertimbangan, orang tua bisa melihat manfaat dari permainan tersebut. Jika dirasa berbahaya, maka orang tua tak hanya melarang, namun mencari solusi dengan mencarikan alternatif lain.
Anna tidak menampik tayangan soal permainan di YouTube memiliki dampak negatif untuk anak-anak, meski secara umum dikemas terlihat sangat menarik.
“Saat ini mainan semakin berkembang dan banyak ragamnya. Dari situ bisa saja dimasukkan muatan lain yang dikaburkan dengan tayangan tutorial tim itu. Misalnya ada kata-kata di mana anak yang tidak memainkan permainan itu boleh dimusuhi. Namanya anak-anak tentu akan sangat mudah terpengaruh,” katanya.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan orang tua untuk mencegah dan meminimalisir efek negatif dari tayangan di YouTube. Menurut Anna, orang tua harus berpikir kritis, ikut menonton, memeriksa history pencarian video oleh anak, dan berdiskusi dengan anak.
ADVERTISEMENT
Jika dirasa tayangan tersebut memang berisiko, sebaiknya orang tua tak hanya melarang, melainkan mencarikan alternatif tayangan dan kegiatan lain untuk anak.
Slime, squishy, dan permainan lain yang saat ini sedang booming mungkin memiliki manfaat bagi yang memainkan. Namun orang tua dituntut untuk bisa membedakan jenis mainan berdasarkan usia anak.
Ada beberapa hal yang harus jadi catatan penting bagi orang tua jika ingin memberikan mainan pada anak.
Usia bayi dan batita (bawah tiga tahun)
Harus cukup aman untuk dijilat, digigit, dibanting oleh anak. Untuk hal ini, slime sangat tidak disarankan diberikan pada anak usia batita.
Usia 4 Tahun
Mainan yang diberikan bisa meningkatkan imajinasi dan kreativitas, misalnya balok-balokan. Slime masih tidak dianjurkan untuk diberikan kepada anak usia ini karena mereka cenderung masih ingin memasukkan tangan ke mulut.
ADVERTISEMENT
Usia SD
Di usia seperti ini, permainan yang melatih interaksi dengan kawan sangat dianjurkan untuk diberikan. Slime diperbolehkan karena lewat permainan itu, anak bisa terkoneksi dengan kawannya yang memainkan slime juga.
Orang tua, selain berpikir kritis dan mencarikan alternatif kegiatan bagi anak, juga mesti memerhartikan waktu bermain anak. Ini jadi salah satu kunci untuk mengurangi risiko dari mainan yang mereka mainkan.
“Saya pribadi lebih menekankan pada jam bermain anak, agar mereka bisa disiplin dan bisa melakukan kegiatan lain di luar hal yang dia gemari,” kata Anna.
Bagaimana dengan pengalaman Anda?
Reporter: Aditi Rizki Nugraha