Ke Mana Harus Melapor saat Ibu Jadi Korban KDRT?

5 Juni 2024 18:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KDRT. Foto: Africa Studio/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KDRT. Foto: Africa Studio/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kasus KDRT masih banyak ditemukan di Indonesia. Dan meski tidak semua, rata-rata korbannya adalah seorang perempuan atau ibu. Sayangnya terkadang tidak mudah bagi para korban untuk lepas dari jerat KDRT.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, salah satu yang perlu dilakukan saat mengalami KDRT adalah menghubungi orang terdekat untuk mendapatkan dukungan. Psikolog klinis dewasa dari Rumah Dandelion, Nadya Pramesrani, menyarankan korban KDRT untuk bercerita pada keluarga atau teman yang dinilai bisa memberikan perlindungan.
Langkah selanjutnya adalah dengan melapor atau mengadu pada pihak yang berwenang. Ada beberapa lembaga yang bisa dihubungi, mulai dari lembaga yang berada di bawah naungan pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM).
"Dari pemerintah memberikan layanan bantuan melalui www.lapor.go.id atau melalui Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A)," kata Nadya kepada kumparanMOM.
Selain itu, jika Anda tinggal di Jakarta, bisa juga menghubungi Yayasan Pulih. Di yayasan ini, korban KDRT bisa mengikuti layanan konseling psikologi. Ada juga layanan penguatan dan pemulihan psikologis yang bisa Anda ikuti.
ADVERTISEMENT
Yayasan Pulih bisa dihubungi di nomor kontak +62 811 843 6633 (Chat), atau di nomor telepon +62 21 7884 2580 dan +62 21 7823 021. Selain itu bisa juga kunjungi laman Instagram dan TikToknya dengan nama yang sama, @yayasanpulih.
Kemudian dari segi perlindungan hukum, Anda bisa melapor ke kantor polisi terdekat. Biasanya korban KDRT akan diminta untuk melakukan visum sebagai bukti telah mengalami kekerasan.

Haruskah Menunggu KDRT Berulang untuk Melapor ke Pihak Berwajib?

Ilustrasi KDRT. Foto: sdecoret/Shutterstock
Nadya menyadari, ada kecenderungan pada korban untuk tidak langsung melapor ketika menerima KDRT dari suami. Banyak yang merasa, suami atau pasangan akan berubah dan tidak mengulangi perbuatannya.
"Selain karena ada rasa takut atas keselamatannya atau bergantung secara ekonomi, keengganan untuk melaporkan bisa juga disebabkan oleh efek dari siklus KDRT itu sendiri," katanya.
ADVERTISEMENT
Siklus KDRT yang dimaksud Nadya adalah sebagai berikut:
1. Tahap Ketegangan Meningkat
Biasanya ditunjukkan dengan pelaku mulai marah, komunikasi putus, korban mulai merasa butuh menjauhkan diri dari pelaku.
2. Tahap Acting Out
Ini adalah tahap saat kekerasan terjadi.
3. Tahap Honeymoon
Pelaku meminta maaf dan berjanji tidak akan melakukan lagi. Tapi di sisi lain pelaku juga menyalahkan korban karena sudah memancing emosinya dan membuatnya melakukan KDRT.
4. Tahap Tenang
Kekerasan berhenti, pelaku bersikap seolah-olah tidak ada insiden yang terjadi.
"Janji-janji di tahap 3 (tahap honeymoon) mungkin dilakukan. Dalam periode ini pelaku bisa bersikap sangat manis kepada korban," tutur Nadya.
Kondisi ini membuat korban percaya, atau setidaknya mau percaya bahwa pelaku akan berubah. Sayangnya biasanya kondisi ini tidak terjadi selamanya.
ADVERTISEMENT
5. Kembali ke Tahap 1 dan Siklus Berulang Kembali.