Seperti Apa Hari Pertama Sekolah Tatap Muka? Ini Cerita Para Ibu

30 Agustus 2021 19:32 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah siswa mengenakan masker menghadiri Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di SDN Pondok Labu 14 Pagi, Jakarta, Senin (30/8). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah siswa mengenakan masker menghadiri Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di SDN Pondok Labu 14 Pagi, Jakarta, Senin (30/8). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Meski virus corona belum pergi, sekolah tatap muka di wilayah DKI Jakarta sudah dimulai hari ini, Senin (30/8).
ADVERTISEMENT
Adapun di wilayah Jakarta ada sekitar 610 sekolah yang menggelar PTM. Aturan tersebut tertuang di dalam Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 883 Tahun 2021 dan untuk sekolah yang diizinkan menggelar pembelajaran tatap muka terbatas sudah melalui tahapan asesmen.
"Menetapkan satuan pendidikan yang melaksanakan pembelajaran tatap muka pembelajaran campuran tahap I pada masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat sebagaimana tercantum dalam lampiran I dan lampiran II merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan Kepala Dinas Pendidikan ini," ujar Kepala Disdik DKI Jakarta Nahdiana dalam keterangannya, Jumat (27/8).
Tak hanya DKI Jakarta, PTM juga digelar di beberapa sekolah di Jawa Tengah. Ada sebanyak 2.539 sekolah tingkat SD, SMP, dan SMA serta SMK di Jawa Tengah juga mulai melaksanakan pembelajaran tatap muka pada hari ini.
ADVERTISEMENT
Lantas seperti apa pelaksanaan sekolah tatap muka di hari pertama dari kacamata orang tua? Kepada kumparanMOM, empat orang ibu berbagi cerita.

Cerita Para Ibu soal Pengalaman Anaknya Mengikuti Sekolah Tatap Muka Hari Pertama

1. Cerita Irma: Anak Excited, Ibu Senang
Sejumlah siswa mengenakan masker menghadiri Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di SDN Pondok Labu 14 Pagi, Jakarta, Senin (30/8). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Irma adalah ibu dari tiga orang anak. Namun, hanya anak keduanya bernama Naura yang duduk di kelas 4 pada satu SD Swasta di kawasan Cipedak, Jakarta Selatan, yang hari ini menerapkan PTM. Terkait PTM sendiri, Irma mengatakan bahwa dirinya sudah mengetahui sejak Jumat (27/8). Pihak sekolah juga sudah memberikan sosialisasi terkait uji coba sekolah tatap muka di hari pertama ini kepada para orang tua murid.
"Dari sekolah dikasih kuesioner sebelumnya, orang tua apakah izinin anaknya sekolah tatap muka atau enggak," kata Irma saat dihubungi kumparanMOM, Senin (30/8).
ADVERTISEMENT
Adapun kuota siswa yang diperbolehkan mengikuti PTM adalah sekitar 50 persen dari total jumlah siswa. Jumlah siswa kelas 4 SD tempat anaknya bersekolah pun ada 30 anak, namun di masa trial ini hanya diisi sekitar 15 siswa dengan durasi belajar selama 2 jam, mulai pukul 08.00-10.00 pagi dengan mata pelajaran Agama dan Tematik.
Irma kembali menuturkan bahwa anak perempuannya itu sangat senang bisa kembali bersekolah bertemu dengan guru dan teman-teman. Bahkan sebelum sekolah tatap muka berlangsung, si kecil senang mempersiapkan alat tulis dan buku untuk dibawanya ke sekolah.
"Prokes ketat. Dari awal pintu masuk, orang tua enggak boleh masuk, nunggu di luar dan langsung pulang. Tapi anak cerita kalau dia selama di kelas dia dan teman-temannya memang berjaga jarak 1,5 meter sesuai aturan, ngobrol dari jauh, pakai masker. Tapi ada waktu di sela-sela pembelajaran sekitar 1--15 menit buat istirahat minum. Terus tutup masker lagi. Enggak boleh makan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Mendengar kisah sang anak, Irma pun sangat senang. Sebab, anaknya mungkin selama lebih dari 1,5 tahun di rumah merasa bosan dan hari ini hal itu terbayarkan dengan kembali lagi bersekolah secara offline, meski dengan protokol kesehatan yang ketat.
Bila nanti ada sosialisasi bahwa akan diadakan pertemuan selanjutnya dan tidak muncul kasus dari adanya PTM ini, Irma mengatakan bahwa kemungkinan ia akan memperbolehkan Naura kembali sekolah.
"Nanti kan pasti orang tua isi survey lagi dari sekolah. Nanti dilihat juga kondisinya gimana," tutup Irma.
2. Cerita Sessi: Sempat Khawatir, Tapi Akhirnya Jadi Happy Banget
Sejumlah siswa mengenakan masker menghadiri Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di SDN Pondok Labu 14 Pagi, Jakarta, Senin (30/8). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Lain lagi cerita Ibu Sessi. Ia memiliki anak yang duduk di kelas 6 salah satu Sekolah Dasar Swasta di daerah Pulo Mas, Jakarta Timur. Menurut kisah yang dibagikan Sessi kepada kumparanMOM, ia merasa senang karena anaknya bisa bersekolah lagi secara offline meski hanya 2 jam, yakni dari pukul 9.15-11.15 dengan dua mata pelajaran: Matematika dan Bahasa Inggris.
ADVERTISEMENT
Meski awalnya ia mengaku sempat khawatir, takut anak lupa atau membuka masker saat di kelas atau mengobrol bersama teman-temannya. Namun, berbagai hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anak laki-lakinya itu sudah dijelaskan oleh sang ibu sebelumnya. Apalagi, anaknya yang bernama Nikko itu pun sudah mengerti bila di mana saja kini kita harus mengenakan masker. Saat di sekolah, si kecil pun mengaku senang karena dapat berjumpa dengan teman-temannya.
"Yang masuk tadi cuma kelas 6 isinya 5 orang dari 10 kuotanya. Biasanya satu kelas bisa diisi 17-18 anak. Tapi karena ini sedang trial, jadi ya 5 anak saja," ujarnya.
Di hari pertama PTM pun, Sessi turut mengantarkan anak ke sekolah. Walau tak boleh masuk, Sessi melihat bahwa sekolah memang taat protokol kesehatan. Semua warga sekolah, mulai dari satpam, guru, dan siswa menggunakan masker. Saat siswa tiba di sekolah, ia juga harus cuci tangan menggunakan sabun di tempat yang sudah disediakan. Setelah itu, Nikko dicek suhu dan ia baru diperbolehkan masuk kelas.
ADVERTISEMENT
"Sebelum berangkat sekolah juga isi form online gitu. Kalau tadi pagi suhu anak berapa, ada komorbid atau enggak, disebutin. Ada kontak sama orang yang positif COVID-19 atau enggak gitu-gitu," tuturnya.
Apabila nanti akan ada PTM lagi, Sessi pun akan mempertimbangkannya. Ya Moms, bila dirasa PTM pertama hari ini dapat dikatakan aman dan tidak ada kasus yang positif COVID-19 dari sekolahnya, maka kemungkinan ia memperbolehkan Nikko kembali sekolah tatap muka.
"Saya mesti lihat juga kapasitas sekolahnya. Bergilirankah atau gimana. Misalnya, Senin untuk kelas 1, Selasa khusus kelas 2 kita belum tahu gimana nanti. Cuma, selama jumlah anaknya belum terlalu banyak untuk saat ini masih oke-oke saja. Kalau udah aman, pastinya sekolah punya caranya sendiri buat nanganin berapa jumlah anak yang boleh masuk," tutupnya.
ADVERTISEMENT
3. Cerita Indri: Tidak Cemas Melepas Anak Sekolah Tatap Muka
Sejumlah siswa mengenakan masker menghadiri Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di SDN Pondok Labu 14 Pagi, Jakarta, Senin (30/8). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Indri merupakan ibu dari tiga orang anak, yang salah satunya sudah duduk di kelas 6 pada satu SD Negeri di wilayah Klender, Jakarta Timur. Ia mengaku sudah lama mendapatkan informasi terkait PTM, bahkan pihak sekolah juga sudah melakukan sosialisasi kepada orang tua murid terkait kesediaannya mengizinkan anaknya untuk kembali ke sekolah.
“Iya, sudah ada sosialisasi dari sekolahan, terus survey apakah orang tua mengizinkan anak untuk PTM. Dijelaskan juga aturan sekolahnya nanti bagaimana, terus kita juga udah isi pernyataan. Itu udah agak lama sekitar satu bulan yang lalu sih,” kata Indri.
Menurut Indri, kuoatanya PTM di sekolah anaknya itu 50 persen dari jumlah 32 murid per kelasnya. Jadi, setiap sesi PTM hanya akan diisi oleh 16 murid. Durasi belajarnya sekitar 2,5 jam, mulai dari jam 8 pagi hingga setengah 11 siang untuk 2 mata pelajaran.
ADVERTISEMENT
Meski sekolah tatap muka, semua murid harus tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Menurut Indri, prokes di sekolah anaknya juga cukup ketat, sehingga ia berani melepas buah hatinya untuk pergi ke sekolah.
“Ada peraturan jarak duduk di dalam kelas. Biasanya satu meja berdua, tapi ini dijarakin jadi dua bangku per murid. Anak saya juga wajib membawa cadangan masker minimal 2. Kemudian disuruh bawa hand sanitizer dan tisu basah juga. Bekal juga harus bawa sendiri, mau itu snack, roti, air minum juga harus bawa sendiri,” lanjut Indri.
Indri mengaku tidak begitu cemas untuk melepas anaknya mengikuti PTM. Menurutnya, PTM bisa menjadi ajang refreshing juga untuk anaknya. Ia paham jika sang anak merasa jenuh karena terus-menerus belajar di rumah. Meski demikian, Indri tetap selalu mengingatkan sang anak untuk selalu menaati prokes.
ADVERTISEMENT
“Saya selalu ingatkan dia buat jangan sampai buka masker, selalu pakai hand sanitizer, tisu basah, pokoknya jangan berinteraksi dekat-dekat dengan guru atau temannya. Saya udah wanti-wanti dari rumah, jadi bismillah aja, karena anaknya juga alhamdulillah nurut,” kata Indri.
Selain itu, anaknya juga mengaku senang setelah melakukan PTM untuk pertama kalinya. Ia bisa bertemu dengan teman dan guru yang sudah lama tidak ditemuinya. Yang membedakan adalah si kecil tidak bisa berdekatan dengan teman dan bermain bersama, karena mereka juga tidak boleh meninggalkan kelas.
Cerita Dyta: Awalnya Ragu Tapi Akhirnya Izinkan Anak Ikut PTM
Siswa mengenakan masker menghadiri Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di SDN Pondok Labu 14 Pagi, Jakarta, Senin (30/8). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Berbeda dengan Indri, Dyta yang memiliki dua anak sempat ragu ketika akan melepas anak-anaknya mengikuti PTM mengingat kondisi pandemi yang masih belum berakhir.
ADVERTISEMENT
“Saya sebetulnya awalnya ragu-ragu, tapi saya melihat sosialisasi dari sekolah kalau alur prokesnya cukup ketat akhirnya saya coba. Dan saya lihat anak-anak saya sudah bisa bertanggung jawab dengan prokes yang ditetapkan,” kata Dyta.
Dyta mengaku sempat diminta untuk mengisi form keterangan vaksinasi dan meeting bersama pihak sekolah secara online sebelum PTM. Menurutnya, pihak sekolah telah membuat video terkait alur PTM yang akan diterapkan seperti apa, sehingga memberikan gambaran jelas pada orang tua.
Kemudian, orang tua murid juga diminta untuk menyiapkan masker cadangan, hand sanitizer, alat tulis lengkap, dan bekal dari rumah. Sekolah, sangat berusaha mengkondisikan agar anak-anak tidak meminjam alat tulis atau meminta makanan dari temannya. Hal inilah yang akhirnya membuat Dyta mencoba untuk berani mengizinkan anaknya pergi ke sekolah.
ADVERTISEMENT
Ya Moms, kedua anak Dyta masing-masing duduk di kelas 4 dan 6 di SD Swasta di wilayah Pancoran, Jakarta Selatan. Mereka memiliki jadwal sekolah yang berbeda, yaitu pada hari Senin dan Rabu. Mereka akan pergi ke sekolah setiap dua minggu sekali.
“Iya jadi adiknya hari ini (Senin), kalau kakaknya nanti hari Rabu. Jadi jadwalnya satu hari 2 angkatan, yaitu kelas 1 dan 4. Hari Selasa untuk kelas 2 dan 5, kemudian hari Rabu kelas 3 dan 6. Satu kelas muridnya cuma 50 persen jadi maksimalnya 12 anak,” kata Dyta.
Prokes yang diterapkan oleh sekolah yang sangat ketat membuatnya yakin untuk melepas buah hatinya mengikuti PTM. Hal ini rupanya dilihat langsung oleh Dyta ketika mengantar anaknya ke sekolah pagi tadi. Anaknya tetap harus melakukan skrining sebelum memasuki ruang kelas, kemudian harus menjaga jarak dan tidak melepas masker.
ADVERTISEMENT
“Tadi saya nganterin tapi nggak boleh nungguin. Jadi pas anak saya masuk gerbang, dia diperiksa suhu sama security, diminta cuci tangan, terus ada skrining lagi dari guru di dalam kayak interview, baru deh boleh masuk kelas,” lanjut Dyta.
Menurutnya, sang anak sudah harus sampai di sekolah pukul 7 pagi. Kemudian mengikuti kelas selama 3 jam, dari pukul 8 pagi hingga 11 siang untuk 3 mata pelajaran. Ketika jam belajar sedang berlangsung, pihak sekolah pun menyiarkan suasana di dalam kelas melalui laman Instagram-nya agar bisa dilihat oleh orang tua di rumah.
Setelah jam belajar selesai, orang tua boleh menjemput lagi di gerbang sekolah tepat pukul 11 siang. Agar tidak menimbulkan kerumunan, murid hanya boleh keluar ketika orang tua sudah sampai di depan gerbang sekolah.
ADVERTISEMENT
Menurut Dyta, anaknya merasa senang mengikuti PTM di hari pertamanya karena dapat bertemu dengan teman-temannya, meski tidak bisa berinteraksi secara dekat. Jika situasi dan prokesnya akan tetap seperti ini, Dyta berencana akan terus mengizinkan anak-anaknya mengikuti PTM kedepannya karena merasa cukup aman.
Penulis: Sari Kusuma Dewi dan Hutri Dirga Harmonis