Peneliti Ungkap Rencana Tes Darah Bisa Deteksi Risiko Depresi Pascapersalinan

22 April 2025 16:00 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peneliti Ungkap Rencana Tes Darah Bisa Deteksi Risiko Depresi Pascapersalinan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Peneliti Ungkap Rencana Tes Darah Bisa Deteksi Risiko Depresi Pascapersalinan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Depresi pascapersalinan merupakan komplikasi yang memengaruhi sekitar 1 dari 7 wanita setelah melahirkan. Kondisi ini menyebabkan ibu mengalami serangan depresi dan kecemasan yang parah, membuat ikatan dengan bayi baru lahir menjadi sangat sulit, dan dapat menimbulkan pikiran untuk melukai diri sendiri.
ADVERTISEMENT
WebMD melansir, sayangnya, hanya sekitar 6 persen wanita dengan depresi pascapersalinan yang mencari pertolongan medis. Kenapa? Rasa malu, stigma negatif dari lingkungan sekitar, dan kurangnya kesadaran dapat menunda atau menghalangi diagnosis depresi pascapersalinan, yang kemudian menyebabkan efek jangka panjang pada ibu dan anak.
Namun, tes darah sederhana yang dapat memprediksi kondisi tersebut sebelum gejala muncul menawarkan harapan baru. Ya Moms, peneliti sedang mengembangkan suatu tes darah, yang mengisyaratkan di masa depan, pencegahan lebih bisa dilakukan pada ibu-ibu dengan risiko depresi pascapersalinan.

Penelitian tentang Tes Darah untuk Deteksi Risiko Depresi Pascapersalinan

Penelitian yang membuka jalan bagi tes darah sebagai detektor depresi pascapersalinan sudah dilakukan selama satu dekade. Para ilmuwan telah mengidentifikasi biomarker epigenetik (indikator dalam DNA kita yang mencerminkan perubahan dalam cara gen diekspresikan), yang dapat memprediksi depresi pascapersalinan dengan akurasi 80% persen pada trimester ketiga kehamilan, menurut sebuah studi tahun 2020 dalam jurnal Psychiatry Research.
ADVERTISEMENT
Biomarker ini mampu memprediksi depresi pascapersalinan pada wanita dengan riwayat depresi, serta mereka yang pada saat tes tidak menunjukkan tanda-tanda depresi sekalipun.
"Jika temuan ini dapat digunakan untuk membuat tes darah standar, maka pasien berisiko tinggi dapat segera mencari pengobatan sebelum gejala muncul," kata Lauren Osborne, MD, yang merupakan penulis kedua studi tahun 2020 dan wakil ketua penelitian klinis di Departemen Obstetri dan Ginekologi di Weill Cornell Medicine, New York City.
Senada, profesor di University of Virginia dan pakar psikiatri reproduksi, Jennifer Payne, MD, juga meyakini kehadiran tes darah ini nantinya akan sangat membantu para ibu, termasuk mengakhiri stigma negatif bahwa depresi pascapersalinan sebenarnya bisa dicegah atau diatasi selama mendapat pengobatan yang tepat.
ADVERTISEMENT
Biomarker darah nantinya memberikan ukuran objektif dan penyebab biologis, yang menyoroti kondisi tersebut sebagai masalah medis yang memerlukan perawatan. Saat ini, dua penelitian yang masing-masing dipimpin Osborne dan Payne masih terus berlangsung. Jika berhasil, pengujian tes darah ini bisa tersedia dalam beberapa tahun ke depan.
"Penelitian menunjukkan setidaknya ada dua bentuk depresi pascapersalinan, yang masing-masing merespons pengobatan yang berbeda," kata Payne.
Ilustrasi ibu depresi usai menyapih. Foto: Shutter Stock
"Yang satu lebih mungkin terjadi pada wanita dengan riwayat depresi, sementara yang lain, yang digambarkan sebagai 'tergantung hormon', memengaruhi pasien yang tidak memiliki masalah kesehatan mental sebelumnya. Yang terakhir lebih mungkin merespons pengobatan berbasis hormon," imbuh dia.
Bila nantinya ibu terdeteksi memiliki risiko depresi pascapersalinan, maka pengobatan bisa dilakukan bersamaan dengan terapi, Moms. Bagi pasien dengan riwayat depresi atau kecemasan, melanjutkan pengobatan selama kehamilan dapat menjadi pilihan, sesuai rekomendasi dokter kandungan.
ADVERTISEMENT
Bagi ibu yang membutuhkan psikoterapi, terutama terapi interpersonal dan terapi perilaku kognitif (CBT), diharapkan dapat membantu ibu mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatifnya. Selain itu, ibu juga diharapkan bisa terhindar dari trauma yang disebabkan oleh komplikasi kelahiran yang membahayakan ibu dan bayinya.
"Terapi dapat membantu menormalkan pengalaman seorang ibu, membantunya memproses emosinya, dan mengatasi kemungkinan trauma reproduksi," ujar terapis perawatan perinatal, Marilyn Cross Coleman.
Dalam beberapa kasus, terapi kelompok bersama para ibu lainnya sangat efektif. Banyak wanita menderita dalam diam karena rasa malu, dan berbagi pengalaman dengan ibu-ibu lain membantu mereka menyadari bahwa mereka tidak sendirian.
"Tes biomarker dapat mendorong ibu hamil untuk mencari dukungan kesehatan mental sejak dini, yang sangat penting karena mencari perawatan dapat memakan waktu berbulan-bulan," kata Osborne.
ADVERTISEMENT

Cara Paling Ampuh Mencegah Depresi Pascapersalinan

Peneliti mengungkapkan satu kebiasaan baik yang perlu dilakukan ibu setelah melahirkan bisa sangat manjur dalam mencegah terjadinya depresi pascapersalinan. Hal tersebut adalah tidur.
Ya Moms, penelitian menunjukkan gangguan tidur membuat ibu berisiko lebih tinggi mengalami depresi pascapersalinan. Menurut sebuah studi tahun 2024, tidur malam yang tidak terganggu selama 4-5 jam dapat secara efektif mencegah gejala depresi.
Bila butuh tidur yang cukup, Anda bisa bergantian menjaga bayi bersama suami maupun anggota keluarga yang lain.
"Karena semakin lama gejalanya dapat memburuk. Dengan lingkungan yang mendukung ibu, hal ini memainkan peranan besar dalam pemulihan," tutup Coleman.