Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Studi: KB Hormonal dengan Dosis Hormon Lebih Rendah Tetap Bisa Cegah Kehamilan
17 April 2023 12:28 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Salah satu alat kontrasepsi yang populer dan banyak diminati dan efektif mencegah kehamilan adalah KB hormonal. Sayangnya alat kontrasepsi ini memiliki efek samping yang terkadang membuat penggunanya kurang nyaman.
ADVERTISEMENT
Ya Moms, KB hormonal bisa menyebabkan efek samping ringan yang membuat penggunanya mengalami gangguan siklus menstruasi, perubahan berat badan, muncul jerawat, dan pusing. Selain itu, dalam beberapa kasus KB hormonal juga bisa menyebabkan hipertensi, pembekuan darah, hingga stroke.
Kondisi itulah yang menginspirasi para peneliti dari Filipina untuk mencari tahu apakah mungkin menurunkan dosis hormon dalam KB, tapi tetap mempertahankan efektivitasnya.
Hasilnya, penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal PLOS Computational Biology itu menunjukkan bahwa ternyata masih memungkinkan untuk mengurangi hormon estrogen maupun progesteron secara signifikan dan masih bisa mencegah ovulasi. Wah menarik ya, Moms!
Meski demikian, penelitian ini masih membutuhkan studi lebih lanjut, ya. Untuk lebih jelasnya, yuk simak penjelasan ahli berikut ini, dikutip dari Medical News:

Bagaimana Cara Kerja KB Hormonal?
KB hormonal bekerja dengan menggunakan hormon sintetik, seperti estrogen dan progesteron, untuk mencegah kehamilan. Cara kerjanya bisa dengan beberapa cara, yakni dengan menghentikan ovulasi atau menipiskan lapisan rahim sehingga sel telur yang ditanam tidak dapat menempel.
ADVERTISEMENT
Beberapa jenis kontrasepsi hormonal termasuk pil, yang dapat berupa pil kombinasi atau progestin saja, seperti implan lengan (Nexplanon), koyo kontrasepsi (Xulane), dan alat kontrasepsi atau IUD (Mirena atau Skyla).
Selain meresepkan kontrasepsi untuk mencegah kehamilan, terkadang dokter akan meresepkannya untuk membantu penderita sindrom ovarium polikistik (PCOS) untuk mengurangi ukuran kista dan dengan demikian mengurangi rasa sakit, atau dalam pengobatan endometriosis, untuk membantu mengendalikan rasa sakit dan pendarahan yang berlebihan.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, KB hormonal dapat memiliki beberapa efek samping yang berkisar dari ringan hingga berat. Yakni mual, sakit kepala, kram perut, hipertensi, pembekuan darah, hingga stroke.
Selain itu, mereka yang merokok saat menggunakan kontrasepsi hormonal memiliki peningkatan risiko tromboemboli vena dalam, yang mengacu pada pembekuan darah di kaki.
ADVERTISEMENT
Apa yang Ingin Ditemukan Para Peneliti
Para peneliti ingin memperluas penelitian kontrasepsi sebelumnya, dan menganalisis apakah dosis hormon yang lebih rendah masih efektif dalam mencegah kehamilan.
Mereka tidak hanya mempertimbangkan untuk mengurangi jumlah hormon dalam alat kontrasepsi, tetapi juga berteori bahwa penyesuaian waktu dosis yang berbeda dapat disesuaikan untuk mendapatkan manfaat maksimal.
“Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi strategi untuk memahami kapan dan berapa banyak estrogen dan/atau progesteron yang diberikan untuk mendapatkan keadaan kontrasepsi,” tulis mereka.
Para ilmuwan mempelajari data dari 23 partisipan wanita berusia 20 hingga 34 tahun. Para partisipan memiliki siklus menstruasi teratur yang berlangsung dari 25 hingga 35 hari.
Apa Pendapat Pakar Kesehatan Reproduksi?
Sayangnya studi ini belum mencapai penggunaan klinis yang diuji kepada manusia. “Penting untuk disadari bahwa [temuan studi] ini bersifat teoretis dan tidak diuji pada manusia,” komentar Dr. Sophia Yen, profesor rekanan klinis di Stanford Medical School, dan salah satu pendiri dan CEO Pandia Health di Sunnyvale, CA . Ia tidak terlibat dalam penelitian ini.
ADVERTISEMENT
Selain itu, menurut Dr. Yen, penurunan kadar hormon kemungkinan besar tidak akan terlalu bagus untuk mereka yang memiliki Body Mass Index BMI) lebih tinggi karena volume distribusi obat yang lebih besar.
Pakar kesehatan lain yang juga tidak terlibat dalam penelitian ini, Sandra Hurtado, juga mengungkapkan pendapatnya. Dia menekankan bahwa penelitian ini masih perlu uji klinis, namun Hurtado melihat ada potensi dari penelitian tersebut.
“Jika ada cara untuk menguji dan mencatat kadar hormon pada setiap individu dan dapat memberikan dosis pada orang tersebut pada waktu yang tepat, itu akan ideal,” ucap Hurtado yang juga asisten profesor kebidanan, ginekologi, dan ilmu reproduksi di McGovern Medical School di UTHealth Houston.
***
Dapatkan informasi terupdate seputar dunia parenting dan motherhood setiap hari hanya di Moms Update! Cari tahu informasi lengkapnya di media sosial kumparanMOM! Klik di sini.
ADVERTISEMENT