Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pakar: Jakarta Punya Harapan Bonus Demografi karena Remaja SMA-nya Peduli Sosial
18 Desember 2024 14:16 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Masalah kesehatan jiwa kini tengah mengintai pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA ) di Jakarta. Setidaknya 34% pelajar SMA di Jakarta memiliki indikasi masalah kesehatan jiwa. Kendati demikian, harapan untuk menyambut bonus demografi masih terbuka lebar.
ADVERTISEMENT
Penelitian yang dilakukan Health Collaborative Center (HCC) dan Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) bersama Yayasan BUMN melalui inisiatif Mendengar Jiwa Institute menunjukkan, anak SMA di Jakarta saat ini masih bisa diharapkan sebagai penerus bangsa yang baik. Sebab, mereka masih memiliki prososial yang bagus.
Perilaku prososial merupakan aksi positif atau dukungan yang membuat kondisi fisik atau psikis orang lain lebih baik. Tindakan ini biasanya dilakukan atas dasar sukarela tanpa mengharapkan imbalan.
Sebanyak 8 dari 10 Pelajar SMA di Jakarta Memiliki Prososial yang Baik
Koordinator Riset dan Kajian Fokus Kesehatan Indonesia (FKI), Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH menyebut prososial skill 8 dari 10 anak pelajar SMA di Jakarta masih bagus.
"Jadi tugas kita semua di sini memastikan prososial yang ada pada 8 dari 10 pelajar SMA di Jakarta 100% baik, punya kemampuan emosional yang baik, supaya nanti mereka bisa belajar dengan baik, bekerja dengan baik, bisa jadi makhluk sosial yang baik," ujar dr. Ray dalam konferensi pers paparan Laporan Hasil Studi Zona Mendengar Jiwa terkait kesehatan mental pelajar SMA Jakarta, di Jakarta Selatan, Selasa (17/12).
ADVERTISEMENT
Menurut dr. Ray, anak yang masih memiliki prososial yang bagus ini harus dijaga dan diasah. Sebab, studi ini menunjukkan bahwa ada faktor risiko yang dapat membuat prososial mereka tergerus.
Lantas, Apa Saja yang Dapat Menggerus Kemampuan Prososial Ini?
Masalah keluarga, punya potensi agresivitas, hingga punya risiko gangguan kesehatan emosional merupakan hal yang dapat membuat prososial mereka memburuk.
Selain itu, faktor risiko yang bisa membuat prososial jadi buruk yaitu ruang tidak nyaman, belum banyak tempat yang enak untuk diajak bicara hingga potensi agresivitasnya masih tinggi.
"Oleh karena itu, bila sekolah ingin bisa mendukung prososial siswanya, harus memiliki beberapa komponen. Mulai dari punya elemen edukasi dan kampanye, hingga pelatihan guru dan konselor sebaya," ucap dr. Ray.
ADVERTISEMENT
Sebab, berdasarkan riset ini menunjukkan bahwa guru hanya dianggap sebagai pengajar akademik, bukan tempat curhat masalah keseharian. Artinya, selain teman sebaya, peran guru di sekolah pun masih harus didorong sehingga dapat menjadi pengajar sekaligus media curhat.
Kemudian, hal penting lainnya ialah skrining kesehatan jiwa. Banyak orang berpikir mengakses informasi tentang kesehatan jiwa di media sosial itu bagian dari skrining.
Namun, mendiagnosis diri sendiri tanpa kemampuan yang memadai bisa menjadi masalah. Sebab, orang dapat mendiagnosa dirinya sakit jiwa meski tak mengalami hal tersebut. Menurut dr. Ray akses untuk mengatasi masalah kesehatan jiwa harus dekat dengan masyarakat.
"Keempat monitoring evaluasi, lalu ada konseling. Konseling harus ada karena sekolah adalah lokus potensial untuk membuat kesehatan jiwa anak menjadi lebih baik. Konseling harus ada juga di sekolah," pungkasnya.
ADVERTISEMENT