Mengenal Sindrom Pasca-Polio, Gangguan Lanjutan dari Infeksi Virus Polio

21 April 2022 10:05 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi vaksin polio. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi vaksin polio. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Ada beragam penyakit menular yang bisa menyerang bayi, salah satunya virus polio. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang bisa merusak sistem saraf. Meski nantinya si kecil sudah pulih, tetapi ada satu hal yang tidak boleh orang tua abaikan, yaitu sindrom Pasca-Polio.
ADVERTISEMENT
Sebagian besar virus polio menyerang anak balita, terutama yang belum imunisasi polio. Ya Moms, polio memang menjadi salah satu imunisasi yang wajib diberikan sebelum bayi berusia 6 bulan. Namun, apabila si kecil belum diimunisasi polio dan pernah terinfeksi, ada kemungkinan dia mengalami sindrom Pasca-Polio di masa mendatang meski saat ini penyakitnya sudah sembuh.
Ilustrasi pemberian vaksin polio. Foto: Irwansyah Putra/ANTARA FOTO
Dikutip dari webMD, sindrom Pasca Polio (PPS) adalah kondisi di mana terdapat tanda atau gejala yang akan melumpuhkan bayi setelah beberapa dekade sembuh. Biasanya, sindrom ini muncul sekitar 15-40 tahun setelah bayi terinfeksi polio.
Jadi, apabila bayi Anda terserang virus polio pada usia 6 bulan, maka ada kemungkinan sindrom ini muncul saat si kecil berusia 15 tahun ke atas.
ADVERTISEMENT
Gejala utama sindrom ini adalah melemahnya kekuatan otot-otot anak. Terkadang, otot-otot pernapasan anak juga bisa melemah, sehingga bisa menyebabkan gangguan pernapasan. Tingkat keparahannya pun bervariasi, mulai dari ringan sampai berat.
Ilustrasi nyeri otot pada anak PPS. Foto: wikimedia.org
Meski penyebabnya belum diketahui pasti, tetapi ada beberapa kemungkinan yang bisa menyebabkan terjadinya sindrom ini. Salah satunya yaitu karena rusaknya sel saraf di sumsum tulang belakang secara bertahap yang disebabkan oleh virus polio.
Mengutip dari laman resmi CDC, PPS terjadi di antara 25 sampai 40 dari setiap 100 anak yang terinfeksi polio. Lantas, apa saja gejala sindrom Pasca-Polio yang mungkin dialami anak?

Gejala Sindrom Pasca-Polio

WebMD melansir, ada beberapa gejala yang bisa menandakan anak mengalami sindrom Pasca-Polio seperti kelelahan, nyeri otot dan sendi, sering terjatuh akibat otot melemah, lebih peka terhadap udara dingin, dan mengalami gangguan tidur.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, jika saat bayi si kecil terinfeksi polio jenis bulbar–virus yang menyerang batang otak– maka anak akan mengalami kesulitan menelan dan mengunyah, pneumonia, dehidrasi, dan malnutrisi.
Ilustrasi anak balita mengalami pneumonia. Foto: Shutter Stock
Si kecil mungkin juga akan mengalami kesulitan batuk atau menarik napas dalam-dalam, sehingga bisa menyebabkan terjadinya penumpukan lendir dan cairan.

Faktor Risiko Terjadinya Sindrom Pasca-Polio

Meski tidak semua bayi yang terinfeksi virus polio akan mengalami kondisi ini, tetapi ada beberapa hal yang perlu orang tua ketahui tentang gangguan ini. Apa saja, Moms? Berikut penjelasannya.
Jika anak Anda terinfeksi virus polio saat masih usia balita, maka kemungkinan terkena sindrom ini lebih kecil dibandingkan terinfeksi saat usia remaja.
Jika gejala virus polio pada anak Anda parah, maka kemungkinan mengalami sindrom ini lebih besar.
Ilustrasi anak olahraga pasca sembuh dari virus polio. Foto: Shutter Stock
Apabila anak Anda terlalu sering olahraga setelah pemulihan, maka dapat meningkatkan risiko terkena sindrom ini.
ADVERTISEMENT

Pengobatan yang Bisa Dilakukan

Ya Moms, seperti yang sudah dikatakan di atas, penyebab terjadinya penyakit lanjutan virus polio ini belum diketahui pasti. Sehingga, belum ada obat yang bisa mencegah atau menangani sindrom ini.
Namun, webMD melansir, si kecil dapat mengobati gejala yang dialami untuk menghindari komplikasi kesehatan lainnya. Salah satunya dengan olahraga.
Saat si kecil mengalami sindrom Pasca-Polio beberapa tahun kemudian, olahraga adalah salah satu pengobatan yang mudah dilakukan. Tujuannya, untuk membangun kembali kekuatan otot dan memperlambat terjadinya kelemahan otot. Sebaiknya anak melakukan olahraga intensitas rendah yang tidak akan melelahkan otot secara tiba-tiba. Misalnya, berenang, bersepeda, dan melakukan terapi fisik.
Ilustrasi olahraga ringan untuk anak. Foto: Shutter Stock
Hindari penggunaan otot secara berlebihan. Sebab, hal itu akan menyebabkan si kecil kelelahan, nyeri, dan lemas. Kondisi itu biasanya akan memburuk setelah melakukan aktivitas.
ADVERTISEMENT
Selain olahraga ringan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan anak untuk menjaga kesehatannya seperti mengonsumsi obat anti nyeri, menggunakan alat bantu seperti tongkat atau kursi roda saat sulit berjalan, terapi wicara saat sulit menelan, serta melatih emosional dan mental untuk menghadapi komplikasi kesehatan yang mungkin akan terjadi.
***
kumparan bagi-bagi starter pack kuliah senilai total Rp 30 juta untuk peserta SNMPTN 2022. Lolos atau nggak, kamu bisa tetap ikutan, lho! Intip mekanismenya di LINK ini.