Studi Ungkap Risiko Autisme pada Anak Meningkat Akibat Polusi Udara

19 November 2024 13:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi dampak buruk polusi udara terhadap kesehatan. Foto: Deemerwha studio/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dampak buruk polusi udara terhadap kesehatan. Foto: Deemerwha studio/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Polusi udara terutama yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia bisa memicu sejumlah penyakit, tidak terkecuali meningkatkan risiko autisme pada anak. Ya Moms, sebuah penelitian terbaru mengungkapkan adanya kemungkinan peningkatan risiko gangguan spektrum autisme (ASD) dan gangguan perkembangan saraf lainnya akibat paparan polusi udara, termasuk yang disebabkan melalui knalpot mobil.
ADVERTISEMENT
Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Brain Medicine oleh Hebrew University of Jerusalem berusaha menganalisis beberapa penelitian terkait autisme dan aktivitas seluler.
Dikutip dari Fox News, para peneliti berfokus pada empat jenis partikel spesifik yang membentuk polusi udara: partikel halus (particulate matter/PM), nitrogen oksida (NO, NO2), sulfur dioksida (SO2), dan ozon (O3).
Peneliti juga menganalisis empat cara berbeda dari setiap partikel-partikel tersebut dapat memengaruhi janin di dalam kandungan. Keempat cara tersebut adalah neuroinflamasi (peradangan yang terjadi di sistem saraf pusat), stres oksidatif/nitrosatif (ketidakseimbangan radikal bebas dan antioksidan yang menyebabkan kerusakan sel), modifikasi epigenetik (perubahan kimia pada DNA), dan gangguan pada neurotransmitter tertentu (senyawa kimia sebagai pengirim pesan di sistem saraf).
"Hasilnya, peningkatan polusi udara dapat meningkatkan risiko gangguan perkembangan saraf secara signifikan, khususnya ASD, karena interaksi gen-lingkungan," ungkap penulis utama studi, Haitham Amal, yang juga merupakan seorang profesor di The School of Pharmacy, Hebrew University of Jerusalem.
ADVERTISEMENT
"Polusi udara, --terutama seperti partikel halus, nitrogen oksida, sulfur dioksida, dan ozon--, terlibat sebagai pemicu proses berbahaya di otak. Termasuk neuroinflamasi, stres oksidatif, dan ketidakseimbangan neutrotransmitter," imbuh dia.
Sementara dalam penelitian sebelumnya yang diterbitkan pada tahun 2023, tim peneliti yang sama menemukan bahwa oksida nitrat (NO), yang merupakan salah satu partikel dalam polusi udara, merupakan faktor patologis utama dalam autisme pada anak.

Pada Periode Pertumbuhan Apa Saja Risiko Autisme Akibat Polusi Udara Meningkat?

Ilustrasi ibu hamil terpapar kabut asap Foto: Shutterstock
Seorang ahli saraf dari Hackensack University Medical Center di New Jersey, George Ghacibeh, MD, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengungkapkan risiko paling tinggi terjadi di masa-masa perkembangan awal si kecil, Moms. Bahkan, sudah dimulai sejak masa prenatal (sejak pembuahan hingga kelahiran bayi) hingga awal masa kanak-kanak.
ADVERTISEMENT
"Otak mulai berkembang sejak lahir dan terus berkembang hingga pertengahan usia 20-an," ungkap Ghacibeh.
"Selama tahun-tahun awal, sejak pembuahan hingga sekitar usia lima tahun, otak mengalami banyak perubahan. Dan bisa lebih rentan terhadap dampak dari faktor-faktor eksternal," lanjut dia.
Ghacibeh tidak memungkiri bahwa polusi udara dapat meningkatkan risiko autisme pada anak.
"Sebab, bahan kimia yang terhirup oleh ibu hamil atau anak kecil, jika masuk ke aliran darah dan sampai ke otak janin atau anak yang sedang berkembang, dapat memengaruhi berbagai jalur metabolisme. Baik dengan cara mengganggu reaksi kimia tertentu di dalam secara langsung, atau dengan mengurangi jumlah oksigen yang dikirim ke otak," jelas Ghacibeh.
Menurut Ghacibeh, hal ini dapat mengganggu proses perkembangan otak normal pada anak. Dampaknya menyebabkan hilangnya fungsi normal sel-sel otak lho, Moms!
ADVERTISEMENT
"Mekanismenya serupa dengan efek obat-obatan tertentu yang dikonsumsi selama kehamilan, yang dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan atau autisme pada anak," ucap Ghacibeh.
Ilsutrasi anak dengan autisme. Foto: Shutterstock

Studi Masih Memiliki Keterbatasan

Meski begitu, Amal mengakui studi yang dilakukan oleh pihaknya masih memiliki beberapa keterbatasan.
"Data ini berdasarkan studi epidemiologi, dan eksperimen ekstensif di laboratorium harus dilakukan untuk memvalidasi dan membuktikan hubungan ini," ucap Amal.
Ghacibeh pun sepakat bahwa studi epidemiologi benar membuktikan adanya hubungan, tetapi bukanlah penyebab utama autisme pada anak.
"Dengan kata lain, jika dua fenomena terjadi secara bersamaan, seperti tingginya tingkat polusi udara dan meningkatnya autisme, hal ini tidak serta merta membuktikan bahwa salah satunya adalah penyebab autisme. Hal ini hanya berarti bahwa kedua fenomena tersebut terjadi pada saat yang bersamaan. Ada kemungkinan bahwa faktor-faktor tambahan yang tidak diketahui juga berperan," ucap Ghacibeh.
ADVERTISEMENT
Korelasi ini juga sekaligus tidak berarti menyebutkan bahwa polusi udara adalah penyebab langsung autisme pada anak ya, Moms. Dan ada beberapa variabel lain yang dapat memengaruhi, seperti kondisi kesehatan ibu, gaya hidup, hingga status sosial-ekonomi.
Ghacibeh menjelaskan, tinggal di daerah dengan tingkat polusi udara yang lebih rendah dapat membantu mencegah efek polusi udara yang berpotensi membahayakan. Seperti misalnya, lokasi jauh dari pabrik dan bandara. Kemudian, Anda juga bisa menggunakan alat filter udara, jika tinggal di lingkungan dengan polusi tinggi.
Dan yang paling penting adalah penuhi nutrisi sebaik mungkin, yakni sejak awal kehamilan hingga kelahiran, dan hindari paparan terhadap rokok dan alkohol. Cara ini bisa membantu meningkatkan perkembangan otak dan kesehatan neurologis anak agar lebih optimal.
ADVERTISEMENT