Lekukan di Kepala Bagian Atas Bayi, Normal Enggak Sih?

25 April 2024 12:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lekukan di Kepala Bagian Atas Bayi, Normal Enggak Sih? Foto: Thinkstock
zoom-in-whitePerbesar
Lekukan di Kepala Bagian Atas Bayi, Normal Enggak Sih? Foto: Thinkstock
ADVERTISEMENT
Bayi baru lahir umumnya memiliki tulang tengkorak yang masih lunak. Terutama pada tengkorak kepala bayi, bagian tersebut disusun oleh beberapa tulang dan disatukan oleh sutura.
ADVERTISEMENT
Sutura adalah jaringan elastis yang berada di tempat lempengan-lempengan tulang tengkorak bayi. Karena seperti diketahui, tengkorak bayi baru lahir terdiri atas enam lempengan tulang datar yang belum menyatu.
Dan dari bagian itu ada celah yang disebut fontanel atau ubun-ubun, Moms. Terdapat dua bagian ubun-ubun yang dimiliki bayi, yakni yang berukuran besar di bagian depan, dan satu lagi berukuran kecil di bagian belakang kepala.
Menurut Kementerian Kesehatan, biasanya titik lunak pada bayi akan mulai mengeras sepenuhnya saat si kecil berusia 18 bulan hingga dua tahun. Ini dikarenakan otak bayi masih membutuhkan ruang untuk tumbuh. Sementara ubun-ubun bagian depan umumnya akan menutup lebih awal, yakni ketika bayi berusia dua bulan.
Namun, ada kondisi yang berbeda bisa dialami oleh bayi, yakni bentuk kepalanya yang berbeda, tidak rata, atau berbentuk lengkungan/lekukan.
ADVERTISEMENT
Ini pula yang dialami oleh seorang ibu pengguna TikTok dengan akun @bunda.arfan23. Ibu itu membagikan video putranya yang berusia 15 bulan sedang tertidur. Namun, yang membuat ia khawatir adalah pada kepala anaknya, di mana bagian atasnya terlihat memiliki lengkungan yang cukup dalam.
"Ada yang sama kah bun? Anakku 15 bulan semakin kelihatan lengkungan bandonya kayak di video ini. Ada yang tahu kenapa? Ada sedikit kekhawatiran juga," tulis ibu itu di dalam videonya. kumparanMOM telah diizinkan untuk menggunakan video dan mengutip pernyataan ibu tersebut.

Kata Dokter soal Kondisi Balita dengan Lengkungan pada Kepalanya

Menurut dokter spesialis anak yang juga expert kumparanMOM, dr. Reza Abdussalam, Sp.A, ada kondisi yang bisa dialami selama pertumbuhan kepala bayi, yakni ubun-ubun yang menutup lebih cepat dari waktu seharusnya. Kondisi ini disebut juga craniosynostosis.
ADVERTISEMENT
"Ada suatu kondisi disebut craniosynostosis, yaitu ubun-ubun menutup lebih cepat sebelum otak bayi terbentuk sempurna. Kondisi ini akan mendorong tulang otak sehingga bentuk kepala bayi jadi tidak proporsional," jelas dr. Reza kepada kumparanMOM.
Kementerian Kesehatan menyebut 1 dari 2.500 bayi mengalami kondisi ini. Penyebab dari craniosynostosis sampai saat ini masih belum diketahui. Dalam beberapa studi, terjadinya craniosynostosis bisa disebabkan oleh penyakit tiroid yang terjadi pada saat kehamilan maupun obat-obatan tiroid.
Ilustrasi kepala bayi miring. Foto: Purd77/Shutterstock
Craniosynostosis juga diduga bisa dipicu oleh kondisi yang dapat memengaruhi perkembangan tengkorak anak, seperti sindrom Apert, sindrom Pfeiffer, dan sindrom Crouzon.
Risiko bayi menderita craniosynostosis akan lebih tinggi pada wanita yang menderita penyakit tiroid atau menjalani pengobatan penyakit tiroid dalam masa kehamilan. Risiko yang sama juga bisa dialami oleh wanita yang menggunakan obat penyubur kandungan sebelum hamil.
ADVERTISEMENT

Apa Saja Gejala Craniosynostosis?

Menurut dr. Reza, tanda-tanda craniosynostosis biasanya sudah tampak sejak bayi lahir, dan bisa semakin terlihat jelas pada beberapa bulan setelah lahir. Beberapa tanda-tanda yang bisa terlihat antara lain:
Bila Anda melihat bentuk kepala bayi memiliki tanda-tanda di atas, cobalah untuk segera membawanya ke dokter. Sehingga, dokter bisa melakukan pemeriksaan lebih mendalam.
ADVERTISEMENT
Serta, Anda juga bisa memastikan sendiri lewat pemantauan dilakukan secara berkala pada berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala. Kemudian, plotkan pada kurva perkembangan anak sesuai dengan usianya.
"Jika dicurigai gejala craniosynostosis biasanya akan pemeriksaan lebih lanjut dengan CT scan atau MRI," tutup dr. Reza.