PR Sekolah Anak Terlalu Banyak, Orang Tua Harus Bagaimana?

20 Oktober 2018 22:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak takut hadapi ujian (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak takut hadapi ujian (Foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Seorang ayah di Taiwan naik pitam setelah melihat putranya berjuang menyalin 22 halaman dari buku teksnya. Dia menyebut, butuh waktu hingga fajar terbit agar tugas tersebut bisa diselesaikan. Oleh sebab itu, sang anak sampai-sampai harus tidur tergeletak di atas tumpukan tugas-tugas.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut tak bisa dibiarkan oleh sang ayah. Dalam unggahan Facebook-nya Kamis (11/10), pria yang bernama Lin itu menulis,
"Guru, saya telah merobek buku teks dan pekerjaan rumah anak saya. Saya sudah mengirimnya ke tempat tidur. Maaf."
Dilansir Asiaone, itu bukan kali pertama Lin atau istrinya menemukan putra mereka tergeletak di atas pekerjaan rumahnya pada pagi hari.
Sementara, pada unggahan Facebook sebelumnya, Lin menyebut anaknya menunjukkan tanda-tanda takut sekolah. Hal itu dikarenankan sang anak takut dengan jumlah PR yang menumpuk.
Anak Lin pun harus merelakan kegiatan favoritnya tergantikan dengan aktivitas mengerjakan PR.
"Tidak ada pembelajaran bermakna dalam menyalin dari buku teks. Anak saya terlalu muda untuk menolak tugas semacam itu, jadi adalah tugas saya sebagai ayah untuk membantunya," Lin kembali berujar.
Ilustrasi anak sekolah. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak sekolah. (Foto: Thinkstock)
Lin hanya ingin anaknya tumbuh bahagia dan tidak terbebani oleh tugas sekolah yang berat.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, Lin sebenarnya telah mendekati guru putranya untuk mendiskusikan beban kerja sekolah, tapi mereka tidak dapat mencapai kesepakatan. Hingga pada akhirnya, Lin memindahkan anaknya ke sekolah lain.
Menanggapi hal ini, kumparanMOM menghubungi psikolog pendidikan sekaligus inisiator Peduli Musik Anak, Karina Adistiani atau yang akrab disapa Anyi. Menurutnya, pekerjaan rumah seharusnya diberikan dengan tujuan yang jelas, bukan asal-asalan.
"Bukan soal jumlahnya. Apakah tugasnya meaningful (bermanfaat) atau enggak. Dia tujuannya apa. Apakah PR itu penting?, " jelas Anyi saat dihubungi kumparanMOM, Sabtu (20/10).
Ilustrasi anak disleksia  (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak disleksia (Foto: Thinkstock)
Tujuan pemberian PR, menurut Anyi, seharusnya bisa membuat anak lebih paham dengan materi yang diajarkan oleh guru di sekolah.
"Kita harus ingat tujuan PR. PR itu kan tujuannya memang betul pengulangan ataupun belajar lebih jauh yang membuat anak jadi lebih paham dari materi tersebut. Maka ya sesuai dengan tujuannya. Kalau memang dirasa PR-lah yang harus dberikan, ya pilihlah PR yang sesuai dengan tujuannya," papar Anyi.
ADVERTISEMENT
Anyi menambahkan bahwa setiap guru harus paham betul tujuan pemberian PR, yaitu paham betul materi pelajaran bukan hanya membuat anak sekadar mengingat. Lantas, apa yang perlu dilakukan orang tua jika anak mendapat banyak sekali PR?
"Kalau dirasa tidak meaningful, silakan datang ke guru. Sekolah seharusnya memberikan 'ruang' untuk para orang tua murid yang ingin protes. Tapi, kembali lagi, 'ruang' yang diberikan masing-masing sekolah itu kan berbeda-beda," jelas Anyi. .
Jadi Moms, jika Anda merasa tugas atau PR yang diberikan pihak sekolah ke anak tidak sesuai dengan tujuannya, Anda bisa berdiskusi langsung dengan guru di sekolah. Hal tersebut merupakan hak Anda sebagai orang tua murid, karena sudah sepatutnya pihak sekolah memberikan ruang yang cukup bagi setiap wali murid yang ingin mengadu ataupun protes.
ADVERTISEMENT