Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Polusi Udara Jakarta Picu Bayi Lahir dengan Berat Badan Rendah hingga Stunting
24 November 2023 20:04 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Konsentrasi PM2,5 di Jakarta saat ini 13,2 kali lebih tinggi dari nilai panduan kualitas udara tahunan WHO!," kata Kepala Divisi Endokrinologi FKUI dr. Frida Soesanti, Sp.A (K), M.Sc, dalam diskusi panel bertajuk “Forum Menuju Indonesia Emas 2045: Dampak Kualitas Udara terhadap Masalah Stunting Manusia Indonesia", Jumat (24/11).
Bahaya Polusi Udara Bagi Ibu Hamil dan Anak
dr. Frida dan tim juga telah melakukan penelitian terkait bahaya polusi udara bagi ibu hamil dan bayi yang dilakukan sejak 2016. Penelitian ini juga telah dipubikasikan di jurnal internasional Environmental Health. Kala itu, rata-rata PM2,5 Jakarta 36,5 µg/m³ atau 8 kali lipat dari standar WHO. Itu saja, dampak yang ditimbulkan bagi ibu hamil dan bayi sangat berbahaya, Moms.
ADVERTISEMENT
"Bagi ibu hamil, polusi udara bisa memicu bayi BBLR (berat badan lahir rendah), lahir prematur, panjang lahir lebih pendek, dan lingkar kepala lebih kecil. Itu semua adalah pemicu stunting," ujar dokter spesialis anak yang praktik di RSCM ini.
Polusi udara yang dihirup ibu hamil juga bisa memicu pneumonia pada bayi, infeksi telinga, penurunan fungsi paru, peningkatan tekanan darah, hingga memicu hipertensi saat remaja.
Kemudian saat anak lahir, polusi udara akan semakin banyak memicu berbagai penyakit. Seperti risiko asma, gangguan neurodevelopment yang bisa memicu autisme, risiko infeksi saluran napas dan telinga, gangguan kardiovaskular seperti hipertensi dan obesitas, hingga mengganggu reproduksi!
"Polusi udara bisa memicu anak mengalami pubertas lebih awal atau lebih lambat," kata dr. Frida.
ADVERTISEMENT
Sebagai dokter anak, Frida mengaku kerap dilema. Di satu sisi selalu menganjurkan anak bermain di luar ruangan dan membatasi gadget. Tapi di sisi lain, polusi udara di luar ruangan sangat berbahaya bagi anak yang sistem kekebalan tubuhnya belum berkembang optimal.
"Anak lebih rentan karena kekebalan tubuhnya masih berkembang dan imunnya lebih rentan. Napasnya lebih cepet dari orang dewasa dan enggak cuma lewat hidung, mulut juga," kata dr. Frida.
Selain itu, tubuh anak yang pendek membuatnya lebih berpeluang menghirup udara yang kotor dibanding orang dewasa. Padahal anak merupakan penerus bangsa yang diharapkan bisa memperbaiki kualitas rakyat Indonesia di masa depan.
"Bukannya kita jadi generasi emas, malah generasi cemas, we have to do something,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Dia berharap, para pemangku kepentingan dapat bertindak tegas mengatasi permasalahan ini. Apalagi dalam diskusi tersebut juga dihadiri perwakilan dari ketigas Timses Capres yang akan berpotensi menjadi pemangku kebijakan.