Kenapa Orang Tua Sering Berkonflik dengan Anak Perempuan Remaja?

25 September 2024 11:28 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Remaja Perempuan Depresi Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Remaja Perempuan Depresi Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Konflik antara anak remaja dan orang tua sering kali pecah. Perbedaan pandangan tentang sesuatu kerap menjadi pemicunya. Apa yang bisa dilakukan orang tua?
ADVERTISEMENT

Tanggapan Psikolog soal Konflik Antara Orang Tua dan Anak Remaja

Psikolog Klinis Anak Rumah Dandelion, Rizqina Ardiwijaya, mengatakan biasanya konflik akan muncul ketika anak sudah mulai memasuki usia remaja.
"Dari hasil penelitian, pada usia 11 sampai 15 tahun biasanya konflik remaja dan orang tua itu mulai meningkat dan nanti akan mulai turun di usia 16 sampai 19 tahun, " kata Rizqina saat dihubungi kumparanMOM, Selasa (24/9).
Perbedaan gender juga menentukan eskalasi konflik. Biasanya anak perempuan jauh lebih sering berkonflik dengan orang tuanya. Di sisi lain, anak laki-lali dan perempuan akan memiliki pemicu konflik yang berbeda.
Kalau pada anak perempuan konfliknya itu berupa verbal, berdebat, saling berbantahan. Sedangkan pada anak laki-laki konfliknya berbentuk tindakan pemberontakan.
ADVERTISEMENT
Lantas, kenapa anak remaja mudah konflik dengan orang tuanya?

Alasan Terjadinya Konflik Antara Orang Tua dan Anak Remaja

Ilustrasi ibu marah pada anak. Foto: Shutter Stock
Rizqina menyebut, hal yang bisa menyebabkan konflik itu adalah transisi kemandirian. Di satu sisi anak remaja sudah merasa ‘’Aku bisa melakukan segala sesuatu sendiri’’, namun di sisi lain orang tua juga merasa bahwa anaknya mungkin saja belum memiliki kemampuan tertentu.
Perbedaan inilah yang akhirnya memicu kecemasan dan kekhawatiran dari orang tua.
Kendati demikian, ada hal yang bisa orang tua lakukan untuk meredam konflik tersebut. Caranya adalah dengan mendengarkan dan lebih memahami segala macam situasi itu sendiri.
"Tapi dibanding semua itu ada satu hal yang jauh lebih penting yaitu kita harus memastikan bahwa kita punya fondasi hubungan dengan anak yang kokoh, " ujar Rizqina.
ADVERTISEMENT

Fondasi hubungan yang kokoh itu bisa dibangun dengan apa?

Rizqina mengungkap, fondasi ini bisa dibangun dengan komunikasi positif, hubungan yang hangat, dan bagaimana cara menghabiskan atau menyisihkan waktu bersama anak.
"Ketika kita memiliki fondasi hubungan yang positif maka untuk memberikan batasan ataupun untuk memberikan aturan kepada anak akan jauh lebih mudah,’’ tutupnya.