Perjuangan Chico Hakim Jalani Peran Jadi Single Dad Bagi 2 Putranya

12 November 2022 11:03 WIB
·
waktu baca 12 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Chico Hakim dan anak-anaknya. Foto: Instagram/@chicohakim
zoom-in-whitePerbesar
Chico Hakim dan anak-anaknya. Foto: Instagram/@chicohakim
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pandemi COVID-19 membawa duka bagi banyak orang. Tidak sedikit orang yang kehilangan anggota keluarga maupun rekan yang terpapar virus corona. Salah satunya turut dialami Chico Hakim.
ADVERTISEMENT
Ya Moms, Chico Hakim kehilangan sang istri, Citra Soeroso, usai melahirkan anak keduanya pada 14 Juli 2021 akibat COVID-19. Sebelum kepergian istrinya, Chico juga sempat mencari donor ASI untuk putra kedua mereka yang harus dilahirkan prematur demi keselamatan ibunya.
Sudah 16 bulan sejak kepergian almarhumah Citra, yang merupakan istri keduanya. Kini, ia harus berperan sebagai single dad bagi kedua anak-anaknya dari Citra, yakni Cyril Pranawasenna Hakim (Che) dan Muhammad Cyrano Pranaratama Hakim (Cyro). Beruntungnya, pengasuhan Che dan Cyro banyak dibantu oleh keluarga Citra dan anak-anak Chico dari pernikahan sebelumnya.
Di momen Hari Ayah ini, Chico berbagi cerita kepada kumparanMOM tentang perannya sebagai single dad bagi Cyril dan Cyro, tantangan yang dihadapi, dan apa harapannya bagi kedua anaknya kelak. Berikut wawancara lengkapnya:
ADVERTISEMENT

- Ketika pertama kali tahu harus menjalani kehidupan sebagai single dad, apa yang dirasakan Mas Chico waktu itu?

Chico Hakim dan istrinya. Foto: Instagram/@chicohakim
Mungkin waktu pertama kali detik-detik istriku wafat sampai hari pertama kedua justru masih dalam state of shock, jadi merasa kayaknya enggak mungkin. Justru yang jadi tantangan hari-hari berikutnya, bahkan sampai hari ini. Waktu itu enggak sempat berpikir panjang karena life must go on. Kalau dibilang sedih, ya sedih. Tapi kan hidup harus berlanjut. Saya melanjutinya hari ke hari dengan bersedih, tapi enggak apa-apa. Enggak ada yang mengganggu aktivitas saya juga, bahkan menambah tanggung jawab saya terhadap anak-anak. Enggak sempat berpikir khusus. Tapi dari hari ke hari selalu berpikir soal itu.

- Setelah istri tiada, bagaimana memberi tahu ke anak, terutama kepada si sulung?

Anak sulung saya dengan Citra, Cyril, dia usia masih belum tiga tahun. Hampir tiga tahunlah. Jadi dia ikut waktu pemakaman. Tapi kan dia tahu prosesnya waktu ibunya sakit, di rumah sakit. Bapaknya juga harus selalu di rumah sakit untuk ngejagain. Dari situ sudah dibilang, "mama sakit". Terus ketika mama sudah enggak ada, "Mama mana?". Mama...ya saya menjelaskannya, saya memilih memakai jalur agama untuk menjelaskannya. Saya enggak psikolog. Tapi menurut saya, saya melakukannya dengan cara saya sendiri, bahwa mama sakit Allah enggak tega jadi Allah ambil, supaya mama enggak sakit lagi.
ADVERTISEMENT
Jadi apakah dia sudah mengerti? Insyaallah sudah. Karena begini, ibunya sebelum wafat selama bertahun-tahun ibunya enggak pernah lepas sama anakku ini, setiap hari, 7x24 jam seminggu. Enggak pakai nanny, babysitter, dia ngurus anak sendiri. Jadi setiap malam diajari berdoa. Dan kita membiasakan anak kita dari dia enggak bisa ngomong aja kita ajak ngomong seperti orang besar. Jadi anak cepat dewasa, kita anggap cara seperti itu cepat membuat anak dewasa.
Konsep tentang Tuhan, tentang Allah, tentang dia datangnya dari mana sudah diceritakan sebelum terjadi ini semua. Jadi saya melanjutkan aja bahwa ada Allah yang menciptakan kita lebih besar, jadi yang mengambil kita juga. Dan kehidupan kita yang sekarang ini bisa disambung lagi nanti di kehidupan yang berikutnya. Saya jelaskan gitu aja, bahwa mama sakit enggak sembuh-sembuh, Allah kasihan jadi Allah ambil supaya mama sembuh. Tapi enggak bisa ketemu kita dulu, tapi suatu hari nanti kita ketemu.
Chico Hakim. Foto: Nabilla Fatiara/kumparan

- Bagaimana akhirnya sampai Mas Chico memutuskan untuk bangkit dan enggak terpuruk dalam kesedihan?

Gini lho, saya selalu menganggap hidup itu berbeda dengan kebanyakan orang yang selalu sibuk mencari kebahagiaan. Kalau saya menyadari hidup ini bukan mencari kebahagiaan. kalau kami hidup mencari kebahagiaan, terus enggak mendapatkannya kamu bisa depressed.
ADVERTISEMENT
Nah, hidup ini hidup is an adventure. Hidup itu petualangan, up and down. Jadi kalau saya menganggap bagaimana caranya bangkit? Bukan bangkit ya. Kalau saya mikir gini, saya kehilangan istri, saya sedih terus sepertinya gini, kayak saya kecelakaan terus pincang. Saya pincang seumur hidup, tapi enggak apa-apa, kan saya masih bisa jalan. Ngerti kan? Jadi enggak ada.... kalau dibilang terpuruk, ya gue masih terpuruk. Tapi gue tetap jalan.
It will never heal, dan saya enggak heal, enggak nyari kesembuhan juga. Kenapa? Karena dengan adanya memori ini artinya saya merasa ada dia di dekat saya. Bukan denial, tapi memang kenyataannya seperti itu. Jadi susah kalau pertanyaannya bangkit, bangkit tuh bagaimana. Gue masih pincang, seumur hidup ini, tapi enggak apa-apa. aku kerja kok, aku ngurus anak kok.
ADVERTISEMENT

- Kondisi anak-anak sekarang bagaimana?

Cyril bulan ini mau 4 tahun, yang kedua yang lahir sebelum ibunya wafat kan dilahirkan prematur supaya ibunya bisa diobati lebih intens lagi, sekarang sudah 1 tahun 4 bulan, kan sama tuh bulan meninggalnya [dengan ibunya]. Dua-duanya sehat alhamdulillah.
Terus terang, saya sangat dibantu setiap harinya oleh khususnya oleh ibunya almarhumah. Jadi kita tinggal bersama-sama. Padahal dulu pas masih menikah enggak pernah tinggal sama orang tua. tapi justru sekarang malah tinggal sama mertua perempuan, ibu mertua, untuk dia membantu saya mengasuh anak-anak sama-sama. Karena saya masih kerja, ada penyesuaian dan pengorbanan. Ya kan? pengorbanan untuk saya, maksudnya tapi enggak apa-apa kan untuk anak-anak. anak-anak butuh figur 'perempuan' enggak bisa denial itu.
ADVERTISEMENT

- Apakah Mas Chico ikut mengatur pola asuh anak?

Kalau dibilang ikut, justru pola pengasuhannya saya yang tentukan. Pola pengasuhan anak tuh gini, saya selalu kebetulan Cyril dan adiknya Cyro bukan dua anak saya aja. Saya punya putra putri dari pernikahan sebelumnya, yang alhamdulillah pola pengasuhannya sama.
Yang saya punya standar sendiri untuk mengasuh anak. Satu, anak itu harus cepat mandiri. Jadi nomor satu ketika dia usia balita yang diutamakan adalah pendidikan soal independensi. Jadi they have to become independent. Ketika saya nyekolahin anak ke playgroup, saya enggak lihat tuh kadang-kadang dia sudah bisa ini soal planet, soal itu. Belum ada keperluannya hehe. Dia perlunya apa? Dia perlunya belajar mandi sendiri, dia harus bisa ambil minum sendiri tanpa minta tolong, dll.
Chico Hakim dan anak-anaknya. Foto: Instagram/@chicohakim
Jadi pola pengasuhannya tentunya saya sebagai orang tuanya saya yang menentukan. Dan sekeliling saya yang membantu tentunya mengikuti cara-cara itu. Tapi kadang-kadang, adalah neneknya yang memanjakan, itu kan enggak bisa kita hindari. Tapi enggak apa-apa, dan saya dengan anak-anak cukup tegas.
ADVERTISEMENT
Saya juga enggak mau Cyril maupun Cyro saya bedakan cara membesarkannya ketika saya treat kakak-kakaknya atau anak-anak lain karena mereka enggak punya ibu. Tetap saya tekankan ke mereka. Jadi alhamdulillah Cyril di usianya yang sudah mau 4 tahun bisa dibilang cukup dewasa di antara anak-anak seusia dia.

- Sekarang dukungan terbesar Mas Chico apa atau siapa?

Salat. Ya, jadi...... (terdiam)

- Anak-anak ikut ibadah salat bersama?

Bapak ibunya salat, bapak dan mama salat. Kita lumayanlah, aku sama almarhumah kita lumayan beribadahlah. Terus ketika ya berapa bulan, 1-2 bulan setelah ibunya wafat, Cyril dia sudah hampir setahun kursus ngaji, manggil guru ke rumah. Itu juga jadi bagian dari karena kan saya memilih menjelaskan ke dia melalui agama. Tentang kematian, tentang after life. Jadi saya mau dia belajar ngaji. nanti dia kan bisa menghubungkan sendiri. walaupun tadi ketika saya jawab tentang ibunya ke mana, dia belum ngerti full. Tapi pelan-pelan dia akan mengerti sendiri.
ADVERTISEMENT
Jadi kalau mau jujur siapa yang membantu, orang ya, jujur aja enggak ada untuk saya untuk melewati masa-masa sulit ini. Karena saya juga bukan tipe orang yang senang tergantung sama orang. Saya punya karakter yang agak sulit sebenarnya untuk gampang bercerita sama orang. Bercerita yang sedih-sedih tuh susah. Saya lebih suka cerita, ya sudah. Makanya saya hanya kayak bisa di socmed, saya posting. That's how i communicate. Tapi kalau saya duduk sama orang, saya enggak bisa untuk menceritakan. saya kadang-kadang keluarkannya di situ. Kalau ditanya siapa, ya jujur aja my faith in islam is helping me going through all these.

- Apa tantangan dalam mengasuh anak-anak yang harus tumbuh besar tanpa figur seorang ibu?

Jadi dengan memilih, sekarang sementara waktu ini tinggal bersama ibunya almarhumah itu bagian dari itu. Bahwa anak-anak juga perlu pengasuhan dari pihak yang feminin. Enggak selalu maskulin. Kalau saya kan maskulin, laki-laki dari cara laki-laki membesarkan anak.
ADVERTISEMENT
Dan saya tipe laki-laki yang bisa dibilang maskulin, konservatif. Kalau anak laki-laki itu harus keras, mesti bisa berantem. Benar, harus belajar bela diri, mesti enggak boleh cengeng. Tapi kan enggak bisa membesarkan anak harus ada sisi yang dari sisi perempuan, dari sisi ibu. Ya akhirnya saya memilih, ini bagian dari keputusan saya untuk bersama dibantu oleh ibu mertua saya adalah ini.
Terus dalam perjalanannya akhirnya tetap aja at the end keberadaan seorang ibu irreplaceable, enggak bisa digantikan. Apa yang ada ya sampai sini aja. Jadi itu dulu lah dijalani. Tapi saya tentunya akhirnya juga tanggung jawab saya lebih besar.
Anak-anak saya tidur sama saya. Cyril sejak ibunya meninggal belum pernah tidak tidur sama saya, kita tidur berdua. Cyro tidur di kamar satunya kamar bayi ditemani sama neneknya dan baby sitter. Jadi nanti mungkin kalau dia sudah besaran sedikit nanti tidur sama kita.
ADVERTISEMENT
Khusus saya memilih selama 1,5 tahun ini belum pernah ada bisnis nginap di luar kota atau luar negeri. Baru senin nih pertama kali 3 hari ada conference bagian dari G20 di Bali. Pertama kalinya saya akan pergi ninggalin anak-anak untuk enggak tidur, enggak pulang. Saya juga sekarang memilih untuk pulang kantor lebih cepat. Kebetulan di usia saya dan posisi saya, saya kan senior advisor atau komisaris, jadi enggak harus terlalu aktif di kantor.
Tapi kan itu pilihan, saya memilih untuk tidak pulang ke rumah lebih dari jam 8 malam supaya bisa ketemu si bayi sebelum dia tidur. Saya kan diketawain sama teman-teman saya, kalau sore minum kopi "Ah gue mesti pulang nih, gue kangen bayi gue". Ya tapi kadang-kadang sedih, kalau pulang bayi sudah tidur, tapi ya sudah itu dijalanin aja. Sudah menjadi kebiasaan. Kalau disebut pengorbanan oke itu pengorbanan. Tapi saya senang melakukannya karena saya memang senang sama ngasuh anak-anak semua, dari mereka yang besar juga.
ADVERTISEMENT

- Di tengah berbagai pengasuhan anak yang dijalani, apa yang dirasa sulit tanpa dampingan dari ibu mereka?

ADVERTISEMENT
Enggak kepikir sih, mungkin selain menyusui enggak ada. Itu aja perjuangan waktu si bayi lahir saya cari ibu ASI dan banyak, dari banyak ibu ASI. Dan kita masih terus berhubungan ya walaupun dia sudah enggak ASI, si Cyro ulang tahun kita undang anak-anak dan ibunya. Masih berhubungan kadang-kadang ada yang playdate sama si Cyro. Tapi kalau apa ya yang enggak bisa digantikan, yang enggak bisa diucapkan.
Saya kan galak sama anak saya. Saya kalau marah, galak ke anak-anak saya, terutama yang laki-laki. Tapi kalau yang bayi enggak dimarahi. Tapi kalau Cyril sudah mulai nakal. Kalau saya marah ya marah. Kadang-kadang sedihnya gini lho, kalau saya marah terlalu keras sedihnya enggak ada ibunya yang bisa comfort dia. Jadi saya sekarang sudah mulai mengurangi itu. awal-awal saya belum bisa beradaptasi untuk menahan diri, untuk enggak terlalu keras. Sekarang saya sudah bisa, karena saya mengingat itu. Kan kalau dia dimarahi saya, dia hanya punya saya, dia mau peluk siapa lagi. Ya sudah saya masih mencoba untuk tidak terlalu keras, bukan keras memukul ya, tapi maksud saya tegas lah.
ADVERTISEMENT
Saya jadi orang tua tegas, sama anak kecil pun tegas. ya harus tegas supaya jangan bikin anak kita, gini lho, jangan sampai anak kita enggak disukai sama anak orang, ya kan? Orang kan enggak sadar kalau anaknya cengeng. Tapi kan ibunya sebenarnya sama, cara saya membesarkan dan almarhumah sama, kita cocoklah. Dia juga tegaslah, dia selalu ajak ngobrol anak saya selalu dengan bahasa orang besar. Enggak pernah pakai bahasa anak kecil. Terus kita tegas, tapi bukan gampang melarang. Justru kita membiarkan. Biarin aja jatuh, biar dia tahu. Jadi kadang-kadang kayak gitu.
Jadi, apa ya yang hilang? Saya mungkin enggak terlalu lama pelukin dia. Kan ibu-ibu biasanya. Terus Cyro khususnya yang bayi, saya melihat dia sekarang enggak terlalu attached sama orang. Dia senang kalau lihat saya pulang minta digendong, tapi cuma sebentar. Sama neneknya juga begitu, dia senang sama neneknya digendong tapi sebentar. Karena kan dia enggak pernah tidur di pelukan orang. Kan kalau ada ibunya, hal-hal seperti itu yang hilang. Bayi tiduran di pelukan ibunya. Cyro kan enggak. Cyro sama sekali tidak mengalami itu. Jadi ya kayak gitu yang kita enggak bisa gantiin.
ADVERTISEMENT
Enggak apa-apa. Saya selalu mikir, Tuhan ini kan baik, dia enggak mungkin melakukan itu tanpa alasan. Saya yakinlah something big is going to happen for my children, yang ini. Siapa tahu jadi presiden kan? Amin.

- Apa sih kegiatan favorit bersama anak?

Chico Hakim dan anak-anaknya. Foto: Instagram/@chicohakim
Kalau di rumah aktivitas favorit saya sama Cyril kelonan aja, kelonan di depan TV berdua nga-AC, kelonan. Dia main game, saya main game, sendiri-sendiri haha.Nanti kita ngobrol kan. Dia kan sekarang sudah mulai sekolah. kalau dia pulang bawa buku dari library sekolahnya, dia minta dibacakan. Cuma kalau aktivitas gini, Cyril waktu baru-baru ibunya meninggal saya selalu ajak pergi berdua. Dia sekarang punya pengasuh juga babysitter di rumah, ada yang bantu ngurus dialah.
ADVERTISEMENT
Tapi kalau pergi saya 50:50, 50 persen saya senang ajak dia pergi tanpa baby sitter. Tapi kalau pergi saya sebisanya seminggu sekali dua kali keluar rumah dengan dia tanpa pengasuhnya. Saya pergi ke Ancol seharian, bisa tuh, pergi berdua aja. terus pas jam tidur siang, tidur di mobil kita. Pelukan sambil nga-AC atau kalau ke mal main di playground.
Tapi tentunya saya harus tambahi nih. Yang banyak membantu saya selain ibu mertua saya adalah anak-anak saya yang lain. Jadi kakak-kakaknya mereka berdua. Saya terharu, saya justru sangat terharu banyak membantu saya. Dari sejak tahlilan online, anak saya yang paling tua membuka acara bertindak sebagai tuan rumah, terus yang baca yasin anak saya nomor empat. Saya memilih itu, karena dari keluarga ada yang bilang "Eh ini ada anak yatim, baca". Saya bilang jangan, saya punya anak sambungnya Citra. Anak saya yang pimpin baca yasin. Terus mereka bergantian sering datang ke rumah untuk nengok adik-adiknya, ada atau tidak ada saya.
ADVERTISEMENT
Mereka kan enggak tinggal sama saya, tapi mereka bergantian datang dan mereka full support. Termasuk tentunya ibu saya dan kakak saya. Tapi kan ibu saya ini kan usianya sudah cukup tua. Itulah kenapa saya memilih sekarang lebih intens dibantu ibu mertua, karena ibu saya sudah mau 80 [tahun], sedangkan ibu mertua saya masih 60an, masih kuatlah mengurus. Ya itu saya dibantu oleh anak-anak saya yang lain

- Harapan terbesar dari Mas Chico ketika harus berperan sebagai single dad dalam mengasuh anak?

Harapannya ke anak-anak tentunya seperti harapan saya ke anak-anak saya yang lain, yang bukan lahir dari rahim almarhumah [Citra]. Menjadi anak-anak yang mandiri, bermanfaat bagi dirinya utamanya, dan bagi banyak orang. Dan anak-anak yang saleh, anak-anak yang beragama, yang menjalankan agama secara serius. Anak-anak yang salat, itu penting nomor satu. Saya selalu bilang salat, menjadi manusia yang kalau kita sudah memilih beragama Islam ya kita jalani yang wajib-wajibnya. Yang penting, menjadi orang yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Itu saja sih. Dan alhamdulillah saya enggak muluk-muluk, itu terjadi lancarlah insyaallah dunia akhirat
ADVERTISEMENT