Studi Ungkap Alasan Berubahnya Aroma Tubuh dari Bayi hingga Remaja

29 Maret 2024 14:30 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ibu mencium bayi. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu mencium bayi. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bayi dikenal memiliki aroma tubuh yang khas dan wangi sejak lahir. Bahkan, saking khas bau tubuhnya, siapa pun yang berada di dekatnya pasti ingin selalu mencium si kecil. Anda salah satunya juga, Moms?
ADVERTISEMENT
Banyak yang bertanya-tanya dari mana asal aroma bayi yang khas itu. Healthline melansir, aroma khas tubuh bayi tersebut diduga karena bayi sebelum lahir telah menghabiskan waktu berbulan-bulan dikelilingi cairan ketuban ibunya.
Cairan ketuban terlapisi sebuah zat putih seperti lilin, yang disebut juga vernix caseosa. Nah, beberapa teori itulah yang menyebut lapisan itulah yang memunculkan aroma yang khas pada bayi.
Tetapi, seiring bertambahnya usia si kecil, Anda mungkin akan menyadari aroma tubuhnya akan berangsur berbeda. Apalagi jika anak banyak beraktivitas hingga berkeringat, aroma tubuhnya sangat mungkin berbeda seperti ketika masih bayi. Dan ketika usia remaja, tidak sedikit yang mengalami bau badan.
"Pernahkan Anda menggendong bayi dan merasakan bau harum yang diikuti dengan keinginan untuk menggendongnya dan lebih sering mendekapnya? Atau sebaliknya, ketika berada di dekat remaja Anda kemudian mencium aroma yang tidak sedap, dan memutuskan untuk memberi ruang privasi yang biasanya diminta oleh mereka?" tulis para ilmuwan dalam rilis penelitian tersebut.
ADVERTISEMENT
Kenapa kondisi ini bisa terjadi? Para ilmuwan dari Jerman mencoba mencari jawabannya!

Alasan Aroma Tubuh Berubah dari Bayi hingga Remaja

Ilustrasi anak balita bau badan. Foto: Shutter Stock
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di Communications Chemistry, seperti dikutip dari WebMD, para ilmuwan mencoba meneliti bagaimana perubahan aroma tubuh pada anak terjadi.
Mulanya, mereka menjahit potongan kapas kecil pada bagian ketiak kaos yang dikenakan oleh 18 remaja berusia antara 14 hingga 18 tahun. Peneliti juga melakukan hal yang sama pada bodysuit yang dikenakan oleh balita di bawah usia 3 tahun dalam jumlah yang sama.
Kemudian, para peneliti mencoba untuk mengenakan dan membawa pakaian tersebut sepanjang malam. Serta, tidak boleh ada yang makan makanan yang biasanya punya bau menyengat, seperti bawang putih dan bawang merah.
ADVERTISEMENT
Kemudian, tambalan yang sebelumnya dijahit itu diambil lalu dibawa ke laboratorium. Peneliti menganalisis tambalan tersebut dengan beberapa alat, seperti kromatografi-spektrometri massa (GC-MS), kromatografi gas-olfaktometri (GC-O), dan bahkan hidung manusia itu sendiri.
GC-MS adalah metode analisis yang menggabungkan fitur kromatografi gas dan spektrometri massa untuk mengidentifikasi kandungan zat dalam sampel uji. Sementara GC-O adalah teknik pemisahan senyawa volatil menggunakan kromatografi gas dengan pendeteksian bau menggunakan olfaktometri (penilaian dari manusia).
Dan peneliti menemukan bahwa para remaja mengeluarkan dua senyawa steroid. Sedangkan anak-anak kecil tidak mengeluarkan senyawa tersebut. Ini dikarenakan usia remaja sebagian besar telah memasuki masa pubertas, dan kelenjar keringat mereka sudah bekerja. Senyawa-senyawa tersebut dapat digambarkan seperti bau keju, urine, kayu cendana, hingga hewan yang agak berbau busuk, seperti kambing.
ADVERTISEMENT
Sebagai perbandingannya, balita memiliki wangi yang cenderung harum seperti bunga, sabun, dan bunga violet.
Para peneliti pun memiliki teori berubahnya aroma tubuh pada anak punya tujuan tersendiri. Misalnya, orang tua pasti ingin selalu berada di dekat bayi yang wangi, yang biasanya dapat mereka kenali dari baunya.
Namun, orang tua juga mungkin ingin memberi jarak antara mereka dan anak mereka yang sudah dewasa, karena anaknya sudah mulai ingin mandiri. Dan bau badannya pun sudah berubah, apalagi ketika mereka berkeringat.
"Bau badan berubah selama perkembangan anak, dan memengaruhi komunikasi interpersonal dengan orang tuanya," tutup rilis penelitian tersebut.