Jelang Pemilu, Ini yang Perlu Orang Tua Sampaikan pada Anak
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
ADVERTISEMENT
Bila sudah, tidak perlu dijelaskan pada anak, ya! Sesuai dengan Pasal 2 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, kita perlu mematuhi dan memastikan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Jadi kita punya hak untuk menjaga rahasia, bahkan dari anak.
Meski begitu, bukan berarti tidak ada yang perlu dijelaskan pada anak mengenai Pemilu. Menurut Alzena Masykouri MPsi, Psi, dari Sentra Tumbuh Kembang Anak, Kancil, Jakarta Selatan, penjelasan mengenai Pemilu perlu dilakukan jika atau ketika anak bertanya.
"Ketika anak bertanya, berarti dia sudah tidak memikirkan diri sendiri – artinya dia sudah aware," kata Alzena, di kegiatan diskusi tentang anak dan Pemilu yang diselenggarakan oleh Komite Sekolah Tetum Bunaya, di Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada awal April lalu.
Alzena menjelaskan, konteks Pemilu 2019 ini sudah jauh berbeda dengan Pemilu zaman kita masih anak-anak dulu, Moms. Dulu Pemilu identik dengan macet arak-arakan kampanye dan informasi dari televisi yang mungkin menyala jam 5 pagi mati jam 9 malam. Sementara kini, anak bisa terpapar atau memperoleh informasi tentang Pemilu dari mana saja. Mulai dari temannya di sekolah, tetangga, spanduk dan baliho kampanye di jalan, media sosial hingga mungkin obrolan orang-orang dewasa di acara keluarga yang ia hadiri.
ADVERTISEMENT
Karena itu menurut Alzena, orang tua juga perlu menjelaskan hal ini pada anak. "Tapi posisikan anak sebagai subjek dalam memahami Pemilu ya, bukan sebagai objek yang pasif dalam keriaan pesta rakyat ini," pesan Alzena.
Lantas bagaimana cara menjelaskan tentang Pemilu bila anak bertanya?
Alzena berpesan, "Jadilah sumber informasi yang akurat bagi anak. Apapun informasi dari luar yang anak terima, akan dia tanyakan kepada orang tuanya, dan dia akan percaya dan memegang omongan orang tuanya."
Alzena juga menyarankan orang tua memanfaatkan kesempatan Pemilu ini untuk menambah wawasan anak sekaligus melatih anak berpikir kritis.
Berikut kiat yang dapat Anda coba:
1.Pahami dulu anaknya.
Ada anak yg kritis dan perlu dijelaskan lebih banyak. Ada yg tidak perlu karena memang anak tidak bertanya terlalu jauh.
ADVERTISEMENT
"Anak-anak tidak berpikir serumit orang dewasa. Jadi kita tidak usah rumit-rumit juga menjelaskannya," ujar Alzena
2.Beri anak penjelasan kongkrit.
Alzena menjelaskan, "Anak usia 3 - 12 tahun masih berpikir di ranah konkret. Mereka berpikir kongkrit untuk semua hal. Jadi beri penjelasan yang juga konkret ketika anak bertanya. Yang nyata saja, tidak bisa abstrak."
Contohnya, katakan pada anak Pemilu itu artinya memilih Presiden. Di hari Pemilu, ibu, ayah dan orang-orang dewasa lainnya akan ke TPS untuk memilih.
Anak juga bisa dijelaskan tentang hal konkret seperti letak TPS, ada banyak kursi di sana, ada tenda dan sebagainya. Anak mungkin juga akan ingat bahwa karena punya warna ungu di ujung jari, Anda sekeluarga mendapat diskon di gerai donat.
ADVERTISEMENT
Anak yang sudah duduk di sekolah dasar, juga boleh saja diajak ke TPS untuk melihat prosesnya tapi tidak untuk ikut ke bilik suara.
"Pendidikan politik kan, dimulai dari pembiasaan sejak kecil. Biarkan anak mengerti dan biasa, kalau hari Pemilu tiba, keluarganya akan pergi ke TPS untuk memberi hak suara. Anak akan ingat ini sampai dewasa dan terbiasa."
3.Kaitkan momen dengan konteksnya.
Cobalah untuk menjawab dengan penjelasan atau contoh-contoh yang dekat dengan ‘hidup anak’. Ini akan membuat anak lebih mudah memahami dan merasa terlibat.
Menurut Alzena, orang tua juga bisa memberi beberapa penjelasan dasar tentang Pemilu pada anak. Apa saja misalnya?
• Jelaskan pada anak bahwa sebagai orang Indonesia, kita boleh/bisa (punya hak) memilih orang-orang yang akan mewakili kita (anggota DPR/MPR) dan juga Presiden dalam membuat peraturan negara (seperti undang-undang).
ADVERTISEMENT
• Jelaskan bahwa setiap orang boleh punya pilihan yang berbeda. Ingatkan anak, Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika.
• Bila anak bertanya tentang golput atau bolehkah tidak memilih, Anda bisa menjawab boleh karena itu hak setiap orang. Namun jelaskan juga pada anak, selain punya hak, kita punya kewajiban untuk Indonesia. Menjadi golput, berarti kita tidak menjalankan kewajiban kita. Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan merawat Indonesia tercinta?