Kepala BKKBN Targetkan Tiap Pasangan Lahirkan 1 Anak Perempuan

2 Juli 2024 21:11 WIB
·
waktu baca 2 menit
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo. Foto: BKKBN
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo. Foto: BKKBN
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI Hasto Wardoyo meminta setiap pasangan suami istri (pasutri) di Indonesia memiliki 1 anak perempuan.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut dikatakan Hasto dalam acara Media Briefing Hari Keluarga Nasinal (Harganas) di Hotel Santika Semarang pada Kamis (27/6). Hasto mengatakan, hal itu perlu dilakukan untuk memastikan regenerasi terus berjalan. Sebab, angka kelahiran atau fertility rate di Indonesia menurun dan mencapai angka ideal 2,18 dalam satu dekade terakhir.
"Kami punya target 1 perempuan rata-rata melahirkan 1 anak perempuan. Oleh karena itu BKKBN menargetkan anaknya kalau bisa 2,1 jangan hanya 2. Karena kalau anaknya dua lebih dikit maka hampir dipastikan 1 perempuan akan melahirkan anak 1 perempuan," ujar Hasto.
Ia menjelaskan, penurunan angka kelahiran sudah mencapai angka ideal saat ini. Ia membandingkan dengan tahun 1970 di mana angka kelahiran sangat tinggi yakni 5,6 atau satu pasangan bisa melahirkan 6-9 anak.
ADVERTISEMENT
"Dulu angka kelahiran atau total fertility rate itu 5,6 di tahun 70. Karena waktu itu anaknya ya 6, 7, 8, 9. Nah sekarang ini 2,18," jelas dia.
Meski begitu, angka kelahiran di sejumlah provinsi seperti NTT, Papua, Papua Barat, dan Maluku masih sangat tinggi. Sementara di Pulau Jawa angka kelahiran hanya di angka 2,0.
"Di Jawa ini sudah 2,0 sekian ya, tadi di Jabar sudah 2,00 sekian, di Jawa Tengah 2,04, di DIY 1,9, di DKI juga 1,89. Jadi ya pembangunan yang sifatnya asimetris harus disikapi. Ada wilayah lain yang seperti NTT, Papua, anaknya masih banyak. Tapi di daerah Jawa ini kan tadi rendah sekali," imbuh dia.
Untuk itu, ia juga mendorong kebijakan tentang angka kelahiran disesuaikan dengan kebutuhan setiap daerah.
ADVERTISEMENT
"Lha ini membuat kebijakan yang tidak satu kebijakan untuk semua, jadi harus sesuai," kata Hasto.
Reporter: Intan Alliva Khansa