Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Simak Moms, Ini Persiapan Program Hamil dengan Bayi Tabung yang Wajib Dipahami!
27 Januari 2023 18:24 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Program bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF) menjadi salah satu alternatif bagi pasangan yang kesulitan hamil lewat pembuahan alami. Meski begitu, menjalani program bayi tabung juga tidaklah mudah dan ada risiko gagalnya.
ADVERTISEMENT
Dalam penjelasan yang sederhana, bayi tabung dilakukan dengan cara menggabungkan sel telur dan sperma di luar tubuh. Kemudian, sel telur yang sudah dibuahi dan sudah dalam fase siap akan dipindahkan ke dalam rahim wanita.
Masalah infertilitas (keadaan kurang subur) yang tinggi menjadi salah satu penyebab banyaknya pasangan di Indonesia sulit memiliki anak. Misalnya, pada wanita, khususnya berusia produktif, yang mengalami penyumbatan pada saluran telur. Atau pada pria berusia awal 30-an namun jumlah spermanya yang sedikit.
Bayi tabung juga sering menjadi pilihan bagi wanita di atas usia 35 tahun yang sangat ingin punya anak. Salah satunya adalah politikus Partai Golkar dan Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid. Di usianya yang sudah tidak lagi muda, Meutya dan suami, Noer Fajrieansyah, tetap berusaha memiliki momongan dengan berbagai cara. Salah satunya lewat program bayi tabung.
Kepada kumparanMOM, Meutya bercerita bahwa ia sudah menjalani program bayi tabung selama 10 kali. Ada dua di antaranya yang sempat berhasil hamil, namun berakhir keguguran. Saat usianya memasuki 44 tahun, Meutya akhirnya berhasil hamil lagi lewat IVF dan melahirkan seorang putri yang diberi nama Lyora Shaqueena Ansyah.
ADVERTISEMENT
Dari pengalaman Meutya Hafid, ada beberapa hal yang perlu wanita ketahui seputar program bayi tabung. Apa saja?
Seperti Apa Tahapan Program Bayi Tabung Itu?
Nah Moms, memutuskan untuk program IVF berarti harus sabar serta menyiapkan diri secara fisik dan mental. Sebab, perjalanannya akan panjang.
Untuk prosedurnya sendiri, berkisar antara 2 hingga 4 minggu dalam satu kali siklus, bergantung dari kondisi calon ibu. Selama rentang waktu itu, calon ibu akan diminta melewati berbagai prosedur. Di antaranya:
Setelah embrio yang disimpan dianggap cukup matang, maka dokter akan memasukkan semacam tabung penyalur yang disebut kateter ke dalam vagina hingga sampai ke dalam rahim. Kemudian dua minggu setelah embrio dimasukkan, calon ibu akan diminta untuk melakukan tes kehamilan. Hasilnya, ada yang berhasil ada pula yang tidak.
ADVERTISEMENT
Pada beberapa kondisi, dokter juga mungkin akan menyarankan Anda melakukan lebih dari satu siklus sampai berhasil hamil.
Dan perlu dipahami juga, sebelum melakukan serangkaian prosedur di atas, pasangan juga akan dilakukan skrining awal untuk mengetahui riwayat dan berapa lama usia perkawinan, siklus haid, frekuensi berhubungan seks, riwayat pengobatan sebelumnya, dan lain-lain.
Kenapa Ada yang Berhasil dan Tidak?
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi dr. Arie Adrianus Polim,D.MAS, SpOG(K), keberhasilan bayi tabung bergantung pada usia dan gaya hidup calon ibu. Adapun usia optimal dari wanita untuk keberhasilan proses bayi tabung yaitu sekitar 23-35 tahun. Lebih dari usia tersebut, tingkat keberhasilannya cenderung lebih rendah.
Selain usia dan gaya hidup, ada faktor embrio, anatomi rahim, kondisi hormonal, dan kondisi sperma calon ayah juga mempengaruhi keberhasilan program bayi tabung yang dijalani oleh setiap pasangan.
ADVERTISEMENT
"Kemudian masalah anatomi rahimnya, misalnya ada suatu kondisi yang patologis misalnya salurannya ada pembengkakan, ada kista, itu juga bisa mempengaruhi keberhasilan. Kondisi hormonal, contohnya orang yang mengalami polycystic ovary syndrome atau PCOS juga akan mempengaruhi kualitas embrio. Tapi faktor pria juga perlu diperhatikan, bukan hanya sel telur, sel sperma juga yang menjadi faktor yang utama," jelas dokter yang praktik di Morula IVF Menteng itu.
Ada juga faktor yang tidak kalah penting, yakni harus siap secara finansial. Sebab, ada obat-obatan yang bisa menghabiskan puluhan juta rupiah. Kemudian bagi Anda yang berusia 35 tahun ke atas juga membutuhkan dosis pengobatan lebih banyak, di saat jumlah sel telurnya sudah berkurang. Jadi, harus siap-siap menyiapkan dana hingga lebih dari Rp100 juta.
ADVERTISEMENT
Jadi, bila ingin program IVF yang dijalani berhasil, sebaiknya para calon ibu bisa memulai program bayi tabung saat usianya masih di bawah 35 tahun. Karena semakin dini pasangan suami istri dengan infertilitas melakukan pemeriksaan untuk IVF, maka semakin besar peluang keberhasilan untuk cepat hamil.
Berbagai Risiko dari Program Bayi Tabung
Di sisi lain, bila Anda ingin mencoba program IVF, mari pahami apa saja risiko yang mungkin terjadi, seperti dikutip dari Mayo Clinic:
1. Kelahiran Kembar
Ya Moms, IVF bisa meningkatkan risiko Anda hamil anak kembar jika ada lebih dari satu embrio yang dipindahkan ke rahim.
2. Persalinan Prematur dan BBLR
Penelitian menunjukkan IVF bisa meningkatkan risiko persalinan dini (prematur) atau bayi lahir dengan berat badan lahir rendah.
ADVERTISEMENT
3. Sindrom hiperstimulasi ovarium
Penggunaan obat-obatan penyuntik kesuburan, seperti misalnya human chorionic gonadotropin (HCG), bisa menyebabkan sindrom ini. Atau kondisi ovarium menjadi bengkak dan nyeri. Jadi, Anda bisa mengalami sakit perut, kembung, mual, muntah hingga diare.
4. Keguguran
Tingkat keguguran pada wanita dengan IVF sekitar 15-25 persen. Risiko keguguran semakin besar saat usia wanita di atas 35 tahun.
5. Kehamilan Ektopik
Sekitar 2-5 persen wanita bisa mengalami kehamilan ektopik, atau saat sel telur yang dibuahi tertanam di luar rahim. Bagi wanita yang mengalami ini tidak bisa melanjutkan kehamilannya.
6. Cacat Lahir
Usia ibu menjadi faktor risiko utama cacat lahir pada bayi.
7. Kanker Payudara
Wanita berusia di atas 40 tahun yang menjalani program bayi tabung, berisiko 65 persen lebih tinggi terkena kanker payudara.
ADVERTISEMENT
8. Stres
Menjalani bayi tabung bisa menguras emosi, fisik, dan finansial. Makanya, butuh supporting system yang bisa selalu memberikan dukungan agar tetap semangat menjalaninya.