Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Kenapa THR Lebaran untuk Anak Biasanya Pakai Uang Baru? Ternyata Ada Sejarahnya!
30 Maret 2025 16:39 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ya Moms, THR merupakan hal yang lekat dengan perayaan Lebaran di Indonesia. THR juga identik dengan tradisi menukarkan uang lama menjadi uang baru sebelum membagikannya ke anak-anak.
Ternyata, tradisi pemberian THR ke anak diyakini merupakan tradisi yang berasal dari budaya Timur Tengah dan diadopsi oleh masyarakat Indonesia.
Asal-usul THR Lebaran untuk Anak
Pakar Antropologi FISIP UNAIR, Djoko Adi Prasetyo Drs Msi, mengungkapkan walaupun sejarahnya belum tertulis dengan jelas, tetapi tradisi THR kemungkinan berasal dari pengejawantahan bentuk sedekah sesuai ajaran Islam. Tradisi tersebut, sambungnya, tidak lepas dari proses akulturasi budaya masyarakat Indonesia.
“Beberapa catatan sejarah Kerajaan Mataram Islam, budaya ini sudah terjadi pada abad ke-16 hingga ke-18. Para raja dan bangsawan biasa memberikan uang baru sebagai hadiah kepada anak-anak para pengikutnya saat Idul Fitri. Hadiah uang baru tersebut mereka bagikan sebagai bentuk rasa syukur. Khususnya terkait keberhasilan mereka dalam menyelesaikan ibadah puasa selama sebulan penuh,” ujar Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), seperti dikutip dari situs resmi UNAIR.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, Djoko menanggapi terkait fenomena pergeseran kebiasaan berbagi THR karena teknologi uang elektronik. Menurutnya, meskipun THR saat ini bisa berwujud uang elektronik, hal ini tidak mengurangi makna simbol tentang kesucian dan kebersihan, ucapan terima kasih, rasa hormat, rasa bangga jika bisa berbagi, serta rasa bersyukur.
“Kita juga harus paham bahwa budaya itu tidak abadi. Selama budaya itu masih ada masyarakat pendukungnya, maka budaya itu akan tetap lestari. Demikian sebaliknya, apabila masyarakat pendukung budaya tersebut sudah tidak mendukung lagi, maka budaya itu akan terkikis dan bahkan musnah,” pungkas Djoko.