Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Rindu Guru pada Murid-murid dengan Kemampuan Sosial-Emosional yang Baik
4 Februari 2025 9:24 WIB
·
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
Seiring perkembangan zaman, Galuh Purboretno yang sudah 20 tahun mengabdi sebagai guru , merasakan kehadiran dunia digital begitu signifikan mengubah karakter murid. Di balik akses ilmu pengetahuan yang kini sangat mudah dijangkau, murid cenderung menjadi lebih reaktif, mereka rentan mengalami kekerasan hingga perundungan, yang kemudian mempengaruhi prestasi akademik.
ADVERTISEMENT
Pendidikan yang konvensional di mana hubungan guru dan murid masih hierarkis dan kaku, serta rutinitas murid sehari-hari yang hanya datang ke sekolah untuk belajar, selesai, kemudian pulang, tidak mampu membekali murid untuk menghadapi gempuran dunia digital tersebut.
Beruntungnya, Galuh berkenalan dengan social-emotional skills (SES) yang mampu menjawab keresahannya itu. SES adalah kemampuan untuk mengenali, memahami, dan mengelola emosi, yang juga berhubungan pada terciptanya interaksi sosial dengan orang-orang di sekitarnya.
Ternyata, kemampuan sosial-emosional yang ia terapkan di kelasnya menjadi jawaban atas kerinduan yang ia rasakan: melihat murid-muridnya memahami dan merespons emosi, berani mengemukakan pendapat, dan tentunya siap menghadapi perkembangan dunia digital. Dia pun melihat murid-muridnya lebih sering berpikir kritis dan percaya diri dalam menemukan solusi—keterampilan yang penting untuk menghadapi tantangan pembelajaran di masa depan, termasuk di bidang STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics).
ADVERTISEMENT
Perjalanan Galuh sudah sejalan dengan temuan survei Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) tentang Survey on Social Emotional Skills (SSES) tahun 2023 , yang mengungkapkan keterampilan sosial-emosional berpengaruh signifikan terhadap prestasi akademik, kesejahteraan, dan kesehatan anak-anak. Survei ini yang dilakukan di 16 lokasi global. Dan Kudus, Jawa Tengah, adalah satu-satunya perwakilan Indonesia dalam survei OECD serta menjadi salah satu wilayah dengan penerapan SES terbaik.
Dalam survei di Kudus, sebanyak 99 persen siswa usia 15 tahun telah belajar SES yang telah terintegrasi dalam lintas mata pelajaran. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding rata-rata OECD (83 persen). Hasil temuan di Kudus menunjukkan murid-murid dengan tingkat keterampilan sosial-emosional yang lebih tinggi, cenderung memiliki perilaku yang lebih sehat, citra tubuh yang lebih baik, dan kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi. Mereka juga cenderung lebih sedikit mengalami kecemasan saat ujian dan saat berada di dalam kelas, serta lebih puas dengan kehidupan dan relasi mereka.
ADVERTISEMENT
“Awalnya, sosial-emosional itu menjadi kerinduan saya sebagai seorang guru untuk meng-handle anak secara emosi di dalam kelas,” ucap Galuh yang sudah 10 tahun mengajar di SD Kanisius Kudus itu.
Galuh sempat mengikuti program pelatihan dan pendampingan seputar SES bersama sekolah dan madrasah lainnya. Pandemi COVID-19 pada tahun 2020 yang sempat menghentikan program pelatihan tersebut, tidak menyurutkan antusiasme Galuh untuk terus belajar bersama guru-guru lainnya.
Saat awal menerapkan SES di sekolah, tentu segala sesuatunya tidak langsung berjalan mulus karena harus mengubah paradigma semua pihak. Namun Galuh tak menyerah dan terus berinovasi agar SES ini dipahami murid-muridnya.
“Dengan cara-cara yang menarik, seperti melalui papan perasaan, curhat bersama guru, belajar lewat emotikon-emotikon, pembiasaan-pembiasaan baik. Anak-anak akhirnya lama-kelamaan menjadi terbiasa dan itu menjadi sesuatu yang ditunggu oleh mereka,” cerita Galuh.
Sesi mindfulness yang kerap dilakukan Galuh juga menjadi salah satu kegiatan yang sangat disukai murid. Di sini mereka diperbolehkan untuk beristirahat sejenak dan mengatur napas agar menjadi lebih tenang, lebih fokus, dan siap untuk melanjutkan pembelajaran kembali. Penerapan SES mengajarkan murid cara mengelola stres dan bertahan dalam menghadapi tantangan, termasuk saat mengatasi masalah STEM di sekolah maupun di dunia nyata. SES juga menumbuhkan kolaborasi, kreativitas, dan komunikasi di kelas Galuh. Hal ini menjadi bekal penting untuk murid dapat belajar secara efektif dalam STEM di mana pemecahan masalah dan kerja sama tim sangat penting.
ADVERTISEMENT
Setelah sekitar dua tahun menerapkan SES di kelas, Galuh merasakan perubahan yang luar biasa dalam interaksi dengan murid-muridnya.
"Kalau dibandingkan dulu, kontrolnya lebih kuat di guru dan anak-anak hanya menjadi peserta pasif. Dan sekarang pasca-penerapan SES, guru jadi tidak hanya pemilik otoritas tertinggi, tetapi murid-murid juga punya suara, student voice and choice, berhak bersuara dan didengarkan, tetapi tetap dengan kontrol guru," kata Galuh.
"Betapa saya rindu SES bisa diterapkan di semua sekolah di Kudus. Dengan emosi anak-anak yang tertata, mengajar jadi effortless dan menyenangkan. Saya sudah merasakan sendiri dampaknya," tutur Galuh.
Ia pun melihat SES bagaikan gayung bersambut dalam pendidikan karakter. Awalnya ia mencoba menerapkannya sendiri hingga menarik perhatian guru lain. Kini, SES diterapkan secara seragam di sekolahnya setelah pelatihan bersama.
ADVERTISEMENT
"Dengan SES, semua terakomodasi. Saya semakin mantap dan bertambah ilmu tentang pendidikan karakter," ujar Galuh.
Bagaimana Penerapan Keterampilan Sosial Emosional dari Sisi Kepala Sekolah?
Pengalaman yang tidak kalah menarik juga diungkapkan Rizki Oktavian Saputra selaku Kepala Satuan Pendidikan SD 1 Barongan Kudus. Tidak hanya menghadapi perbedaan karakter, Rizki dan guru-guru di sekolahnya menyadari perbedaan latar belakang murid-murid turut mempengaruhi cara mereka dalam menerapkan SES.
"Siswa sekolah kami berasal dari 9 kecamatan di Kudus, mulai desa, pinggiran, sampai pusat kota itu ada dari suku Jawa, Chinese, ada di kami. Tantangan ini sekaligus menjadi peluang untuk menciptakan suasana sekolah yang lebih inklusif," cerita Rizki.
Rizki yang sudah menjadi kepala sekolah di SD 1 Barongan sejak 2022 itu bertekad menghadirkan kehangatan layaknya keluarga di tengah beragamnya murid-murid di sekolah yang dipimpinnya. Tekad ini muncul setelah ia melihat interaksi antara guru dan murid yang belum maksimal hingga pembelajaran yang masih monoton.
Ia menyadari SES tak bisa diterapkan sendiri oleh pihak sekolah. Maka, Rizki rutin mengajak para orang tua untuk berdiskusi seputar SES lewat forum komite atau paguyuban. Sehingga, kerja keras guru menerapkan SES di kelas tidak hilang begitu saja ketika murid-murid pulang ke rumah.
Di sisi lain, tidak hanya berpengaruh signifikan pada kemampuan meregulasi emosi, Rizki turut mengungkapkan dampak positif lainnya. Ia menyadari kini anak-anak muridnya sudah lebih menyadari minat dan bakatnya, baik secara akademik maupun non-akademik.
ADVERTISEMENT
Namun, tidak ingin berpuas diri, Rizki juga memiliki rencana untuk bisa menyebarkan praktik baik SES di sekolah-sekolah negeri lain di Kudus. “SES telah mampu membantu murid-murid berkembang secara pribadi, menciptakan lingkungan sekolah yang positif, hingga mewujudkan interaksi sosial yang sehat bersama guru-guru. Kami ingin sekolah lain dapat mencontoh hal-hal baik yang telah kami lakukan, sehingga pendidikan di Kudus menjadi lebih baik”, tutur Rizki.
Temuan baik terkait pelaksanaan SES di Kudus tentunya tidak akan berhenti di kota ini saja. Tetapi, juga kan dijadikan salah satu acuan pemerintah Indonesia dalam menguatkan pendidikan karakter dan kompetensi guru. Sehingga, pembelajaran sosial-emosional di sekolah-sekolah bisa menjadi kurikulum yang mindful, meaningful, dan joyful!