Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Pendapat Ahli soal Risma yang Paksa Anak Tunarungu Bicara
4 Desember 2021 17:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Pada peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI), Menteri Sosial Tri Rismaharini atau Risma, menuai sorotan setelah memaksa seorang tunarungu yang tidak bisa bicara untuk berbicara. Ya Moms, dalam acara yang dilaksanakan pada Rabu (1/12), Risma meminta seorang tunarungu bernama Aldi untuk bicara di atas panggung.
ADVERTISEMENT
“Aldi, ini Ibu. Kamu sekarang harus bicara. Kamu bisa bicara. Ibu paksa kamu untuk bicara,” ucap Risma kepada Aldi yang berdiri di hadapannya, dikutip dari video di Youtube Kemensos Kamis (2/12). Video ini belakangan dihapus, tapi tetap bisa ditemukan di media sosial.
"Kamu sekarang, Ibu minta bicara. Ndak pakai alat [alat bantu dengar]. Kamu bisa bicara, Aldi. Kamu bicara, kamu bicara," lanjut Risma membujuk Aldi bicara sambil menyodorkan mikrofon ke mulutnya.
Aldi pun terlihat ingin berbicara, tapi tidak terdengar dan terbata-bata. Sampai akhirnya Risma mengeja sebuah kalimat. Aldi pun mencoba berbicara dengan suara yang sangat kecil, dan hanya sedikit kata yang terucap.
"Bisa loh Aldi kamu bicara," ungkap Risma, memuji Aldi yang bicara meski tak terlalu terdengar.
ADVERTISEMENT
Ya Moms, tindakan Risma memaksa anak tunarungu berbicara menuai beragam komentar negatif karena dirasa kurang bijak. Tapi, bagaimana pendapat ahli soal hal tersebut? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.
Seperti Apa Pendapat Ahli soal Risma yang Paksa Anak Tunarungu Bicara?
Menurut Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial di Universitas Indonesia, Dini Widinarsih, M.Si, Ph. D, apa yang dilakukan oleh Risma bukanlah tindakan yang tepat, karena melanggar hak asasi. Walaupun sebenarnya Risma juga memiliki hak untuk berbicara dan berpendapat.
“Tetapi saya pikir, yang perlu dipahami adalah setiap hak asasi orang itu berbatasan dengan hak asasi lainnya. Jadi dalam hal ini, Bu Risma itu mungkin punya hak asasi untuk menyampaikan opininya, tapi hak asasi dia untuk beropini atau berpendapat itu berbatasan dengan hak asasi orang disabilitas yang dia hadapi, bahwa dia (disabilitas) juga punya hak untuk dipahami, diterima, dan lain-lain,” jelas Dini saat dihubungi kumparanMOM pada Jumat (3/12).
ADVERTISEMENT
Walaupun menurut Dini, Risma mungkin bermaksud baik, hanya saja cara yang ia lakukan kurang tepat. Sebab, orang dengan dengan disabilitas itu tidak bisa disamaratakan kemampuannya. Apalagi melakukan pemaksaan dengan meminta anak dengan tunarungu berbicara.
“Dia bukan orang dengan disabilitas, harus respect dengan pengalaman orang yang disabilitas gitu. Ya, walaupun dia punya pengalaman dengan Angkie, ya pengalaman Angkie tidak bisa disamaratakan dengan semua penyandang disabilitas,” jelas Dini.
“Kalau sudah begitu namanya juga sudah pemaksaan, dan beliau menyatakan langsung, memaksa. Di mana yang namanya paksaan itu berarti melanggar hak asasi, kalau menurut saya, karena beliau menyatakan paksa, berarti itu sudah melanggar hak asasi,” lanjutnya.
Sementara, menurut Dosen Fakultas Psikologi Unika Atmajaya Jakarta, dan Psikolog Pendidikan yang terbiasa menangani anak dengan disabilitas, Maria Hardono, M.Psi, apa yang disampaikan Risma tidak sepenuhnya salah. Sebab, anak-anak yang dengan tunarungu, memang tidak semuanya bisu.
“Tidak semua enggak bisa bicara. Karena kalau kita lihat dari secara biologis, kalau tunarungu itu kan yang rusak telinganya, nah sementara kemampuan mendengar dan kemampuan bicara, kalau secara biologis tuh dia berkaitan, tapi bukan berarti kalau yang satu enggak bisa, yang satu pasti enggak bisa juga,” jelasnya saat dihubungi kumparanMOM pada Jumat (3/12).
ADVERTISEMENT
Namun, memang ada anak-anak tuna rungu yang selain telinganya bermasalah, rongga mulut seperti lidah, atau otot-otot untuk berbicaranya juga tidak berfungsi dengan baik.
“Jadi memang banyak anak-anak yang tunarungu, anak yang tuli, sebetulnya kalau dilatih, diterapi, itu akan bisa berbicara, namun mungkin bicaranya tidak persis sempurna kayak kita,” ujar Maria.
“Nah. mereka ini tidak mendengar, sehingga mereka tidak bisa meniru. Tapi, mendengar itu bukan satu-satunya cara untuk belajar bicara, kita kalau ngomongin soal bicara, selama apa namanya, mulut, lidah, pita suara itu semua berfungsi, sebenarnya bisa memproduksi suara,” lanjutnya.
Meski anak tunarungu bisa dilatih berbicara, namun memaksanya untuk berbicara--apalagi di depan umum, tetap saja bukan tindakan yang tepat. Sehingga, lebih baik ajak anak tunarungu untuk melakukan terapi wicara dengan orang yang terlatih, Moms.
ADVERTISEMENT