Mengenal Psikosis Postpartum yang Terjadi pada Ibu Setelah Melahirkan

10 September 2019 12:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Psikosis Postpartum. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Psikosis Postpartum. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Setelah melahirkan, berbagai gangguan mental bisa menyerang ibu. Salah satunya adalah psikosis postpartum atau PPP yang merupakan kondisi di mana penderitanya mengalami kesulitan membedakan antara kenyataan dan imajinasi. Meski begitu, kasus psikosis jarang sekali terjadi.
ADVERTISEMENT
Masalah ini muncul sekitar 0,1 persen atau 0,2 persen dari seluruh populasi. Psikolog Edward Andriyanto Soetardho M.Psi kepada kumparanMOM menjelaskan bahwa gejala yang muncul pada penderita psikosis berupa delusi, halusinasi, mudah tersinggung, hiperaktivitas, masalah tidur, kecurigaan, mood swing yang parah dan kadang bahkan kesulitan untuk berkomunikasi.
Psikosis, kata Edward, juga bisa dipicu oleh faktor perubahan hormon, genetik atau riwayat gangguan kejiwaan yang pernah dialami penderita. Anggota keluarga yang mengalami gejala psikosis sebelumnya atau gangguan bipolar pun bisa meningkatkan potensi si penderita untuk mengalami masalah ini.
Contohnya, seorang wanita dengan kondisi kejiwaan yang tidak bermasalah sebelumnya tetapi pernah memiliki riwayat psikosis seperti depresi atau bipolar, penyakit kejiwaan tersebut bisa kambuh saat mereka hamil. Hal ini terjadi karena ada perubahan di sistem syaraf pusat akibat tidak seimbangnya hormon ibu setelah melahirkan.
ADVERTISEMENT
"Kasus ini dipengaruhi oleh genetik atau riwayat penyakit atau gangguan mental sebelumnya," kata Edward yang praktik di Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Sauh Psychological Services kepada kumparanMOM, Minggu (8/9).
Ilustrasi Psikosis Postpartum. Foto: Shutter Stock
Anda perlu tahu, Moms, bahwa gangguan psikosis postpartum berbeda dengan depresi postpartum yang juga merupakan gangguan mental pada ibu baru setelah melahirkan.
"Beda gangguan. Tidak sama. Kalau depresi itu kelewat sedih. Kalau psikosis muncul gejala-gejala psikotik. Gejala psikotik itu mirip dengan kalau kita sehari-hari kaya mendengar kata-kata ada orang yang membisikkan penderitanya. Kalau depresi ya depresi, kelewat sedih, murung," kata Edward.
Selain itu, pada kasus psikosis yang parah, ibu juga memiliki kecenderungan untuk membunuh dirinya sendiri atau membunuh anaknya. Kasus ini terjadi sekitar 4-5 persen.
ADVERTISEMENT
"Depresi kecenderungannya tidak menyakiti anak. Kalau psikosis bisa dua-duanya. Karena dia seakan-akan mendengar perintah untuk membunuh. Kondisi PPP yang parah dapat menyebabkan bunuh diri atau membunuh anaknya," jelas Edward yang juga merupakan dosen di Bidang Studi Psikologi Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Untuk memastikan penderita memang benar-benar mengalami gangguan ini, keluarga atau orang terdekat perlu memantau apakah penderitanya mengalami perubahan perilaku, rawat diri rendah atau menjadi lebih agresif. Bila mengalami salah satu tanda tersebut, segera konsultasikan kepada psikolog atau ahlinya.
Ilustrasi Psikosis Postpartum. Foto: Shutter Stock
Umumnya gangguan psikosis bersifat sementara dan bisa diobati. Lama pengobatannya, kata Edward, bergantung pada tingkat keparahan yang dialami penderita. Ada yang hilang setelah beberapa minggu diobati. Namun, ada juga yang bisa bertahan cukup lama.
ADVERTISEMENT
"PPP ini sementara dan dapat diobati. Selama pengobatan perlu didampingi agar tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain," ujar Edward.