Tantrum dan Sensory Meltdown, Apa Bedanya? Orang Tua Perlu Tahu!

14 Agustus 2019 12:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak tantrum mengamuk hingga menangis. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak tantrum mengamuk hingga menangis. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Banyak orang tua menganggap anak yang menangis sampai menjerit-jerit atau bahkan melempar barang adalah tanda mereka mengalami tantrum. Tapi ternyata, kondisi itu tidak selalu menjadi tanda mereka mengalami tantrum. Mungkin saja anak sedang mengalami kondisi yang dinamakan sensory meltdown, Moms. Pernah dengar sebelumnya, Moms?
ADVERTISEMENT
Walau sekilas tandanya terlihat sama, sebenarnya tantrum dan sensory meltdown pada anak adalah dua kondisi yang berbeda. Menurut Amori Makami, seorang profesor di Departemen Psikologi University of British Colombia, tantrum itu biasanya terjadi ketika anak menginginkan sesuatu, tapi tidak dituruti, sehingga ia melakukan hal yang ekstrem.
"Tantrum adalah taktik yang mereka lakukan untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan," ujar Mikami yang dikutip dari Todays Parent.
Ia menyarankan orang tua untuk mengatakan 'tidak' dengan tenang tapi tegas. Jika orang tua konsisten, tantrum mungkin bisa dihentikan. Bila tidak, Anda mungkin berisiko membesarkan anak yang pintar memanipulasi emosinya untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
Lalu apa bedanya dengan sensory meltdown pada anak?
Ilustrasi anak sedih.. Foto: Shutterstock
Ketika anak Anda mengalami sensory meltdown, mungkin ia akan mengamuk tapi sebenarnya itu bukan keinginannya, Moms. Si kecil mungkin kewalahan secara emosional hingga tidak bisa menunjukkan emosinya dengan benar.
ADVERTISEMENT
Misalnya saja ia mengalami kelelahan, marah, atau bahkan saat kondisi bersemangat pun, si kecil bisa mengalami sensory meltdown. Salah satu tandanya, jika Anda sudah melakukan banyak cara seperti memberitahunya tapi tidak menghentikan tangisan atau amukannya, kemungkinan ia mengalami sensory meltdown.
"Ketika anak sudah kehilangan kendali, ia tidak tahu apa yang mereka inginkan atau tidak mereka inginkan. Amukannya sebenarnya tidak memiliki tujuan apapun. Dan setiap anak memiliki cara yang berbeda menunjukkan gejala meltdown," ujar Mikami.
Lantas, bagaimana ya menghadapi anak yang mengalami sensory meltdown?
Ilustrasi anak yang sedang meltdown. Foto: Shutterstock
Moms, jangan cemas dulu. Anda bisa kok membantu anak mengenal emosinya sejak dini. Sehingga ketika sudah beranjak dewasa, mereka tidak bingung dengan perasaannya sendiri. Kita bisa memulainya dengan cara menyampaikan kata-kata yang lembut untuk menenangkannya, setelah itu jangan lupa berikan pelukan.
ADVERTISEMENT
Namun berhati-hatilah untuk memilih kata-kata untuk menenangkannya. Misalnya, "Jangan khawatir, semua baik-baik saja" atau "Jangan takut, ada ibu di sini". Selain itu, kadang orang tua juga seringkali ingin buru-buru menghentikan amarah anak. Padahal Anda tak perlu buru-buru melakukan hal itu, karena menangis merupakan caranya menunjukkan emosi.
"Jika Anda tidak mencoba untuk menghentikannya ketika ia mulai emosional, itu menunjukkan rasa empati kepadanya. Kita harus menyadari bahwa anak juga memiliki emosi. Jadi jangan menghentikannya," ujar Gail Bell, Co-founder of Parenting Power.
Jadi intinya, jangan buru-buru marah kepada anak saat ia nangis ataupun mengamuk. Kenali dulu tanda-tandanya, apakah si kecil hanya menunjukkan emosi ataukah memang sedang tantrum, agar penanganannya pun tidak salah.
ADVERTISEMENT