Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Kemenkes Wajibkan Semua Bayi Baru Lahir Skrining Hipotiroid, Apa Tujuannya?
5 September 2022 13:00 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Kementerian Kesehatan (Kemenkes ) meluncurkan ulang (relaunching) program Skrining Hipotiroid Kongenital bayi baru lahir di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Skrining ini dilakukan pada bayi untuk memilah mana yang menderita kekurangan hormon tiroid bawaan dan bukan penderita.
ADVERTISEMENT
"Semua bayi yang lahir di Indonesia harus diperiksa SHK untuk menjaring apabila ada risiko kelainan dalam tumbuh kembang anak,” kata Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dikutip dari laman Kemenkes beberapa waktu lalu.
Kebijakan skrining ini dilakukan sebagai upaya preventif mengingat sebagian besar kasus kekurangan Hipotiroid Kongenital tidak menunjukkan gejala, sehingga tidak disadari oleh orang tua. Gejala khasnya sendiri baru muncul seiring bertambah usia anak.
Bila bayi terlambat diketahui memiliki kelainan Hipotiroid Kongenital, maka berisiko mengalami masalah kesehatan serius seiring bertambah usianya. Gangguan hormon tiroid berpotensi mengganggu perkembangan dan pertumbuhan terutama saraf otak anak. Akibatnya, si kecil tidak akan tumbuh optimal, tubuh yang cenderung pendek dan berat badan kurang.
Nah Moms, penemuan kasus dan pengobatan yang terlambat bisa menyebabkan si kecil mengalami kecacatan maupun keterbelakangan mental. Makanya, diperlukan penanganan sedini mungkin karena hormon tiroid berperan penting dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan si kecil.
ADVERTISEMENT
"Kalau anak-anak memiliki hormon tiroid normal maka pertumbuhan dan perkembangannya akan berlangsung dengan baik dan optimal. Tinggi badan dan berat badannya cukup, kecerdasannya juga bagus," jelasnya.
Skrining Hipotiroid Kongenital pada Bayi
Nah, seperti apa sih skriningnya dilakukan? Awalnya, petugas di fasilitas kesehatan akan mengambil sampel darah pada tumit bayi yang berusia minimal 48 sampai 72 jam, dan maksimal dua minggu. Darah diambil sebanyak 2-3 tetes dari tumit bayi kemudian diperiksa di laboratorium.
Apabila hasilnya positif, bayi harus segera diobati sebelum usianya 1 bulan agar terhindar dari kecacatan, gangguan tumbuh kembang, keterbelakangan mental dan kognitif. Dengan pemberian terapi yang semakin cepat dilakukan, bisa mencegah terjadi kerusakan pada saraf otak sehingga bayi bisa bertumbuh kembang dengan baik.
ADVERTISEMENT
“Setetes darah turut menyelamatkan hidup anak-anak bangsa. Karena begitu kita tahu kadar tiroidnya rendah langsung kita obati. Pengobatannya bisa berlangsung seumur hidup supaya mereka bisa tumbuh dan berkembang secara optimal,” jelas dia.
Sebenarnya, skrining Hipotiroid Kongenital sudah dimulai sejak tahun 2003 di RS Hasan Sadikin Bandung dan RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Hingga tahun 2020, sudah 4.000 fasilitas layanan kesehatan yang telah melaksanakan pemeriksaan laboratorium di 4 RS vertikal yakni RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Dr. Hasan Sadikin, RSUP dr. Sardjito dan RSUD dr. Soetomo.
Namun, Kemenkes ingin meningkatkan cakupan pelayanan termasuk menambah 7 laboratorium tambahan untuk pemeriksaan sampel darah bayi baru lahir. Sehingga, penyakit ini bisa dicegah lebih dini dan tidak terjadi penurunan kecerdasan anak.
ADVERTISEMENT